Hujan 6 | 💕☔

1.3K 86 3
                                    







Di kamar tidur aku hanya bisa memejamkan mataku, dengan mengenakan jaket parka ungu,memakai celana trining. Kupeluk boneka besar hello kitty, berselimut hello kitty. Aku berharap hari ini aku sembuh. Handphone ku yang kehabisan batu pun kubiarkan. Aku takut jika teman-teman nanti menanyakan keadaanku. Rasanya sepi sekali, hanya terdengar suara ayam dibelakang rumahku dan gemuruh sepeda motor yang lewat, terkadang ada aktivitas warga yang berjualan sayur keliling.

☔☔☔

"Hujan..... bangun, gimana udah sembuh belum?" panggil ibu,memegang dahiku.

" Lumayan bu" pelanku dengan berusaha senyum.

"Teman kamu ada yang nyari in kamu, tadi udah nunggu didepan, dia rupanya menghawatirkanmu" jelas ibuku.

"Siapa?? Fero atau siapa?"  tanyaku kepo.

"Mungkin" cuek ibuku.

"Ibu mau Kebelakang dulu, mau buat minum buat temenmu" , pamit ibu.

"Ya bu" jawab singkat ku.

Saat ibu menjauh dariku, ada seorang cowok yang mendekatiku. Berparas tampan namun kelakuan kayak jalangkung.

"Assalamualaikum.."

"Walaikumsalam" balasku.

Seketika saat itu, aku terkejut.Ternyata dugaanku benar.

"Fero..Afero ada apa kesini?" kejutku yang masih tak percaya akan kehadiran diri Afero .
Dengan tergesa-gesa aku merapikan rambutku yang morak-marik tak jelas.

"Mau bersih - bersih kamarmu yang super berantakan ini" cetusnya yang memasang nada sindiran.

Aku mengigit bibir kecilku ini.

"Sindir halusss ya Fer, ngomong itu yang jelas gak sok baik ending e kek gini. Ouh..mau ngatain aku, kalau aku pemalas? Ouhh jorokk? Ouhh ngatain aku jelek?" ucapku memasang wajah sok sengit
.
"Atau kamu punya pikiran, kalau aku itu bau. Terus belum mandi , iya?" cerewetku penuh kemarahan.

"Ssssttttt.. "
Tangan telunjuk kanannya berada dibibirku. Rupanya ia ingin menghentikan ucapanku yang cerewet ini. Bola matanya memandang tajam kearahku, wajahnya terlihat mengkhawatirkanku sekali, seperti ada rasa bersalah.
Saat itulah yang bisa aku lakukan hanya diam.
Suasana amat canggung, sangat dingin dan menegangkan.

Namun akhirnya suasana kembali cair, karena kedatangan ibuku yang menghampiri kami.

" Ini nak, minumannya, maap cuma ada ini saja" pelan ibuku sembari menaruh segelas air putih di meja.

"Iya tante. Makasih banyak, pasti Fero ngrepotin sekali ini" tuturnya penuh sopan.

"Gak kok..." balas ibuku menaruh senyum keramahannya.

"Nih anak emang baik banget dah dari dulu, sering berlagak sopan dan menghargai" gumamku dalam hati.

"Ibu, Fero boleh minta izin? Untuk membawa Hujan ke rumah sakit?" tanya Fero yang seketika membuat mataku terbuka lebar.

"Nggak Fero, aku gak kenapa-napa"  kejutku blepotan ngomong.

"Boleh saja nak Fero, tapi ibu gak ada uang nak?" timpal ibuku memberikan rasa kesedihan.

"Sudahlah bu, Hujan itu kan teman baikku. Biar aku yang bayar, ayolah Hujan" ajak Fero penuh memaksa.

"Jadi, selama ini kamu anggap aku teman baik? ahh ciee cie" candaku.

"Udah sakit? masih cerewet.." ejek Fero tanpa berpikir panjang dan .

"Shit!"

"Gini gini, aku kan baik. Dapet penghargaan teman baik lagi" ucapku sok cantik.

Hujan Januari (COMPLETED)Where stories live. Discover now