"Duh... Gue harus gimana?!" Berguling di atas tempat tidur, Wina mengerang dan mengubur wajahnya pada bantal. Bagaimana mereka bisa satu kampus! Bahkan satu fakultas? Ya ampun, ini apaan? Lelucon semesta?!
Sedang mengasihani diri, dan mengubur dalam-dalam wajahnya pada bantal, Wina mendengar ponselnya berbunyi. Melantunkan lagu klasik dari Tchaikovsky, The Nutcracker. Wina meraba-raba mencari ponselnya, sebelum mengangkat panggilan telepon itu tanpa melihat layarnya. "Halo?" Ujarnya tak bersemangat.
"Winaaaa!" Suara melengking dari seberang telepon terdengar panik.
Wina menjauhkan ponselnya sesaat, sebelum akhirnya melihat layar dan mendapati nama Rifka di sana. "Santai, Rif. Kenapa?"
"Lu udah ngapalin lagu?"
Wina membalikan tubuh, menatap langit-langit kamar yang dipenuhi glow in the dark berbentuk bintang. Sesaat, dia ragu-ragu untuk menjawab. Bayangan Axel melintas di kepalanya, dan gadis itupun memejamkan mata. "Udah." Bisiknya lembut.
"Lagu apa? Gue bingung nih."
Ada dua lagu yang harus mereka hapalkan, pertama lagu daerah Indonesia dan ini tidak boleh sama lebih dari lima orang. Menurut Amanda sebagai kakak pembimbing, itu bertujuan agar para mahasiswa baru saling mengenal diluar kelompok mereka, jadi selain meningkatkan nasionalisme mereka dipaksa untuk berkomunikasi dengan lainnya untuk mencari tahu pilihan lagu masing-masing.
Siang tadi, Wina memastikan lagu pilihannya hanya dipilih oleh tiga orang, jadi dia sudah merasa yakin. "Burung Tantina dari Maluku." Ujarnya santai.
"Yang samaan berapa orang? Gue bisa pakai lagu itu juga gak?" Suara Rifka terdengar panik.
Wina menghela nafas, dia yakin pasti Rifka tadi tidak bertanya kesana-kemari. "Bisa, tadi gue tanya cuma ada tiga orang yang pakai lagu itu termasuk gue."
"Ya ampun syukur deh! Gue dari tadi bingung soalnya."
"Emang tadi siang gak nanya ke anak-anak yang lain?"
"Udah, tapi semua lagu yang gue tahu udah dipake semua. Gue kan gak banyak tahu lagu daerah." Rifka tertawa canggung.
Wina menghela nafas, ada baiknya juga para senior itu memberikan tugas ini. Setidaknya, mereka jadi bisa mengenal lagu-lagu daerah.
"Terus, lagu bahasa Inggris-nya lu pilih apa?"
Sejenak Wina terdiam. Ini adalah lagu kedua yang mereka harus hapalkan. Satu lagu berbahasa jurusan masing-masing. Kecuali anak komunikasi yang harus memilih lagu berbahasa Indonesia, karena Wina jurusan sastra Inggris, dia harus memilih lagu berbahasa Inggris. Sejak tugas itu di berikan, Wina sudah tahu mau memilih lagu apa. Hanya saja dia ragu, apakah itu pilihan yang tepat?
"Win?"
"Ya?"
"Kok diam? Lu milih lagu apa?"
"Hah?! Oh iya! Right here waiting for you."
***
Wina bersenandung, sementara dari headphone-nya mengalun petikan gitar dari sebuah lagu lama--lagu yang sering diputar ibunya di hari minggu ketika mood-nya sedang bagus-bagusnya. Tanpa kata, tanpa suara lainnya. Namun dia tahu, pemuda di sana mendengarnya. Sementara semakin lama, petikan gitar dari pemuda itu mengalun semakin lembut. Membuat Wina mengantuk dengan senyum menghias wajahnya.
Malam itu, Wina merasa begitu istimewa, merasa spesial, merasa begitu dekat. Meski dia tak mengenal pemuda ini, tapi entah sejak kapan dia merasa begitu senang bersamanya.
Dia tak menyesal membeli headphone-nya.
"Makasih ya."
Petikan itu terhenti, dan suara 'kresek-kresek' mengganggu sejenak, sebelum akhirnya Wina mendengar helaan nafas lembut milik pemuda di sisi satunya.
"Well, ini cuma permintaan maaf karena ngebuat lu nunggu gue online." Ujar pemuda itu malu.
Tapi Wina tersenyum, dan dia mulai menyanyikan lirik yang dimainkan pemuda itu sebelumnya. Dengan suara serak setengah mengantuk.
"Wherever you go
Whatever you do
I will be right here waiting for you
Whatever it takes
Or how my heart breaks
I will be right here waiting for you."
Lalu Wina menguap, dan sedetik kemudian pemuda yang belum pernah ditemuinya itupun tertawa. Membuat gadis itu malu, dan tak habis pikir dari mana dia punya keberanian untuk bernyanyi seperti itu. Bukan seperti Wina punya suara yang bagus juga. Ini benar-benar hanya seperti dorongan spontan.
"Thanks, karena udah mau nunggu. Hari ini benar-benar berat buat gue, tapi lu memperbaiki segalanya." Kata-kata itu terhenti sejenak, sebelum akhirnya berlanjut. Dengan suara yang jauh lebih halus, suara yang Wina sendiri tak yakin bahwa ternyata dia menyukainya. "Good nite, Wina Austria."
Wina mengulum bibirnya, menahan senyum. "You too, Axel Pranata."
YOU ARE READING
Clockwork Memory
RomanceNatasha Vienna (Wina), seorang mahasiswi baru yang tengah bersemangat menjalani awal kehidupan kampusnya. Bertekad untuk memiliki banyak teman dan berhubungan baik dengan para senior, bertemu dengan seorang ketua BEM yang menjadi idola satu fakultas...
Chapter 6
Start from the beginning
