Hujan 41 | ☔💧

543 36 0
                                    


"Sekarang aku tau artinya rindu. Sekarang aku paham arti jarak dan pentingnya waktu"
_Hujan Nandira

" Seseorang hadir di bumi ini karena atas kelahiran dan pergi karena kematian. Dan percayalah, semuanya akan merasakan"
_Afero Aditama

Siang ini seusai dari pemakaman mama, aku duduk di pinggiran kolam renang. Kaki kumasukan ke kolam renang, sesekali aku menendang-nendang air.
Mencoba menenangkan pikiranku yang masih berkabung atas kepergian mama.
Entah sampai kapan aku seperti ini, tak ada semangat sama sekali untuk melanjutkan hidup.
Sementara di ruang tamu sana, terlihat ramai sekali keluarga dari papa yang turut ke rumah untuk menjenguk papa dan berduka cita atas meninggalnya mama.
Sedangkan Reza entah dirinya sedang berada dimana.

"Ma baru aja kemarin kita seneng-seneng, tertawa bareng. Dan gak nyangka waktu memisahkan kita begitu cepat" ungkapku di iringi tawa garing.

"Untuk apa kita ke rumah ini? Jika mama tidak berada disini? Hujan takut ma, Hujan gak punya siapa-siapa. Padahal Hujan berharap bisa bersama Ayah sama mama hingga Hujan benar-benar dewasa nanti. Hujan pengen bahagia in mama, membalas jasa mama yang amat sangat banyak. Namun, sekarang ? Aku sendiri" celotehku lirih.

Tiba-tiba Afero datang, dengan cepat aku mendongakkan kepalaku.
"Tenang kamu gak sendiri, kan aku sudah bilang. Aku akan selalu ada disampingmu" kata Afero sembari tersenyum.

Aku hanya bisa membalasnya dengan sebuah senyuman. Entah senyuman ini adalah senyuman palsu atau senyuman tulus yang kuberikan kepada Afero.
"Mama mu disana akan tenang, dia akan bahagia jika anaknya tumbuh dewasa. Menjadi wanita yang kuat dan sabar, pasti mamamu akan bahagia" cerca Afero dengan memegang pundakku.

"Menangis?  Apa bisa mengembalikan semuanya? Mamamu tak akan bisa kembali lagi, bukan? Seharusnya yang sekarang kamu lakuin itu, berdo'a. Karena hanya do'a dari seorang anak, mamamu disana akan diberikan jalan yang terbaik" tutur Afero dengan wajah penuh tulus.

Aku tertawa kikuk,
"Hiihii.. Iya, dasar aku ini bodoh. Bocah, emang bocah. Seharusnya aku bisa ikhlas, seharusnya aku tidak larut dalam tangisan terus menerus" komat-kamitku.

"Hujan, senyum. Karena dengan senyummu, dunia ini akan semakin indah. Di matamu ada pelangi, bukan hujan air mata" hibur Afero.

Seketika aku ingin tersenyum malu, mungkin pipiku sedang mengembang berwarna merah.
Huh Dasar Cowok Gombal!

"Udah mandi?" cela Afero melenceng dari topik pembicaraan.

"Hhhe, belum" tertawa mrenges seakan tak ada rasa jaim pun.

"Pantas saja"

"Pantas kenapa?"

"Bau asam"

"Yeh, biar" jawab sungutku.

"Btw, aku tadi anu" ucapku penuh teka-teki.

"Anu apa?" Afero merasa kepo.

"Praktikum Asam dan basa. Mungkin bau basanya hilang. Yang asam masih tersisa" tuturku sok ilmiah.

"Gak nyambung" ledek Afero.

Aku hanya tersenyum sengit, mata kusipitkan penuh amarah.
Afero memang seperti itu, memiliki sifat romantis yang hanya bertahan beberapa detik saja.

"Oke fiks mandi" tegasku.

"Nah gitu, ntar kalau mandi jangan lupa sabunan"  ucap Afero logis.

"Yaiyalah, emang dikira mandi bebek gak pakek sabun" mendengus sebal olehku.

Hujan Januari (COMPLETED)Where stories live. Discover now