Hujan 37| ☔💧

600 38 0
                                    

"kita berangkat bersama, pulang ya bersama"
_Afero Aditama

"Aku tau bagaimana perasaan cewek, karena aku cewek"
_Hujan Nandira

Suasana Bandung kali ini terasa amat sejuk, lebih sejuk dibanding berada di rumahku. Pepohonan yang amat asri dan baground berwarna green. Cukup membuat tentram hati ini.
Aku berdiri tegap memandang perbukitan. Perbukitan berselimut kabut biru. Semilir angin terkadang menusuk remang kulitku ini. Tetesan embun masih nyaman melekat di permukaan dedaunan.
Seseorang tengah melangkahkan kaki mendekatiku. Bau parfum khas milik Afero mulai terasa diindra hidungku.
"Hujan" panggil Afero dengan suara khas handalannya.

"Apa?" balasku.

"Aku mau tanya" singkat Afero.

"Soal apa?" tanyaku kembali.

"Sebenarnya aku....." belum sempat mengatakan kata sepatah kata. Namun panggilan Bu Rita membuyarkan perbincangan kami.
Aku dan Afero segera mendekati lapangan camping. Di sana teman-teman sudah berkumpul, berbaris secara rapi.
Aku berjalan cepat dan menyelip-nyelip masuk barisan.
Sementara Afero tinggal berdiri dibelakang barisan. Karena dia juga termasuk bagian panitia camping.
Kali ini acara menjelajah alam akan dimulai. Karena segala peserta camping adalah kelas sebelas. Maka penjelajahan alam dilakukan per kelas.
Dan semoga kelasku yang akan menang, amin.

Afero yakni selaku ketua kelas, maka dia berjalan dibarisan depan. Sebagai pemimpin penjelajahan alam dari kelasku.
Aku berjalan iringan dengan Siska.
Terkadang aku lebih melampiaskan rasa lelahku dengan bercakap-cakap yang super absurd bersama Siska.
Dan sampai akhirnya Afero berjalan kebelakang, mendekatiku.
"Gimana tuan puteri? Lelah tidak?" tanya Afero yang membuat telinga orang yang mendengarnya merasa terganggu.

"Kamu ngajak ngomong sama siapa?" mencoba bertanya memastikan.

"Sama kamu" singkat Afero dengan memperlihatkan wajah cool.

"Namaku Hujan bukan Tuan Puteri" ketusku dengan wajah datar.

"Tapi bagi diriku, Kamu Tuan Puteriku" tegasnya hingga membuat sorakan kata cie dari teman-teman menggema.

Aku hanya bisa melambaikan kedua tangan. Dan mengatakan kata tidak yang cukup keras.
Namun teman-teman masih saja bersiul senang.

"Udahlah Fer, kamu kedepan sana. Ngapain di sini?" elakku risih.

"Mau nemenin kamu" bisik Afero didekat telingaku.

Tanpa basa-basi lagi aku segera menyikut kepalanya.
Namun tetap saja dia berjalan didekatku. Aku hanya bisa diam tak bisa berucap apapun.

Hingga akhirnya aku memilih untuk diam, dibanding harus menanggapi Afero yang nantinya hanya dapat lontaran kata cie.

Sudah melangkahkan kaki yang cukup banyak, namun belum juga menemukan pos.
"Eh Fer mana pos 1? Kok belum kelihatan?" tanya seorang cowok bernama Reyhan.

"Tidak mungkin" keras Afero.

"Jangan bilang kita salah jalan?" tebak Siska penuh penekanan.

"Wah ini gara-gara Afero terlalu fokus mikirin Hujan" keluh Bianca penuh penuduhan.

"Apa seperti di film-film bergenre horor, ada kelas lain yang menukar tanda panah. Biar kita tidak sampai di pos itu?" ungkap Rivo yang kebanyakan nonton film.

"Hm kurasa itu" pro dariku.

"Dan tragisnya kita semua tersesat di hutan yang angker" tukas Siska.

"His, gak ada yang namanya hutan angker" sergah oleh diriku.

"Aman, ada aku" ujar Afero sok cool.

Hujan Januari (COMPLETED)Where stories live. Discover now