Bab 7 [Revisi] - Cantik

Start from the beginning
                                    

'Ya Allah..' batin Keira berteriak, untuk pertama kali ia memanggil nama Tuhannya penuh rasa bersalah.

Sementara dari kejauhan, Annisa, Maryam dan Adnan menyaksikan saat-saat dimaba Keira menangis begitu pilu. Annisa tersenyum haru sedangkan Maryam sudah meneteskan air mata ditempatnya.

Mereka adalah saksi nyata bagaimana Keira sedang berusaha menjemput hidayahnya. Tidak ada hari yang dilewati gadis itu tanpa menangis. Menangisi semua kesalahannya dimasa lalu.

Perjuangan seorang hamba memang tidak pernah mudah, tetapi Allah menjanjikan hal luar biasa jika kita berhasil meraih hidayahNya.

Sementara Adnan terdiam tak mengerti dengan perasaannya ketika merasa sedih saat melihat Keira menangis, ia paham alasan gadis itu menangis hingga tersedu-sedu seperti itu, dan ia juga paham bahwa makna lagu itu menyentuh hingga ke hatinya yang terdalam. Tetapi, satu hal yang pasti, Adnan sama sekali tak bisa memahami perasaannya saat ini.

☘☘

Halimah berjalan mendekati Keira yang menangis di pelataran masjid itu, langkahnya pelan yang membuat Keira tak menyadari kedatangannya.

"Assalamualaikum, Keira." Salamnya dengan tangan mengelus rambut Keira penuh sayang.

Gadis yang merasa dipanggil segera mengangkat kepalanya, masih dengan berurai air mata, ia menatap wajah Halimah yang tengah tersenyum.

Keira menatap lama perempuan yang baru pertama kali ia temui itu, sedikit banyak wajahnya mirip dengan seseorang yang Keira kenal yaitu Maryam.

Apakah perempuan ini ibu dari Maryam?

Dan Adnan?

"Wa-alaikum-salam, u-stadzah." jawabnya pelan dengan tangan menghapus air matanya kasar.

Halimah tersenyum, dan mendudukkan dirinya disebelah Keira."Panggil saja umi, Keira."

Tak ada balasan dari Keira, dia hanya diam mendengarkan, "Saya senang sekali bisa bertemu dengan kamu sekarang, saya istri kiyai Hasan."

"Iya umi." Sahutnya pelan.

Halimah memegang tangan Keira yang saling bertautan dan mengangkat dagu gadis itu untuk menatapnya, "Jangan sering-sering menangis, nanti wajahmu tidak cantik lagi." Ucapnya dengan sedikit guyonan.

Gadis yang lebih muda itu menatap sepasang mata yang meneduhkan, kemudian tersenyum kecil, " Perasaan Keira sensitif akhir-akhir ini umi. Banyak hal yang menyadarkan Keira." Ucapnya pelan.

Halimah menatap Keira, gadis ini bahkan terlihat cantik walaupun wajahnya terlihat kacau. Mata dan hidungnya memerah karena tangis.

"Umi harap kamu tidak hanya larut dalam penyesalan, tapi berusaha memperbaikinya juga."

Keira menganggukkan kepalanya. Kini selain Annisa, Keira memiliki sosok ibu lainnya.

"Keira sedang usahakan umi."

Tidak ada yang bisa diungkapkan Halimah selain bersyukur kepada Allah. Sebentar lagi, Keira akan benar-benar menjadi wanita yang mengerti agama, yang akan selalu mengingat Tuhannya.

"Umi berarti ibunya ustadz Adnan dan Maryam ya?"

Perempuan dengan hijab panjang berwarna hijau muda itu tersenyum seraya menganggukkan kepalanya.

"Iya sayang, Maryam sering banget ceritain kamu, dia senang memiliki teman dekat sekarang."

Maryam terlalu baik menganggapnya teman dekat disaat mereka baru mengenal sekitar dua minggu ini. Keira sangat yakin, gadis muda itu akan menjadi idaman para lelaki saat usianya sudah bertambah dewasa.

Dengan tersenyum Keira menatap Halimah senang seperti melupakan kesedihan beberapa saat yang lalu, "Keira juga senang bisa dekat dengan Maryam mi, rasanya seperti memiliki adik, ditambah Maryam sering banget bantuin Keira untuk belajar wudhu, menghafal gerakan sholat dan bacaannya. Apalagi, Maryam juga cantik umi, pasti dia akan jadi rebutan para santri disini." kemudian Keira terkekeh pelan.

Halimah lebih bersyukur saat memiliki anak seperti Maryam dan Adnan, sungguh Allah Maha Baik.

"Menurut Maryam, Keira cantik sekali, mata coklat, kulit putih, alis tebal dan hidung mancung membuat kamu terlihat sempurna, dan Umi setuju dengan itu."

Keira tersipu malu, pipinya terasa panas saat mendengar pujian dari Halimah.

"Kalau menurut ustadz Adnan, Keira bagaimana umi?" Tanyanya malu-malu, dengan wajah merah seperti tomat.

Halimah menyaksikan semua itu, dimulai saat Keira merasa malu ketika dipuji, dan saat gadis itu menanyainya pendapat Adnan. Tetapi Halimah tidak mau memikirkan apapun yang akan terjadi nantinya, ia hanya akan menyerahkan semuanya kepada Allah.

"Adnan tidak pernah bercerita pada umi bagaimana anak umi itu menilai kamu nak."

Binar bahagia diwajah Keira langsung surut, padahal bukan jawaban seperti itu yang ingin ia dengar. Walaupun Keira tahu bahwa Adnan tidak akan pernah memandang dirinya lebih, tetapi pendapat Adnan selalu menjadi hal yang ia nantikan.

"Tapi umi yakin, walaupun Adnan tidak pernah bilang langsung pada umi, dia merasakan bahwa kamu sangat cantik sebagai wanita, Keira sayang."

Senyum lebar langsung terbit dari wajahnya yang beberapa menit lalu murung, rona merah kembali muncul dikedua pipinya yang putih bersih.

"Apalagi saat kamu berhijab." Tambah Halimah dengan senyum merekah.

Kalimat itu sukses membuat Keira mematung di tempatnya, seolah-olah waktu berhenti dikata terakhir yang terucap dari bibir perempuan setengah baya yang berada di depannya.

Benarkah?

☘☘

TBC

Assalamualaikum teman-teman
Jangan pernah bosan menemani Keira dalam setiap langkahnya ya :)

Dan,jangan lupa untuk vote dan comment karena itu membuatku semangat untuk terus menulis kelanjutan kisah mereka 💗

Love u,

Fitriani.

Guide to Jannah [END/REVISI]Where stories live. Discover now