45: PERASAAN LAIN

1.3K 92 5
                                    

Sejenak tatapannya berhenti menatap langit langit di kamarnya. Gelap menyelimuti dirinya. Bahkan stiker stiker bintang yang harusnya membuat cerah kamarnya tidak lagi menarik untuk dilihat. Ia memejamkan matanya dengan tenaga. Tanpa sadar satu bulir air mata keluar dari sudut mata kirinya.

Regan membuka matanya dengan cepat. Ia sudah tidak kuat berada dalam kekangan. Rumah megah ini berisi kesepian. Tidak ada tawa yang disediakan untuk nya. Kebahagiaan seolah lenyap hilang ditelan sibuk nya pebisinis dirumah ini.

Tak jarang Regan membuat party atau mengundang anak-anak SoD untuk membuat rumahnya lebih bersuara. Menghidupi musik keras-keras sampai tengah malam. Membiarkan bungkus makanan dan puntungan rokok sengaja berserakan di setiap ruangan di rumahnya. Semuanya dia lakukan demi mendapat perhatian kedua orang tuanya. Namun yang terjadi ketika ia melakukan itu, semuanya akan bersih di keesokan harinya. Ia punya banyak pembantu di rumah.

Regan menghidupkan lampu di kamarnya. Dibukanya jendela kamar lalu tampak pemandangan ibu kota dari atas sini. Hari ini sebenarnya hari dimana ia pulang setelah sekian lama meninggalkan rumah ini. Selama ini Regan tinggal di apartemen yang berstatus milik orang tuanya. Menurutnya lebih baik ia hidup dan bersosialisasi disana. Setidaknya walau hidup sendiri, ia bisa terbiasa dengan sepi. Tidak dengan keadaan rumah yang ramai, namun hening.

Tiba-tiba sebuah wajah terlintas di fikiran nya. Wajah kacau dan pucat seorang gadis yang semalam ia selamatkan. Regan merutuki dirinya. Seharusnya ia tidak ikut campur dengan urusan milik Aldi. Ia bisa saja membiarkan Melody kesusahan di kolam. Dengan itu ia bisa melihat Aldi tersiksa hanya karena seorang gadis. Tapi rasanya semalam badannya sangat ringan untuk melompat ke kolam renang.

"Emangnya masih ada orang kayak gitu."

Biarlah Regan berpendapat bahwa Melody cewek naif dan munafik. Tapi yang ia lihat semalam benar adanya bahwa Melody sangat khawatir terhadap keselamatan Valerie.

"Sialan." Regan mengumpat lalu mengambil kunci motornya di meja.

Entah mengapa ada bagian yang tersentil dalam dirinya saat melihat orang baik.

r e p i t i e n d o

Fikiran Aldi sama sekali tidak fokus karena kejadian semalam. Ia bahkan tidak sadar sampai sekarang bahwa semalam yang butuh pertolongan bukan hanya Valerie. Ia tidak mengerti kenapa tubuhnya menuntut untuk menyelamatkan Valerie lebih dahulu padahal ia melihat Melody di sana sedang berada di pangkuan Regan.

"Kamu semalem sempet dikasih nafas buatan sama Regan?" tanya Aldi.

Melody yang fokus kepada buku di depannya menoleh heran. "Hah? Ngomong apa barusan?"

"Enggak jadi." Aldi lanjut menulis.

Melody terkekeh. Dia jelas mendengar pertanyaan Aldi walau agak samar-samar karena fokusnya terbagi. "Aku boleh jumpa sama Regan gak?" tanya Melody.

Mendengar itu Aldi sedikit terkejut. Namun ia berusaha menetralkan ekspresinya. Tanpa melihat Melody ia bertanya, "Buat?"

"Ngucapin terimakasih karena udah bantu aku naik semalem. Gak tau deh kalo dia gak ada semalem aku bakal gimana." jawab Melody sambil tersenyum.

Entah mengapa Aldi berfikir bahwa jawaban Melody barusan seperti tertuju ke arahnya. Ia menerjemahkan perkataan Melody seperti gadis itu berkata bahwa untung saja Regan mau menolongnya. Karena saat itu Aldi sedang sibuk menolong Valerie.

"Maaf ya."

Mendengar itu Melody sedikit terkekeh dalam hati. Memang benar maksud lain dari Melody selain ingin berterimakasih ia juga ingin menyindir Aldi sedikit. Walau perbuatan Aldi semalam termasuk perbuatan baik tetapi tetap saja ada bagian dari diri Melody yang tidak ikut senang.

BBS [1] Repitiendo [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant