"Gak mungkinlah, Rif! Gue bahkan gak yakin dia tahu gue. Apalagi sampe suka! Gak mungkin banget!" Ujar Wina gelagapan, lalu buru-buru kembali menyeruput minumannya.

Rifka tersenyum jahil menatap reaksi Wina, lalu sok acuh tak acuh kembali menyantap makan siangnya. "Ya udah, kalau gitu santai aja. Lagian kalau dipikir-pikir kan emang salah kita juga makanya di hukum. Terus, kalaupun emang Kak Axel beneran suka sama lu, kan bagus Win, dia ganteng." Rifka melirik Wina, mengedipkan sebelah matanya dalam niat berkonspirasi.

Tapi Wina menghela nafas, masalahnya dia pikir semua ini tidak akan sesederhana itu. Karena yang Wina curigai adalah, alih-alih suka Axel mungkin membencinya.

***

Wina memasukan ponsel kedalam kantong rok setelah membalas pesan dari Rifka yang tengah menunggu di ruangan yang tengah ditujunya. Lalu tatapannya memandang lorong yang kosong--atau itu semula yang dia pikir--hingga sedetik kemudian, langkah gadis itu terhenti. Di ujung lorong satunya, dengan tatapan yang terpaku pada map di tangan, Axel melangkah menunduk. Sesekali membetulkan letak kacamata yang bertengger di hidungnya. Kacamata yang baru kali ini Wina lihat dikenakan ketua BEM itu.

Dan jantung Wina pun seketika itu jatuh ke perutnya.

Mengapa hanya dengan satu kacamata bisa menimbulkan ilusi yang berbeda?

Menarik nafas panjang, Wina mengumpulkan keberaniann dan kembali melangkah. Tatapannya menatap lantai, tapi itu tak fokus. Sementara jantung yang berdetak semakin lama semakin cepat, menggedor-gedor dadanya hingga terasa sesak.

Kemudian mereka bersisian, dan Wina bisa menangkap aroma aftershave yang digunakan Axel bercampur dengan bau tembakau. Sementara pemuda itu terlalu fokus pada dokumen ditangannya hingga tak memperhatikan Wina dan melewatinya begitu saja.

Membasahi bibir, Wina beberbisik pelan. "Lordie..."

Langkah Axel terhenti, begitupula Wina. Gadis itu terkejut, dia pikir suaranya yang nyaris terdengar selembut desahan akan menghilang begitu saja di udara. Namun siapa yang menyangka di lorong yang begitu kosong dan sepi, suara itu jadi terdengar begitu jelas. Meskipun begitu, Wina tahu dia tak mungkin menariknya kembali.

Berbalik nyaris hampir bersamaan, tatapan pemuda itu mengunci Wina. Dari jarak tiga langkah, Wina membalas tatapan itu dan menelan ludah.

Mereka emang gak persis sama sih. Tapi itu kayaknya emang dia!

"Kakak, Lordie kan?" Inginnya Wina mengkonfrontasi dengan tegas, tapi kegugupan mengkhianatinya dan suaranya terdengar ragu.

Axel menolehkan kepala pada satu sisi, memandang Wina seakan dia binatang kecil yang hilang dan kebingungan. Itu membuat Wina salah tingkah.

Wina menyembunyikan kedua tangan di belakang punggung, meremas-remasnya dengan gugup. Satu kebiasaan yang dia lakukan setiap kali dia merasa cemas. "Um, kakak Lordie kan?" Ulangnya, semakin tak yakin. "Aku--aku Sugarplum. Kakak--ingat?"

Satu senyum timpang kemudian terukir. Axel melangkah mendekat, itu membuat Wina mundur secara reflek. Entah bagaimana, tapi rasanya aura Axel sekarang begitu mengancam. Pemuda itu terus melangkah, dan Wina terus mundur. Namun kaki panjang Axel jelas memberinya keuntungan, dua langkah Wina hanya ditempuh dalam satu langkah. Hingga akhirnya dia menggenggam salah satu pergelangan tangan gadis itu, dlan menahannya untuk tak kabur.

Untuk kedua kalinya, Wina merasa jantungnya jatuh. Kali ini berserak dilantai menjadi pecahan imajiner.

"Sugarplum..." Suara Axel terulur, seakan membelai udara.

Wina menelan ludah, tapi meskipun dia gugup tatapannya tak sanggup berpaling.

"Tentu aja gue ingat. Karena gue gak semudah itu buat ngelupain lu. Gue kan bukan lu, Sugarplum." Axel semakin mendekat, membunuh jarak. "Oh bukan, bukan Sugarplum. Bagi gue, lu masih Wina Austria."

Mata Wina melebar, terkejut sekaligus merasa tersindir. Jarak mereka tak terlalu jauh, dan Wina bisa melihat betapa hitam warna mata Axel. Sesuatu yang tak pernah dia sadari dulu.

Dia--berubah. Axel Pranata di depan gue, bukan orang yang gue kenal dulu.

----------------------------------------------------------------------

Hai kakak-kakak,...
Maaf aku baru kembali, setelah sekian purnama dan jutaan penantian *pede*.

Kali ini, aku ga mau ngomong panjang-panjang, cuma mau minta maaf kalau tulisan di atas aneh. Soalnya udah lama gak nulis, jadi kalau terlalu kaku bahasanya atau rasanya agak-agak gak nyambung antar paragraf, tolong maafkan. Semoga ke depannya bisa kembali lagi seperti tulisan-tulisan ku sebelumnya.

Jadi, semoga cerita ini masih bisa dinikmati. Dan doakan aku bisa up secara teratur. Sungguh, WB ini membunuhku! --"

Akhir kata, thanks untuk yang udah vote dan yang udah baca. Makasih juga untuk yang udah komen, aku sangat menanti-nantikan komen dari kalian sebagai penyemangat. Jadi, jangan malu untuk kritik dan saran ya....

Love you 3000....

Regards,
R. R. Putri


Nb:
Baru nonton Avengers Endgame  tadi sore (iya tau telat banget), sedih aku tuh! Sedih karena dikelilingi orang-orang yang gak ngerti humor di film itu :'( :'( :'(.
Dan sedih juga karena Natasha Romanoff dan Tony Stark mati... *Nangis kejer*

Clockwork MemoryWhere stories live. Discover now