« Part 29 - The Love in The Pain »

183 8 1
                                    

"Stay by MY SIDE"

nggak nyangka, udah part 29. Udah lama ternyata aku sama kalian pembaca tercinta.

❤ The Love in The Pain ❤

Bagi Gibran, Alam adalah batu besar yang harus ia arahkan setiap kali bertemu dengan persimpangan. Batu itu besar, dan kasar. Maka dari itu, hampir tiap hari Gibran harus menghaluskannya dengan amplas. Agar batu itu terlihat pantas ketika bersanding dengannya.

Tanpa ia ketahui, batu akan tetap batu sekalipun ia lapisi emas. Batu akan tetap rapuh, dan terurai oleh tanah nantinya. Ia tidak akan abadi.

"Sakit apa?" Gibran masih mematung, melihat anaknya yang kini bergelung lemah dengan lantai putih dirumahnya.

Aisyah memejamkan matanya, sebelum ia menghembuskan nafas kasar. "Ia demam. Kemarin ia tidak pulang karena sempat menolong Valen, anaknya kolega mu. Kalau kamu ingin memukulinya atas hal sepele. Aku mohon jangan sekarang. Karena keadaannya belum stabil."

Gibran menghela nafas lega.

Ia pikir Alam akan benar - benar pergi. Ia pikir Tuhan benar - benar ingin merenggutnya dari dekapannya. Ia pikir, ia akan kehilangan anak yang paling ingin ia lindungi. Yang ingin ia perlihat pantaskan dia ke depan kolega - koleganya.

"Hanya sakit demam. Untuk apa dipermasalahkan. Sudahlah, jangan rusak kabar baik atas kehamilan Yunita, dengan kabar kesehatan Alam yang sepele."

Aisyah meneguk ludahnya pelan. Alam ia anggap sepele. Kemana hari dan nurani orang itu. Gibran kembali ke ruang tamu, sedangkan Aisyah kembali membopong tubuh Alam agar dapat beristirahat.

Cucu satu - satunya yang ia punyai.

Cucu dari anaknya yang telah meninggal.

Aisyah terdiam cukup lama. Ia menatap wajah cucunya yang kini telah terbaring lemah, dan tak berdaya. Wajah itu lesu namun memancarkan sebuah kekuatan yang bahkan siapapun yang melihatnya akan terenyuh. Ia begitu damai, seolah memang ingin pergi hari ini juga.

"Kamu cuma satu di dunia ini. Beruntung orang yang dapat berada di dekat mu Nak! Alam," Ujarnya parau. Suaranya telah terkikis oleh air mata yang meluruh entah sejak kapan.

"Nek." Panggilan itu lemah, tanda bahwa ia baru saja sadar. Aisyah dengan segera mengelus rambut cucunya pelan.

"Ada yang sakit?" Tubuh ringkih itu menggeleng pelan. Ia beranjak duduk lalu menyenderkan bahunya pelan.

"Jangan bikin khawatir nenek lagi. Lagi pula, kemarin mbak Valen ngehubungin Nenek. Dia udah tau kan? Udah dikasih obat." Lagi dan lagi ia hanya mengangguk pelan.

"Alam janji, setelah semua urusan Alam selesai. Alam nggak akan bikin nenek khawatir lagi. Alam bakal bahagia!" Ia mengelus pelan punggung tangan neneknya, sambil terus memainkan jari - jari tua itu.

"Jangan ingkar janji, Nenek nggak suka itu!" Alam langsung tersenyum semu, seolah pasti akan menyanggupi janji yang barusan ia ucap. Sambil diam - diam berharap, agar mereka semua iklhas.

❤ The Love in The Pain ❤

"Lu tau samsung nggak?"

"Kagak! Gue tau nya samsul. Tukang kebon."

"Yeuy? Samsung yang Handphone di TV ituloh!"

The Love In The Pain [COMPLETED]Where stories live. Discover now