« Part 35 - The Love in The Pain »

194 7 2
                                    

"Karena kehampaan adalah rasa yang paling sakit sebenarnya."

❤ The Love in The Pain ❤

Lorong - lorong putih itu seolah mencekam siapapun yang datang. Mengarat hatinya hingga tersayat luka yang dalam. Strecher di dorong pelan, banyak orang yang ikut berlalu lalang.

Ah, tempat yang terlalu sakit bahkan untuk merasakan rasa sakit itu sendiri.

Harfiahnya hanya satu, disini bukan hanya tempat rasa sakit juga. Namun, banyak manusia yang tersadar dalam setiap lorong di hatinya.

Suasananya kelam, berserta menegangkan. Aisyah mengapit tangan Valen, berharap mendapat kekuatan dari gadis muda yang pendaran netranya melemah akibat tertutup air mata.

Entah, sudah berapa banyak liter air mata yang mereka tumpahkan sejak semalam mengingat dokter juga belum beranjak dari dalam sana memberi kepastian apapun. Semuanya kalbu, menggebu, dan termakan abu.

Hari ini gadis yang biasanya selalu ceria, kini lenyap. Ingin dirinya ikut menyalahkan Gibran akibat hal ini. Namun, ia juga salah. Seandainya, ia ikut bersama Alam. Seandainya ia mengerti Alam. Seandainya ia tak seegois itu dulu. Pasto kejadiannya berubah.

Ia mengusap pipinya pelan. Membersihkan seberkas air mata itu dari pelupuk matanya. Menatap lantang Gibran, lalu maju bagai para pemberontak.

"Puas Om! Puas om melihat anak om kayak gini!"

Teriaknya seketika menggema di telinga Gibran.

Lelaki paruh baya itu menoleh pelan. Pandangan matanya kosong tak bertuan. Rambutnya berantakan, bahkan kilau matanya redup tertelan angan. "Maafkan saya!"

Nyatanya hanya itu yang dapat Valen tangkap.

"Maaf Om nggak pernah bikin Alam bangun hari ini!" ia naikkan nadanya menjadi satu oktav lebih tinggi. Memekik tajam, mencelos, lalu merobek hati Gibran. Banyam suster berlalu lalang, yang ikut menjadi saksi atas murkanya Valen.

Sedangkan si pria tua, hanya terdiam. Keluh lidahnya guna mengucap sepatah kata. Ia memilih tenggelam dalam kelam. Tak hendak bangkit, karena merasa harapan telah menjadi angan.

"OM! JAWAB SAYA!"

Semua sunyi, pertanyaan Valen mengambang jelas tanpa adanya jawaban. Nyatanya, hari ini ia tahu beliau rapuh hanya karena putranya hilang dalam kelam.

Bukan hanya pasal itu, ini juga pasal bagaimana ia menghancurkan apa yang menjadi harapannya dengan tangan kosongnya sendiri. Semua kenangan itu terputar layaknya kepingan kaset lawas, hingga membuat Gibran hanya merutuk sendirian.

"Selama ini Alam patuh sama Om. Alam bahkan satu kali aja nggak pernah ngebantah Om. Tapi kenapa, bahkan untuk menyayanginya. Untuk menganggapnya anak saja tidak!"

Hanya kosong.

"Tolong buat bangun Alam hari ini Om."

Pintanya menyayat hati. Tak dapat dipungkiri, Aisyah pun terluka mendengat tuntutan Valen. Ia juga masih belum bisa menerima, bagaimana bisa cucu satu - satunya kini terbujur lemah.

The Love In The Pain [COMPLETED]Where stories live. Discover now