"Tingkah lo emang selalu aneh kayak gini ya?" tanya Thea skiptis.

Bintang memasang wajah cengo mendapat pertanyaan yang sama sekali tidak bisa dicerna otaknya. Tapi ketika Bintang hendak menjawab, Thea langsung mematahkan niatnya.

"Gak usah dijawab, gue suka lo yang konyol. Tapi janji ya jangan sampe lo mati konyol juga." Thea tertawa sendiri.

"Te ... Thea, Thea, Thea," seru Bintang dengan nada yang ia ubah seberti nyanyian.

Thea memicing, sebelah alisnya terangkat. "Udah kaya bayi yang minta dikasih susu."

"Te, mau ya jadi ...," ucap Bintang menggantung, membuat Thea jadi tidak tenang. Thea takut kalau kata berikutnya adalah pacar, ia belum siap. Belum siap kalau nanti ia bilang tidak Bintang akan menjauh. Kalu enggak bisa jadi alasan bahagia, setidaknya tidak perlu melukiskan luka. Thea takut, ia hanya akan menjadi alasan terlukanya seorang Bintang.

"Thea, mau ya jadi ppfftt ...." Kedua Tangan Thea membekap mulut Bintang sampai ke hidung-hidungnya.

Mata Thea memejam, rasanya ia ingin jadi tuli sesaat, supaya tidak bisa dengar kata selanjutnya.

"Maaf, gue kentut." Sembari membuka matanya, Thea menggigit bibir bawahnya. Tangannya perlahan beranjak dari sana.

Bintang terkikik sejenak, "Mau ya Te, jadi temen gue."

Temen? Dia bilang temen? Hah gak salah denger nih gue?

"Dari kecil gue gak pernah punya temen, sampai akhirnya gue ketemu Rio. Lo tau, gue sebenernya udah liat lo dari dulu, tapi gue belum bisa ngajak orang bicara duluan. Gue nyaman deket sama lo Te, meskipun lo galaknya ngalahin Mami gue," jelas Bintang panjang lebar membuat Thea mengerutkan dahinya.

"Emang sesulit itu ya jadiin seseorang buat jadi temen lo? Gue itu tipe orang yang kalo udah sama-sama kenal nama berarti gue anggap itu temen gue, Kakak Bintang," ujar Thea menirukan panggilan ketiga temannya ketika memanggil Bintang.

Bintang salah tingkah, "Jadi sekarang kita temen ya Te?"

Thea berdiri, lalu menghampiri sepedanya yang terkapar di tanah. Sembari menunda sepedanya, Thea menoleh ke Bintang dengan seulas senyuman. "Iya."

Thea duduk di dudukkan boncengan, membuat Bintang kalang kabut. Bagaimana ini?

"Lo gak mungkin biarin temen lo yang lagi sakit ini ngayuh sepeda dan boncengin lo lagi kan?"

Bintang mengangguk tanpa menjawab.

"Yaudah, lo tuntun sepedanya, gue duduk di sini. Ya, ya, ya." Thea memasang poppy eyes.

***

"Ayam-ayam apa yang gak bisa disembelih?"

Sembari menahan tawa,Thea menggigit-gigiti kuku jemarinya. Kini otaknya sedang bekerja eksra untuk menemukan jawaban dari pertanyaan Adrian.

"Te, jawab dong. Lumutan nih gue," protes Adrian dari seberang sana. Terdengar jelas di telinga Thea kalau Adrian mengembuskan napasnya kasar.

"Emm ... ayam geprek kali," terka Thea sedikit frustasi karena otaknya buntu.

Adrian tertawa keras, Thea hanya menggigit bibir dalamnya. Senang rasanya mendengar suara tawa dari seseorang yang disayangi.

"Kalo laper makan makanya." Adrian kembali melanjutkan tawanya yang belum selesai. "Mau tau jawabannya gak?"

Meski sadar Adrian tidak akan mengetahui segala tindakannya, Thea tetap mengangguk-angguk antusias.

"Apaan tuh?" tanyanya tak sabaran.

THEA Where stories live. Discover now