Hujan 44 | ☔💧

484 30 4
                                    

"Iya aku ini bodoh, penakut, cengeng, lemah"
_Hujan Nandira.

"Hujan itu gak lemah, jika Hujan lemah. Ada Afero yang kuat untuk berusaha menghapus kelemahan itu"
_Afero Aditama.



Sebuah mobil merak mentalik berhenti didepan motor kami. Seketika Afero mendadak mengerem, dan membuat helmku terbentur dengan helm milik Afero.

"Siapa Fer?" tanyaku bingung.

"Gak tau, tapi dari plat mobilnya kayak pernah lihat" ucap Afero sembari memandangiku.

Dari mobil itu turun seorang komplotan preman. Ada empat preman, sungguh ini membuat jantungku berdebar amat kencang.
"Fer kayaknya kita bakal kena rampok deh?" ucapku membisiki Afero.

"Kamu tenang aja" pelan Afero.

"Fer, gas aja deh motormu. Kita pergi sekarang juga dari sini" suruhku sembari menarik-narik jaket milik Afero.

"Kalau kita pergi tandanya pengecut, aku bisa kok hadapi ini semua. Yang penting tenang dan jangan panik" terang Afero panjang lebar, namun tak membuatku rileks.

Kami berdua pun turun dari motor, aku menepi. Namun kedua preman justru dengan gesit menarik tanganku, hingga nyaris membuatku pingsan sebab ketakutan. Sementara Afero di kepung dua preman.

Ya ampun, semalem ngimpi apa aku ini?

Dua preman ini begitu lekat mengenggam tanganku. Berkali-kali aku elak, namun tak bisa.
"Lepasin dia, beraninya sama cewek. Banci kalian" celoteh Afero dengan memberikan sikap kuda-kuda kepada preman yang sedari tadi berada disampingku.
Tanpa dijawab, preman itu melepaskan genggaman. Mereka beradu berantem, aku yang melihatnya hanya bisa melongo. Karena kehabisan akal apapun lagi.
Mereka semua jatuh tersungkur di jalanan. Namun sebelum preman itu masuk dari mobilnya, dia mengatakan.
"Hujan, keluar dari rumah milik Reza. Atau kalau tidak, bakal ada bahaya lagi yang lebih parah dari ini!" tegas salah satu preman dengan muka geramnya. Aku yang mendengarnya, seketika diam membisu.

Maksud mereka apa?
Mereka siapa?

"Udahlah Hujan gak usah dengerin, ayo kita segera ke sekolahan. Sebelum gerbang sekolah tertutup" ajak Afero sembari menarik tanganku.

Aku pun menuruti Afero, kami berdua pun segera naik sepeda motor dan berangkat ke sekolahan.

Sesampai di depan gerbang sekolahan, ternyata benar dugaanku.
Kami berdua terlambat, gerbang pun sudah terkunci. Pak satpam yang melihat keadaan kami pun segera keluar dari pos jaganya.
"Den Afero tumben terlambat, ada apa?" tanya pak satpam itu.

"Oh tadi ada masalah sedikit pak, pak izinkan kami berdua masuk pak. Kami sudah jauh-jauh datang kesini pak" cerca Afero penuh iba.

"Hmm"

"Iya pak, Hujan janji besok gak bakal terlambat sekolah" sahutku.

"Please pak, pak satpam kan baik sama Afero. Masa Afero terlambat dikit gak mau bukain gerbang" tambah Afero memasang raut wajah sedih.

"Hmm yasudah kalian saya izinkan, tapi nanti kalian harus segera masuk kelas" tegas pak satpam yang kalimat itu seketika membuat kami berdua tersenyum sumringah.

Motor pun dibawa masuk ke dalam halaman sekolah, karena parkiran sudah penuh. Alhasil motor Afero terpakir dihalaman, disana tidak hanya ada motor milik Afero. Namun masih banyak  motor lainnya.

Setelah  memarkirkan motor, kami pun segera berlari menuju kelas.
Bu guru Ester kali ini yang sudah ready di kelas kami. Sudah dipastikan kami berdua akan di hukum. Lagi pula bu Ester tidak akan pernah bosan memberi hukuman kepada kami.

Hujan Januari (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang