49: KEBOHONGAN

1.1K 80 1
                                    

"Terkadang kita lupa bahwa mata juga berbicara. Meski kita berusaha sekuat mungkin menutupi pernyataan dengan lisan."

-Aldino Krastin Srendana-

r e p i t i e n d o

Setelah kejadian kemarin Melody memilih untuk tidur bersama Dian sementara sampai ia melupakan kejadian itu.

Semalam setelah ia tenang dan ingin berterimakasih pada Regan ia tidak lagi menemukan pria itu di depan butik milik mamanya. Melody mengambil ponselnya lalu melihat banyak notifikasi. Ia membiarkan itu lalu langsung menuju ke kamar mandi.

Tidak ada semangat seperti biasanya. Di pagi hari biasanya Melody akan bernyanyi di kamar mandi sampai ia puas. Tapi pagi ini yang terdengar hanya suara air yang ia habiskan untuk mandi.

Melody keluar dari kamar mandi. Disana ada Dian yang sedang meletakkan seragam dan perlengkapan sekolah Melody di tempat tidur. Melody langsung menghampiri Dian dan memeluknya.

"Mama..."

Dian kaget karena badan Melody yang masih basah. "Eh, kamu ini kenapa? Aduh masih basah ini. Pake baju dulu."

Melody melepaskan pelukannya. Dian menatap anaknya yang matanya bengkak. Setelah menangis semalam dan sampai ke rumah, anaknya langsung tidur. Ia tidak habis fikir ketika ada paket yang isinya seperti itu. Siapa yang mau menjahili anaknya dengan cara seperti ini? Pikiran-pikiran itu terus membuat nalurinya sebagai ibu sangat khawatir.

"Udah jangan takut lagi, ya. Kamar kamu udah seratus persen bersih. Mama janji gak bakalan kepencet lagi hapenya. Kamu abaikan aja orang yang ngirim. Mungkin dia cuma iseng."

Melody memberi jari kelingkingnya kepada Dian. "Mama janji ya gak bakal kepencet mode pesawat lagi? Janji ya bakalan selalu aktif nomornya."

Dian tersenyum lalu menautkan kelingkingnya ke kelingking Melody. "Mama janji. Kalo perlu nanti mama hapus fitur mode pesawat di handphone mama. Udah kamu siap-siap ya. Hari ini mama yang anter."

Setelah itu Dian keluar. Melody langsung menyiapkan dirinya untuk ke sekolah. Ditatap dirinya di pantulan kaca. Matanya sedikit bengkak. Sudah jelas ini karena semalam ia menangis.

Saat akan memakai bedak di wajahnya Melody baru tersadar. Di lengan kanannya terdapat luka garis-garis. Ia pun spontan langsung melihat lututnya. Melody menghela nafasnya lalu mengambil plester di tas sekolahnya.

Plester bermotif ice bear itu membuat Melody tersenyum. Setidaknya plester ini akhirnya berguna untuk dirinya sendiri.

Tiba-tiba ia teringat akan Aldi. Ia langsung mengambil ponselnya lalu melihat line yang ia kirim semalam. Aldi belum membaca line itu.

Semalam jelas sekali Melody melihat bahwa Aldi sedang memainkan ponselnya. Ponsel milik pria itu selalu berada di dekatnya. Tapi kenapa ia tidak sempat membaca line dari Melody. Jika alasannya tidak dengar, pasti beberapa panggilan Melody membuat ponselnya berdering. Tapi kenapa untuk sekedar merespon semua panggilan dan pesan darinya Aldi tidak bisa.

Ah, apa yang Melody harapkan sekarang. Ia harus jadi gadis mandiri. Lagipula yang harus diurusi Aldi kan bukan cuma dirinya. Ia tidak boleh seperti ini. Ia tidak boleh mengekang Aldi terlalu jauh.

Kini Melody berada di depan rumahnya dan enggan naik ke mobil meski Dian berkali-kali menyuruhnya. Ia takut kalau Aldi menjemput dan ia tidak ada di rumah. Ia tidak mau membuat Aldi menunggu karenanya. Biasanya dari sepuluh menit lalu Aldi sudah sampai ke rumah untuk menjemputnya. Mungkin saja pria itu sedikit telat hari ini.

BBS [1] Repitiendo [COMPLETED]Kde žijí příběhy. Začni objevovat