[ Re:XXX • 120 ]

249 23 12
                                    


"Dek."

"Hm."

"Ril."

"Hmm."

"Dek Ril."

"Hmmm!!"

"Dedek Syafril."

"Pa'an Bang Han? Gue lagi ngerjain Pe-eR nih!!!"

Farhan terkekeh melihat Syafril yang sedari tadi merespon, tapi tak sekalipun menoleh. Ia baru tahu, kalau Syafril punya konsentrasi yang lumayan tinggi. Bahkan ia pernah menyahuti ucapan Farhan, sambil terus menulis tugas esai dari gurunya. Sebenarnya ia tugas tersebut dalam bentuk ketikan. Masalahnya, Syafril belum lancar mengetik. Ia masih menggunakan jurus Belalang Sembah tiap kali berhadapan dengan keyboard laptop dan komputer pribadinya.

"Kalo mau gangguin, gue pindah ke kamar belajar nih!" Syafril menoleh. Setengah mengancam.

Kamar belajar yang ia maksud adalah kamar tidur yang menghadap ke kolam renang. Karena mereka tak pernah menerima tamu yang menginap, Farhan mengusulkan untuk sedikit merombak kamar tersebut menjadi kamar untuk ruang belajar Syafril.

Kamar belajar Syafril juga berfungsi sebagai basecamp pertemuan Trio 3D. Sejak Siva mengabarkan kalau foto-foto hasil bidikan Aslan populer diluar negeri, mereka sering berkumpul kemari. Saking senangnya mendapatkan gaji pertama, Syafril sampai bingung menggunakan uang tersebut.

Padahal, jumlah digit di kartu pemberian Husein dan Joshua jauh lebih banyak. Tapi Syafril tak pernah sekalipun mengeceknya. Ia hanya menyangka, itu kartu pemberian Farhan yang mengatasnamakan dirinya.

"Pernah gak..."

"Kagak!" Syafril menyela. Ia mengira Farhan hanya akan mengajaknya ngobrol ngalor-ngidul. Makanya ia beranjak menuju kamar belajarnya.

Baru sekitar 10 menit di dalam kamar, Syafril kembali keluar. "Tanggung jawab! Konsentrasi gue pada bubaran!!!" Serunya sambil menindih Farhan yang sedari tadi menelungkup di sofa.

Syafril memeluk erat Farhan. Dengan posisi kepala ia rebahkan di punggung Farhan. Baru saja ia merasa akan ketiduran, perutnya mengeluarkan suara gelegar tanah longsor.

"Duh... Laper..." Gerutunya tanpa berniat beranjak. Ia merasa sudah PeWe. Posisi Wenak. Meniru celetukan Dipa tiap kali merasa nyaman bersandar di punggung Syafril atau Brian. "Tadi mau tanya apakah?"

"Misalnya," Farhan menjawab. Tapi ia membalikan badan. Agar bisa memeluk Syafril. "Misalnya, ada orang yang udah lama memperhatikan lu. Tau dengan semua situasi dan kondisi lu. Orang itu lantas ngebantu elu. Sampai bersedia ngabantu apapun, tanpa meminta balasan apapun. Apa yang bakalan elu perbuat?"

"Berterima kasihlah!" Jawab Syafril. "Pendidikan gue emang belum tinggi. Tapi gue masih punya nurani. Gue masih berperasaan."

"Umpamanya... Orang itu diam-diam mengadopsi lu, reaksi lu bakal gimana?"

"Yang ini nih gue bingung," jawab Syafril dengan jujur. "Gue bingung ama arah pembicaraan elu, Bang. Sekarang gini aja deh. Ceritain sejujurnya aja. Gak usah muter-muter."

Melihat dari sudut pandang Farhan, ia terkejut karena menduga Syafril memiliki insting yang tajam. Ia seolah tak terpancing dengan umpan dari kata 'misalnya' yang Farhan ucapkan.

Dan melihat dari sudut pandang Syafril, sebenarnya ia hanya menduga-duga saja. Apa benar ada orang yang mengadopsinya? Apa alasan mereka mengadopsi dirinya? Apa dia mengenal orang itu? Berbagai macam pertanyaan bermunculan di dalam benaknya. Kalimat yang ia ucapkan untuk Farhan tadi pun, murni ia sedang bertaruh, kalau Farhan menyembunyikan sesuatu darinya. Dan disinilah letak insting Syafril.

The Next Chapter of °•¤ Re:XXX ¤•°[2nd Season]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang