« Part 36 - The Love in The Pain »

197 10 2
                                    

"Ah, kamu memang mencanduku."

❤ The Love in The Pain ❤

Penyesalan itu selalu berada di akhir bukan. Jauh diakhir, ketika titik terang bertemu dengan titik terang. Kita buat sederhana saja. Penyesalan ada ketika ketika telah mencapai klimaks, ketika kita menyangka hal yang paling tidak kita butuhkan, nyatanya jauh lebih bereksistensi dari yang lainnya.

Mungkin itu yang dirasakan Gibran.

Ya, Dokter memvonis anaknya memiliki kesempatan kecil. Saat diagnosa keracunan diterima akibat ia mencekoki cairan pembersih lantai. Ditambah dengan penjelasan dokter tentang penyakit turunan yang diderita si anak.

Bukan penyakit yang main - main. Namun, terlalu berat bila Alam yang menanggungnya.

SCLC

Sell Cancer Lung Cronic

Kita ambil bahasa gampangnya saja, kanker paru - paru.

Kankernya sudah hampir menghabiskan dua paru - parunya. Apalgi sekadang ginjal yang ia miliki rusak karena terlalu banyak kemasukkan cairan.

Sesibuk itu yah dia.

Bahkan untuk mengerti keadaan anaknya saja ia tak mampu. Selama ini, Alam mengonsumsi obat diam - diam. Merasakan sakitnya pun sendirian. Bahkan, saat tubuhnya disiksa Gibran, ia tetap diam.

Apa semunafik itu Gibran?

Apa benar ia sejahat ini?

Alam anaknya, putra satu - satunya. Dulu akal warasnya kemana?

"Puas kan kamu Gibran?" Pertanyaan Aisyah menyergap Gibran ditengah - tengah kelamnya keadaan. Sambil berharap detik tak melaju terlalu kencang, agar anaknya segera sadar.

"Maafkan saya Bu! Saya memang gila, Maaf Bu!"

Aisyah muak dengan pernyataan Gibran yang terlalu munafik untuk didengar. "Dia menderita ini sendirian. Dia yang ingin merahasiakannya dari kamu. Dia yang nggak ingin kamu terbebani."

Aisyah menyerahkan satu lembar surat pernyataan berlogo instansi diatasnya. Atas nama Alamsyah Gibran Rizaldi, dengan pernyataan positif mengidap penyakit kronis itu.

"Sudah berapa lama? Dan penanganannya?"

"Setahun mungkin. Hanya konsumsi obat - obat."

"Aku bodoh!"

"Stadium 4, kamu tahu betapa parahnya itu. Tapi bahkan sedetik pun kamu nggak punya waktu untuk dia. Bahkan sekedil mata pun kamu nggak bisa natal dia buat jadi anak kamu."

"Kamu hanya sibuk mempersiapkan masa depannya. Yang sebenarnya hanya masa depan kami, masa depan untuk perusahaanmu!"

"Dia menghormatimu. Tapi, bahkan kamu tidak pernah menghargainya sebagai anak kamu."

Bak panah yang menenbus dalamnya palung mariana. Mungkin benar, bibirnya langsung tercekat diam. Ia yang salah, ia yang salah untuk semuanya. Ia yang salah.

The Love In The Pain [COMPLETED]Where stories live. Discover now