Hujan 49 | ☔💧

522 34 0
                                    



"Sekarang aku tau, disetiap pertemuan sudah pasti ada sebuah perpisahan"
_Hujan Nandira.













"Pa, ya kali kita menikah? Papa, Hujan kan sudah menjadi adik Reza. Mana mungkin kami menikah?", kak Reza merasa sok.

"Iya pa, Hujan mana mungkin bisa jatuh cinta sama kak Reza. Papa please jangan lakuin itu", rengekku.

Seketika papa meletakkan korannya dan tertawa.
Aneh!
"Papa cuma bercanda", balas papa tanpa dosa.

"Papa!", teriak kami berdua.

"Mana mungkin papa lakuin itu, papa juga bisa berpikir waras", ucap papa sembari terkekeh.

"Jadi? Papa mau bilang apa?", tanyaku yang sudah mencapai batas ke kepoan.

"Jadi begini, kita pindah dari sini", terang papa yang saat itu membuatku heran dan terkejut.

Pindah? Bagaimana bisa ? Aku akan meninggalkan mama dan ayah? Meninggalkan Afero?

Sebentar, ini pindah rumah atau pindah warga kenegaraan?

"Pa, pindahnya ke Bandung bagian mana? Papa beli rumah di puncak?", tanyaku berbilit-bilit.

"Bukan, pindah ke Korea", jawab santai papa.

"What?", seruku penuh penegasan.

Korea? Jauh sekali. Bahasa Korea aja gak bisa, mau pindah kesana. Seketika mungkin disana aku bakal jadi orang bisu.

"Papa, sudah pasti Hujan bakal nolak. Dia gak mau jauh dari Afero", tuduh kak Reza.

"Nggak, aku harus fine-fine aja didepan kak Reza juga papa. Pokoknya apapun keputusan mereka, aku harus setuju. Semua kan sudah diatur papa dalam keluarga ini. Jika aku menolaknya, aku tidak enak. Mereka telah amat baik", pikirku dalam hati menetralkan pikiran yang masih heran.

"Apaan sih kak? Afero itu bukan siapa-siapanya Hujan", cetusku merasa malu karena takut kesalahpahaman oleh papa nantinya.

"Terus bagaimana Hujan? Kamu mau?", tanya papa lagi.

"Haduh, tenang Hujan. Papa ngelakuin ini semua karena papa sayang sama Hujan", batinku kembali.

"Pa, kalau Hujan kangen sama mama gimana?", tanyaku secara perlahan.

"Papa di Korea itu ada project perusahaan yang amat besar keuntungannya. Reza pengen move on dari tunangannya, Reza juga pengen ngelanjutin kuliah disana", terang papa yang melenceng dari pertanyaanku.

"Kak Reza kenapa gak nerusin jurusan musik aja? Kan tinggal beberapa tahun lagi, terus wisuda? Gak sayang napa?", tanyaku.

"Sekarang aku sadar, bahwa musik itu hanya sampingan sebagai kelebihan. Dan musik itu peluangnya sedikit karena banyak persaingan", terang Kak Reza.

"Terus kak Reza bakal keluar??", tanyaku.

"Iya, keluar. Kak Reza bakal ke Korea", semangat kak Reza penuh yakin.

Lalu mengapa aku tak bisa yakin dan bersungguh-sungguh untuk menuruti kemauan papa?

"Kami semua pasti bakal kangen mama, gak usah ditanya lagi. Setiap detik, bayangan dan kenangan mama selalu terbayang. Di rumah ini, semuanya tentang mama. Papa jadi selalu rindu jika berada disini, papa selalu gak ikhlas jika mama secepat itu pergi", curhat papa.

"Papa harus janji sama Hujan. Jika kita semua bakal kembali ke sini. Rumah ini gak boleh di jual. Papa harus janji kita semua selalu berkunjung untuk ke makam mama?", ucapku dengan suara serak.

Hujan Januari (COMPLETED)Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum