Hujan 47 | ☔💧

488 35 4
                                    

"Sampai sekarang aku masih bertanya, bagaimana cowok mengungkapkan rasa kesedihannya?"
_Afero Aditama.



Dengan cepat seseorang berjubah hitam itu melepas jubahnya. Hingga sekarang yang terlihat sebuah wanita memakai celana pendek dengan baju ketat polos tanpa lengan. Rambutnya panjang, wajahnya terlihat dan nyaris membuat mataku terbuka sempurna.

Hah! Kamu!

"Kamu?" teriakku terkejut.

"Iya aku, kenapa? Kaget? Gak nyangka? Oh mau bilang sama Reza iya? Bilang sana, Reza itu sudah berubah semenjak kehadiranmu. Mungkin Reza suka kamu, dia lebih milih kamu dibanding aku. Heh, siapa yang kenal dulu? Aku. Aku pacarnya, aku tunangannya. Kamu? Kamu orang baru dan asing. Reza itu kamu apakan sih sampai berubah begitu? Hah jawab!" celoteh panjang kak Talila sembari memasang wajah  masam.

"Reza itu berubah jauh jadi orang yang baik, gak seperti kamu kak. Kenapa kak, kakak lakuin ini semua ke aku. Aku adiknya, aku gak jatuh cinta sama Reza. Reza sudah kuanggap kakak aku" teriakku.

"Reza itu sayang sama kak Talila, lalu untuk apa kak Talila posesif sama aku. Aku bukan penghancur hubungan kalian, kak Talila aja yang berpikir negatif" cetusku.

"Aku ? Salahin terus. Reza tiap hari cuma nyalahin aku dan kamu bakal ikutan juga? Iya?" tuding Talila.

"Udahlah pokoknya jika detik ini juga kamu tidak mengatakan kepadaku,  kau akan mati Hujan" ancam kak Talila.

"Mati? Kematian itu bukan ditangan kak Talila tapi ditangan Tuhan. Lagi pula mengatakan apa?" songongku.

Seketika dagu ku ditariknya,
"Hah? Jadi Hujan bisa belagu kayak gini. Pokoknya detik ini kamu harus pergi jauh. Jangan pernah deketin Reza dan papanya. Ayo ngomong kayak gitu" suruh kak Talila dengan mata melotot.

"Aku tidak akan pergi, mereka keluargaku. Sekali pun kak Talila ancam aku apapun" tegasku .

"Oh jadi selama ini kurang segala apa yang telah aku peringatkan ke kamu?" teriak kak Talila.

"Peringatan?"

"Iya, aku yang suruh preman buat hajar kamu. Tapi apa? Kamu ditolongin sama Afero, aku yang nyuruh Keysa buat tulis tulisan di toilet biar kamu jera. Tapi apa? Zonk. Aku juga yang kasih kiriman ular, pengen sih. Kamu buruan pergi di rumah, tapi itu gagal. Dan ....." ucap kak Talila penuh penekanan.

"Dan apa kak?"

"Dan hari ini detik ini, aku gak akan biarin siapapun buat nolongin kamu. Heh, gak ada orang yang tau kamu ada di sini. Jadi bebas, aku bakal ngelakuin apa aja" ucap songong dan penuh kebanggaan kak Talila.

"Gak usah sok berani, Takut ya tetep takut. Mana janji mu sama mama mu, katanya mau sukses dulu? Toh hari ini juga, namamu bakal berakhir di sini. Apapun yang aku omongin itu bukan hanya ancaman, tapi kenyataan" ucap kak Talila sembari menarik rambutku.

"Satu, satu permintaanku. Yang segalanya berubah. Bakal merubah, kamu pergi dari rumah, ninggalin papa dan ninggalin Reza. Itu aja, aku gak bakal bunuh kamu"  penegasan kak Talila terulang kembali.

"Please kak, kakak tuh kenapa sih jadi kaya gini?"  tanyaku bingung.

"Sudah berapa kali aku bilang, ini semua karenamu. Kalau kamu gak ada dikehidupan Reza, semuanya gak kan kaya gini. Sudahlah banyak waktu yang lebih berharga dibanding ngobrol sama kamu" sebal kak Talila sembari mendorong dahiku.

"Afero, Reza dimana kalian? Aku takut, jika kak Talila tidak berpura-pura dengan ini semua" gusarku dalam hati.

Kak Talila lagi-lagi memperlihatkan pisau tajam itu. Membuatku sedikit takut jika kak Talila tak bisa mengendalikan dirinya.
Pisau itu semakin dekat dileherku, remang kulitku menjadi merinding.

Hujan Januari (COMPLETED)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ