20. Dangerous.

Mulai dari awal
                                    

"Gausah tegang, santai aja. Kita beli baju dulu buat lo." ucap lelaki itu kembali denhan smirk yang bertengger di wajahnya membuat Lisa benar-benar merinding.

"Kak Mino, emang kita mau kemana ?"

Mino hanya tersenyum tanpa berniat menjawab pertanyaan Lisa.

•••••

"Anjing."

Jennie menggigit bibir bawahnya, tangannya mencengkram setir mobil itu kencang. Dia meng-gas mobil itu dengan kecepatan penuh, tidak peduli dengan keselamatanya sungguh saat ini dia ingin cepat sampai dan bertemu Kakak Kandungnya itu.

"Please jangan macet, tolong." gumamnya.

Dia kembali melirik ponselnya, ah kenapa Hanbin tidak mengangkat telponnya sedari tadi ?

"Gue butuh Kak Hanbin, kalo gue sendiri yang kesana sama aja ngejemput ajal gue sendiri." rutuknya.

Hingga tiba satu belokan lagi, Jennie membanting setirnya dan mengerem mobil itu. "Ahh, sial." dia mengehela nafas hampir saja dia menabrak tukang dagang kaki lima tadi.

Dengan tergesa Jennie masuk ke rumah mewah itu, dia membanting pintu kasar. Hanbin yang sedang terdiam membaca komik pun menoleh menatap Jennie bingung.

"GUE TELPON DARI TADI KENAPA GA DIANGKAT SIH ?" teriak Jennie.

Hanbin cengo, dia mengerjapkan matanya.

Nenek lampir sedang mengamuk jika dia balas maka tidak akan beres hari itu juga.

"Henpon gue dikamar."

Jennie menarik tangan Hanbin kasar, jelas Hanbin tidak terima dia menghenpas tangan itu cepat.

"Lo apasih !" sergah Hanbin dingin.

Jennie mengacak rambutnya frustasi, biarlah urusan penampilan dia bisa merapihkn kembali ke salon nanti, katanya.

"Kenapa deh Jen ?" tanya June heran.

"Lo, lo, lo." tunjuk Jennie pada ketiga lelaki itu. "...ikut gue, please." sambungnya.

June, yoyo dan Hanbin semakin tidak mengerti. Mereka terdiam.

"Arghhhhhh... Lisa lagi sama si item ! Dia dibawa ke pub, kalian bisa ga sih nurut aja. Ayo cepet !"

"Hah ?" terdengar suara ketiga lelaki itu bebarengan.

Jennie semakin frustasi. "Jangan bego dulu tolong, begonya disimpen dulu buat besok. Kita harus cepet kesana, Lisa tadi line gue dan mereka udah disana."

Tanpa babibu, mereka akhirnya melesat ke tempat yang Jennie katakan tadi.

•••••

Hanbin mengedarkan pandangannya ke penjuru pub, dia tidak melihat Lisa sama sekali disana. Apa Jennie berbohong ?

Tapi jika Jennie berbohong kenapa Jennie terlihat begitu cemas sekarang ?

"Hanbin ?"

Hanbin tersentak kala ada sebuah tangan yang menepuk pundaknya.

"Eoh, Bob."

"Cari siapa, kayanya lo emang lagi cari orang."

"Lisa."

Bobby mengerutkan keningnya.

"Bukanya dah putus ?"

Hanbin tidak mengerti, dia menatap Bobby bingung.

"Tadi Mino kesini sama Lisa, gue tanya ko Lisa sama dia terus dia jawab Lisa sama lo dah putus." jelasnya.

Hanbin mengepalkan tangannya kuat, "Terus sekarang mereka kemana ?"

"Bin, kamar nomor 5." teriak June.

Hanbin menatap June diujung sana, sedetik dua detik. Sebuah umpatan berhasil keluar dari mulut Hanbin. Dia berlari melesat kencang ke arah dimana kamar itu berada.

Tidak, fikiran Hanbin sudah sangat kacau sekarang. Tidak mungkin Mino senekat itu, tidak mungkin.

Brak-!!

Tendangan itu begitu keras, Hanbin semakin mengepalkn tangannya kala dia menangkap sebuah pemandangan yang sangat menjijikan.

Mino sedang berusaha membuka gaun Lisa.

Bugh-!!

Sebuah pukulan berhasil mendarat tepat di kepala Mino, lelaki itu terkapar dilantai. Hanbin masih belum puas, dia kembali melayangkan pukulannya diwajah Mino berkali kali.

"Anjing, brengsek !!" makian Hanbin keluar seraya pukulan-pukulan nya yang terus menghantam wajah lelaki itu.

Jennie, dia dengan cepat menyampirkan jaketnya pada tubuh Lisa. Sementara Lisa, dia hanya terpejam tak sadarkan diri.

"Kak, udah biarin aja si Mino diurus June. Lo gendong Lisa ke mobil, dia gasadar."

Pukulan Hanbin berhenti, dia menatap Lisa intens. Tangannya kembali terkepal.

"Ini bayaran buat lo yang udah berani-berani nya nyentuh cewek gue !!"

Satu pukulan kembali meluncur, hidung Mino berdarah. Hanbin sungguh tidak peduli, bahkan jika hidung itu patah sekalipun.

Dia berjalan kearah Lisa, menggendong Lisa dengan lembut. Nafasnya tercekak kala melihat sebuah bercak merah di leher wanitanya itu. Hanbin memejamkan matanya, menghela nafas mencoba mengatur emosinya.

Dia harus membawa Lisa pergi terlebih dahulu dari sana.

"Badan Lisa sexy bin, ahhh gue ga kuat buat ga nelanjangin dia. Sorry." gumam Mino, smirk terlihat begitu menjijikan. Hanbin menggeram, dengan Lisa yang di gendonganya Hanbin masih bisa membungkam mulut sampah lelaki itu.

"Akhhh.. Anjing.!" pekik Mino.

Hanbin memberikan smirk nya. Dia berhasil menginjak selangkangan lelaki itu, membuatnya merintih kesakitan.

"Lo berani nyentuh Lisa lagi, gue pastiin lo kaga bisa punya keturunan sampe kapanpun."

•••••

-tbc-

Padahal Hanbin adu panco aja kalah sosoan nonjok org :(

[ A.1 ] Just a Tool [ COMPLETED ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang