Kebetulan Isna sudah mengirin nomor WhatsApp Thea kepadanya, ia tentu bisa saja mengirim say hi untuk Thea. Tapi apakah responnya nanti akan baik? Lagi-lagi keraguan mulai menggelayuti pikirannya.

***
Ario Mifzan Bagaskara, seseorang paling beruntung sedunia karena telah berhasil menjadi cowok pertama yang mengantar Thea ke sekolah. Meski sebenarnya ada unsur keterpaksaan dan keberatan yang amat sangat mendalam. Rio membantu Thea turun dari motornya yang telah terparkir di parkiran sekolah.

Guru BK tidak memberi keduanya hukuman meski mereka datang terlambat. Itu tentu saja karena lutut Thea yang terluka parah membuat guru BK yang melihatnya menjadi iba, ditambah lagi Rio yang membesar-besarkan omongannya.

Ruang uks. Rio benar-benar membawanya ke ruang uks untuk sekedar mengobati lukanya. Awalnya Thea pikir setelah penolakannya, Rio berhenti berniat untuk mengobati lukanya.

"Aw ...," rintih Thea sambil menggigit bibir dalamnya, menahan sakit.

Rio memandangi wajah gadis yang usianya terpaut tiga tahun lebih muda darinya itu dengan nanar. Ya, Rio memang sempat berhenti dua tahun dari dunia persekolahan, sampai-sampai ia masuk bangku SMA di umur tujuh belas tahun.

"Harusnya lo minta pertanggung jawaban sama yang nabrak lo!" tukas Rio tanpa berhenti membersihkan luka Thea dengan kapas.

Thea cemberut. "Dibilangin gue takut," ketusnya.

"Mau diperban apa enggak nih lukanya?"

"Diilangin aja bisa gak?" jawab Thea balik nanya. Hampir saja kesabarannya habis sampai-sampai tangannya sudah memberi ancang-ancang untuk menimpuknya. Sayangnya matanya disajikan oleh pemandangan yang menyejukkan hatinya. Wajah menahan sakit Thea, pipi tembemnya, matanya yang memejam hingga bibirnya yang digigit sendiri. Lucu sekali.

Rio memejam sejenak sembari geleng-geleng kepala. Hatinya mulai meneriakinya untuk sadar diri.

Thea milik Bintang, Rio.

Embusan napas gusar Rio mengenai bagian lutut Thea yang masih terasa perih. Rasanya seperti sedang ditiupi. "Rio? Kan gue nyuruhnya lukanya diilangin, bukan ditiupin."

Kekehan hambar Rio terdengar di telinga Thea.

"Itu napas gue, kaki lo bau. Makanya gue gak tahan," sangkalnya mengalihkan.

Thea tampak serius menanggapi ucapan Rio, sampai-sampai matanya membuka lebar. "Oh iya kah? Masa sih? Gue rajin mandi kok."

Lagi-lagi Rio dibuat terkekeh oleh tingkah lugu Thea yang menggemaskan. Jujur saja ini pengalaman baru bagi Rio.

"Udah gue perban nih, mau gue anter ke kelas lo?" tawarnya tanpa basa basi.

Merasa banyak merepotkan orang yang baru dikenalnya, Thea jadi tidak enak hati pada Rio. Alhasil Thea memilih jalan sendiri menuju kelasnya.

Tanpa disadari keduanya, ada sepasang mata dengan lekuk sabit mengembang di mulutnya yang sedang memperhatikan keduanya dari luar kaca jendela

"Maafin gue Te," ucapnya lirih dengan intonasi penuh penyesalan.

Tak lama terdengar suara kenop pintu yang dipelintir, dengan sigap Bintang segera beranjak dari tempat pengintaiannya.

"Makasih ya," cetus Thea tulus dengan mata yang tentu selalu berbinar. Rio hanya menanggapinya dengan senyuman.

Setelah melalui perjalanan yang sangat melelahkan dengan kaki pinjangnya, akhirnya Thea sampai di ambang pintu kelasnya. Nampak seorang pria berkacamata sedang berdiri di depan papan tulis.

"Alamaakk, bisa mati berdiri nih gue kalo disuruh ngerjain soal mtk karena dateng telat," gumamnya penuh ketakutan.

Diketuk beberapa kali pintu kelasnya, meski pun begitu seisi ruangan langsung menatapnya dengan tatapan mengintimidasi.

"Assalamualaikum Pak," sapanya sembari berjalan dengan kaki pinjangnya.

Thea menyalimi tangan guru Matematikanya dengan jantung yang seperti sedang loncat-loncatan.

"Waalaikumsalam. Dari mana Te?" balas Pak Darsono.

Dengan nada pelan serta kepala yang menunduk Thea menjawab. "Maaf pak, tadi saya kecelakaan. Sepeda saya ditabrak dari belakang ...." Thea berhenti berbicara karena merasa terusik oleh kata Uwwww yang diucapkan teman sekelasnya secara dramatis.

Pak Darsono memang melihat kejanggalan pada Thea, seperti baju Thea yang sedikit lusuh padahal baru dipakai sehari, serta lutut yang diperban tebal. Bukti ini membuat dirinya menjadi merasa kasihan kepada Thea.

"Tapi kamu enggak kenapa-kenapa kan?" tanya Pak Darsono mulai cemas.

Thea menggeleng pelan, "Sekali lagi saya minta maaf Pak. Saya terlambat karena rante sepeda saya itu copot karena kecelakaan itu. Untung bisa sampai ke sini kan?" papar Thea meminta kepercayaan.

"Ya sudah, sekarang duduk. Nanti makin sakit kakinya," pinta Pak Darsono yang sungguh luar biasa membahagiakan sekali bagi Thea.

Baru saja pantatnya mendarat di kursinya, Thea mendapat tatapan penuh tanda tanya dari ketiga temannya yang sedari tadi cemas akan ketidak hadirannya.

"Heee." Cengiran kuda yang hanya bisa Thea berikan untuk mereka.

"Lo ditabrak apaan?" tanya Ayu setengah berbisik.

Thea mendekatkan mulutnya ke telinga Ayu. "Gue ditabrak Bintang tadi," anjurnya yang langsung dibalas timpukan pelan dari Ayu.

Memicingkan mata serta menggertakan gigi-giginya, Ayu merasa pertanyaan seriusnya dibalas candaan oleh Thea. "Gue serius Te!" hardiknya.

Berdecak sekali, Thea lalu menjawab. "Gue juga serius, tadi pengendara mobilnya namanya Bintang. Sekolah di sini juga tau!" jawab Thea tak kalah dongkolnya.

Dengan mulut setengah mengaga, hendak membalas ucapan Thea, tiba-tiba ....

"Ayu, coba kamu kerjakan soal nomor enam di depan," perintah tak terduga dari Pak Darsono, sontak membuat Ayu kejang-kejang kehabisan oksigen.

Hoppla! Dieses Bild entspricht nicht unseren inhaltlichen Richtlinien. Um mit dem Veröffentlichen fortfahren zu können, entferne es bitte oder lade ein anderes Bild hoch.


Adrian Keano Novarel

***
Halloo readers yang berbahagia.
Terima kasih sudah membaca Thea.
Makasih beribu kali juga untuk yang udah kasih vote dan komen.
Terbuka untuk kritik dan saran, asal sopan ye.

Mari sama-sama kita ucapkan turut berduka cita untuk Ayu.

Sekian, see u.

Salam,
Tress.


THEA Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt