"Marah? Marah kenapa? Karena kata-kata lo yang nuntun gue supaya peka kalo kita lagi berjarak?" jawab Adrian tepat sasaran. Tak pernah Thea duga kalau Adrian sepeka itu untuk ukuran cowok yang tergolong sangat remaja. Padahal Bintang saja tidak begitu.

"Thea, lo cinta kan sama Adrian?"

Thea merutuki kegilaan yang Ayu lakukan, kenapa disaat seperti ini si Ayu dengan lantangnya bertanya soal perasaannya. Dalam hati Thea berdoa semoga Adrian tidak mendengar kalimat buka kartu yang dilontarkan Ayu.

"Yan, itu semua gak bener kok. Mereka bohong, mereka gak tau apa-apa sebenernya," kata Thea mencoba mengelak perasaannya sendiri.

"Gak papa, gue tau lo gak sayang sama gue kan?"

Adrian memutuskan sambungannya secara sepihak. Hal ini tentu membuat Thea jadi uring-uringan. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa sekarang. Padahal tadi ia hanya berusaha menjaga keadaan demi menyelamatkan pertemanan. Thea tidak mau kalau perasaannya ia uturakan semuanya akan berubah. Tapi kenapa Adrian malah membalas sebaliknya?

Apa Adrian suka sama gue? Kalo iya kenapa gak bilang? Apa lagi nunggu waktu yang tepat ya?

"Eh ngantin yuk, laper nih gue," ajak Yuni sambil mengelus-elus perutnya.

Beberapa menit tenggelam dalam pikiran, Thea terlonjak kaget manakala Yuni menimpuk kepalanya pelan. "Ayo! Lo ngelamun mulu kerjaannya, heran."

Tanpa berniat membalas ucapan Yuni, Thea hanya bangkit dan langsung mengekori ketiga sahabatnya.

"Te, lo pacaran aja sama Adrian. Kan lumayan kita bisa nge-date bareng nanti," anjur Isna yang berada di sebelah kiri Thea.

Thea terkesima, perkataan Isna benar-benar membuatnya tergiur. Membayangkan bagaimana nanti tangan Adrian mengelus puncak kepalanya, ngelawak di depan matanya. Kini tumbuh keingan Thea untuk bertemu Adrian. Penasaran bagaimana rupa aslinya.

"Iya, gue juga pengin sih Na. Tapi masa gue nembak cowok kan horor jadinya," keluh Thea dengan intonasi penuh kesedihan.

"Tapi lo suka kan sama Adrian?"

Mendadak Thea menghentikan langkahnya, otaknya menerawang pertanyaan sentimen Isna. "Iya. Iya gue sayang sama Adrian."

Isna tersenyum penuh gembira, tapi tak lama. Entah kenapa ia merasa Adrian bukan orang yang tepat. Lama mengenal Adrian membuat Isna paham soal satu hal, Adrian cowok yang ramah, yang sikapnya sulit diterjemah. Takutnya apa yang selama ini Thea anggap itu perhatian, ternyata malah kebiasaan Adrian.

"Eh ada rame-rame apa tuh," seru Yuni heboh saat melihat lorong kelas yang bersebrangan. Buru-buru Thea menengok ke arah lorong kelas sebelas Ips itu.

Kelewat penasaran Ayu berjalan mendekat, bukannya mencekal Yuni malah ikut-ikutan.

"Ayu, ngapain?" omel Thea mencoba mencegat.

"Kepo gue Te, ayo lah nonton hiburan gratis kayak gini. Sekali-sekali Te," ucap Ayu tak henti-hentinya menghasut Thea.

"Ngaku kamu! Kamu nyontek ke siapa?"

"Mentang-mentang anak orang kaya kelakuan gak dijaga, seenaknya sendiri. Nyontek di google kan?"

Keinginan tak mau ikut campur mendadak luntur saat ucapan guru laki-laki itu menggema. Sekarang ketiga temannya sudah menjadi bagian dari kerumunan itu. Thea meleguh napas berat, sepasang kakinya akhirnya melangkah mendekati kerumunan itu.

"Bintang!" hardik Pak Topo di depan matanya. Jujur saja Thea sempat kaget akibat teriakannya. Pandangan Thea langsung beralih pada cowok tinggi yang sedang menundukkan kepalanya.

THEA Where stories live. Discover now