"Telat?" Baru mau melangkah lebih dekat lagi, gerbang sekolah tiba-tiba terbuka, menampilkan sosok lelaki menawan tetapi sangat menyebalkan di mata Yona.

"Lo nggak ada pernyataan yang pintaran dikit? Udah liat gue baru datang sementara gerbang udah tutup. Ya berarti gue telat, ngapain masih pake nanya lagi?" ucap Yona.

Altair, lelaki yang sedang di hadapan Yona menghela napas. Ia mulai mencatat nama gadis itu. "Kenapa bisa telat?"

"Perlu banget lo tau?" tanya Yona.

"Perlu," jawab Altair singkat.

Yona berdecak. "Gue telat karena takdir."

"Kamu bercanda sama saya?" tanya Altair tenang.

"Ngapain gue bercanda sama lo? Gue serius."

Daripada berdebat panjang dengan Yona—gadis satu-satunya yang membencinya, Altair lebih baik diam. Ia melanjutkan catatannya tadi, menaruh alasan yang biasa ia dengar untuk mengisi akibat keterlambatan gadis itu.

"Jadi hukuman gue apaan?" tanya Yona. Ia sudah tidak tahan lagi berhadapan dengan Altair. Melihat wajah lelaki itu saja sudah membuatnya muak. Altair memang memiliki paras yang di atas rata-rata, dan Yona sempat mengakui bahkan mengagumi, tetapi hal itu sudah hilang dan digantikan rasa benci.

Karena Altair, Yona sempat masuk ke ruangan BK. Gadis itu sudah memohon kepada Altair agar tidak perlu melaporkannya walau ia sudah melakukan pelanggaran dengan mencelakai salah satu murid lelaki di sekolah ini hingga masuk rumah sakit, tetapi Altair tetap tegas dan tidak mau mendengarkannya. Akibat dari itu semua, orang tua Yona dipanggil dan sepulang dari sekolah ia dipukul habis-habisan oleh Ayahnya tanpa ampun. Sangat menyakitkan. Cukup membuatnya tidak bisa bergerak selama beberapa hari.

Yona tahu ia salah, tetapi ia hanya ingin menolong junior yang sedang diperlukan buruk oleh seniornya.

Mengetahui Bu Riyani berhalangan hadir, Altair hanya mencatat nama gadis itu. "Karena kamu baru pertama kali terlambat, saya masih bisa maafkan. Tapi kalau kamu terlambat lagi, berarti kamu harus siap-siap dihukum."

Yona berdecih. Ia memandangi Altair sinis. "Pencitraan!" ujarnya Yona sarkas lalu berjalan masuk ke dalam sekolah.

Altair menghela napas lagi dan berniat masuk, tetapi kehadiran sosok lelaki yang tiba-tiba saja datang menghentikan niatnya. Mata Altair menyipit, memandangi sosok berwajah tanpa ekspresi di depannya. Altair kenal siapa lelaki itu, salah satu murid DHS yang terlalu rajin hingga di pagi buta sudah menampakkan dirinya di sekolah dan pernah mendapatkan penghargaan atas sikapnya. Tetapi mengapa hari ini ia bisa terlambat?

🍃


Selama hidup Dave, ia sama sekali tidak pernah berpikir jika suatu saat nanti akan melakukan hal seperti ini. Lelaki itu berjalan pelan-pelan tanpa bunyi sedikit pun. Matanya menatap lurus punggung belakang seorang gadis yang melangkah tergesa-gesa melewati koridor. Hampir sejam yang lalu Dave menunggu gadis itu datang ke sekolah hingga ia ikut terlambat juga.

Kali ini, Dave tidak membiarkan earphone bertengger di telinganya. Kedua lubang indra pendengarannya itu terbebas, dan seperti membuat beban hidupnya melayang seketika. Tentu saja penyebabnya adalah Yona, gadis semalam yang ia tolong dari pembunuhan berencana—mungkin bisa dikatakan demikian meski Dave tidak tahu lebih jelas lagi.

Berbicara soal kejadian semalam, ia masih tidak mengerti. Bagaimana bisa ada seseorang yang berniat melenyapkan nyawa karyawan supermarket itu? Sekali lagi Dave memperhatikan serius gerak-gerik Yona di depannya. Dari penglihatannya, Yona hanya gadis biasa, seperti tidak mungkin memiliki musuh.

BeautifuloveWhere stories live. Discover now