Part 22

5.2K 429 36
                                    

Happy Reading
...

Malam ini Pangeran dan May tidur saling memunggungi. Suasana yang tercipta di antara mereka terasa begitu mencekam, ada aura-aura dingin yang melingkupi ruangan itu.

May meringkuk di atas ranjang, menghadap ke arah yang berbeda dengan Pangeran. Air matanya tak henti mengucur, tapi tak terdengar suara isak tangis.  May meredamnya sebisa mungkin.

Sementara itu, Pangeran juga belum terlelap. Kondisi Pangeran juga tak kalah kacau dari May. Meski ia tidak menangis, tapi pada dasarnya hati Pangeran terasa begitu sesak sama seperti yang May rasakan.

Seharusnya hari ini May dan Pangeran bersuka cita, karena ini adalah kehamilan pertama May, momen perdana untuk May dan Pangeran. Suatu Momen yang sangat dinanti-nantikan oleh pasangan suami istri.

Bahkan di luaran sana masih banyak suami istri yang sudah bertahun-tahun menikah, akan tetapi belum Allah berikan amanah. Mereka berikhtiar dengan berbagai cara, tak luput berdoa, mengharapkan kehadiran sang buah hati.

Lalu bagaimana bisa May dan Pangeran menyia-nyiakan kesempatan berharga ini karena ego masing-masing?

Itulah yang membuat Pangeran teramat kecewa, ia tidak menyangka May akan bersikap seegois ini. Sikap May ini mengarah ke sikap kufur nikmat. Lupa bersyukur, dan malah mempertanyakan takdir.

Di lain sisi, May tengah dikuasai egonya. May terlalu takut, kalau ia akan terlambat menyeselasaikan studynya karena ia hamil.

Karena baginya, sebelum hamil saja menyusun skiripsi sudah nyaris membuatnya gila, tidak terbayang olehnya apa yang akan terjadi ke depan. Tahun berapa ia akan wisuda jikalau menyusun skiripsi dalam kondisi berbadan dua.

Pemikiran May terbilang sangat sempit dalam hal ini, tidakkah selama ini ia berpikir konsekuensi yang akan ia terima ketika menikah muda sebelum wisuda?  Hamil adalah salah satu kemungkinan besarnya, ternyata May belum mengambil perhitungan demikian sebelum mengambil keputusan untuk menikah.

Perut May lagi-lagi terasa bergejolak. Buru-buru ia berlari menuju kamar mandi yang juga terletak di dalam kamar.

"Huek."

Pangeran terusik dengan suara May, ingin rasanya ia membiarkan May begitu saja.  Akan tetapi akal sehatnya masih menang kala berperang dengan egonya.

Pangeran bangkit dari posisi tidurnya, berjalan menuju kamar mandi. Pangeran berdiri di ambang pintu kamar mandi, mengawasi pergerakan May yang masih muntah-muntah.

"Kamu udah makan?" tanya Pangeran begitu May berbalik arah. May menggeleng.

"Kamu benar-benar berniat membunuh anakku itu, begitu?" Sorot mata Pangeran tajam menghujam, membuta May merasa ketakutan.

"Aku tidak sekejam itu. Dan berhenti menatapku dengan tatapan seperti itu." May menunjuk tepat di depan wajah Pangeran.

"Dan satu lagi, dia juga anakku. Aku Ibunya!" May membalas tatapan Pangeran tak kalah tajam.

"Tidak ada Ibu yang tidak mengharapkan kehadiran anaknya sendiri, tidak ada Ibu yang perlahan-lahan ingin menggugurkan anaknya sendiri."

Rahang May mengeras, seiring air mata yang kembali mengucur dari mata indahnya. May melayangkan satu pukulan telak di pipi Pangeran.

"Aku tidak menyangka, mulutmu begitu berbisa!" Suara May meninggi.

"Kalau begitu ceraikan saja aku! Mungkin benar, aku bukan istri dan Ibu yang sempurna!" May sepertinya telah kehilangan akal sehatnya, emosi dan amarah telah menguasai May sepenuhnya.

"Kamu sudah gila May!"

Hampir saja telapak tangan Pangeran mendarat di pipi May, ketika telapak tangannya hampir mendarat di sana, Pangeran tersadar.

"Pukul aja pukul!"tantang May.

"Jangan pernah berniat mencelakai anakku, atau kamu akan tau akibatnya!"ucap Pangeran dengan suara datar.

Setelahnya, Pangeran keluar dari kamar. Lagi-lagi ia membanting pintu kamar mereka cukup keras.

"Lihatlah Nak, kehadiranmu bukan hanya sumber kekalutan Mama. Karena kamu, Mama dan Papa nyaris bercerai." Tubuh May merosot di lantai.
...

Hingga detik ini, baik itu keluarga May dan Pangeran belum ada yang mengetahui perihal kehamilan May ini.

Pangeran belum sanggup memberi kabar bahagia ini kepada keluarga mereka, sementara mereka sendiri masih menyambut buah hati mereka ini dengan pertengkaran yang tak kunjung usai.

"Ayok makan, anak kita butuh asupan makanan yang bergizi May."

Pagi ini sikap dan intonasi suara Pangeran melembut. Pangeran mencoba berdamai sedikit saja dengan egonya, demi sang buah hati.

"Aku gak laper, Kakak aja yang makan. Baunya buat aku... Huek." May berlari menuju westafel.

"Kenapa dengan baunya?"tanya Pangeran.

May berulang kali muntah, walau tak ada lagi yang bisa ia muntahkan karena perutnya sudah kosong, dari semalam nyaris tak mendapat asupan nutrisi yang cukup.

"Gak tahan,"jawab May sambil membasuh ujung mulutnya.

"Jadi mau dimasakkan apa?"tanya Pangeran.

"Gak ada,"jawab May singkat.

"Tapi kamu harus makan May, aku gak mau tau." Kesabaran Pangeran kembali diuji.

"Kakak pikir aku mau begini? Aku juga tersiksa! Tapi mau gimana, hamil itu sulit Kak. Kakak bisa ngomong gitu karena bukan Kakak yang ngerasain!" May berbalik arah, lalu pergi begitu saja.

"Kalau boleh menggantikanmu, aku ikhlas May,"ucap Pangeran pelan.

Pangeran mengacak rambutnya sendiri, merasa frustasi dengan sikap May yang menurutnya sangat kekanakan dan keterlaluan.
..

"May aku beliin nasi padang, makan ya." Pangeran berdiri di ambang pintu kamar.

"Enggak Kak,"tolak May.

"Aku gak mau tau, aku udah cukup sabar ya May menghadapi kamu. Sekarang kamu harus makan, aku gak peduli, mau bau atau mual. Setidaknya kamu harus makan,walau hanya beberapa suap."

Pangeran masuk ke dalam kamar, sambil membawa nampan berisi nasi padang dan segelas air minum.

"Aku gak laper Kak. Kakak ngerti gak sih!"

"Aku gak ngerti, kamu harus makan aku yang nyuapin."

Pangeran memaksa May untuk duduk, lalu mennyuapkan sesuap nasi beserta lauknya ke mulut May.

"Karena anak ini, Kakak bahkan tidak memperdulikan perasaanku lagi." May bersungut-sungut.

"Kamu tau, anak ini adalah bentuk paling nyata dari rasa cinta aku kepada kamu May. Aku mempercayakan kamu yang akan menjadi Ibu dari anak-anakku, tapi nyatanya begini balasan yang kamu berikan?" Pangeran mencoba meredam amarahnya, berbicara dengan intonasi yang lebih santai.

"Tapi aku belum siap Kak. Aku takut akan mengacaukan semuanya." May meremas jari jemarinya.

"Apa pernah kamu mengutarakan ini dari awal? Tidak pernah kan? Kamu justru menikmati semuanya. Aku kira, kamu telah memiliki visi dan misi yang sama dengan diriku, nyatanya aku salah dalam menilai." Pangeran kembali melanjutkan menyuapi May dengan tangannya sendiri.

"Aku mengerti memiliki anak di usia semuda ini bukan hal yang mudah, terlebih kamu masih dalam masa kuliah. Tapi tidakkah kamu berpikir, ketika kamu setuju menikah denganku, kamu juga sudah setuju memiliki anak dariku, dan kita tidak pernah membicarakan perihal menunda keturunan sebelumnya. Berpikirlah lebih dewasa May." Pangeran mengutarakan semua yang mengganjal dalam pikirannya.

May terdiam, tidak tahu harus menjawab seperti apa. Karena apa yang diutarakan oleh Pangeran betul adanya.
..

Tbc

Gimana? Wkwkwk

Pangeran untuk Maymunah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang