« Part 22 - The Love in The Pain »

209 12 3
                                    

"Inilah manusia, harus merasa kehilangan dulu untuk menyadari bahwa apa yang mereka miliki saat ini berarti"

The Love in The Pain ❤

Anisah menghembuskan nafas kasar. Sambil sedikit menahan perih atas air mata yang ia tahan di pelupuk matanya. Pertengkaran dengan Zahra adalah penyebab utamanya. Entah apalagi yang dapat dilakukan Anisah dalam menghadapi cewek itu.

"Nis, jangan pergi gitu aja dong!" Excel mencekal tangannya yang ingin pergi menjauh dari Zahra. Gadis berkelit sekuat tenaga. Lepas dari cengkraman Excel.

"Buat apa kita debat ama cewek kayak gitu?" Anisah makin berkelit. Namun, cekalan Excel yang sangat kuat. Membuat tangan Anisah memerah karena tingkahnya.

"Jangan lari Nis, lo harus ngehadepi masalah ini. Kalo lo lari, lantas apa bedanya elo sama Zahra?" Ucap Excel membuat gerakan Anisah terhenti.

Gadis itu menatap netra Excel dalam. Berusaha mencari kebenaran di dalam indra penglihatan milik Excel itu.

"Lo mau pergi?" Sergapnya.

Excel langsung mengalihkan pandangannya. Berusaha mengatasi rasa gugupnya. Namun, Anisah menatapnya terlalu dalam. Hingga, ia tak dapat menghindar.

"Excel?" Ulangnya, ia mulai terisak.

"Pergi? Gue mau pergi kemana. Gue cuma mau masalah lo kelar secepetnya." Jelasnya pada Anisah. Ia menangkupkan wajah mungil itu dengan tangannya.

"Kelar secepetnya. Dua kata kunci. Yang nandain kalo lo gak punya waktu banyak sama gue!" Anisah memberi penekanan di setiap katanya. Membuat Excel tertawa, namun rasanya hambar.

"Lo ngaco banget Nis. Gue emangnya mau pergi kemana? Gue gak bakal ninggalin elo!" Excel makin meninggikan nadanya. Berusaha membuat gadis itu mengerti.

"Excel............ Gue emang baru kenal elo sekitar setengah tahun lalu. Tapi tingkah lo itu bikin gue kayak kenal lo bertahun - tahun. Excel itu enjoy orangnya. Terserah orang mau ngomong apa. Tapi lo bakal diasikin aja. Lo bukan Excel?" Tudingnya. Membuat Excel menghela nafas lelah.

"Nisah, ini gue Excel. Apa salahnya sih kelarin masalahnya elo itu sekarang. Lo pikir gue gak pernah tau kalo lo ngelamun sampe air mata lo keluar. Kalo lo kadang nangis sendiri di pojokan kamar lo. Kalo lo menderita dengan keadaan yang kayak gini. Gue tahu semuanya Nis. Gue gak rela bikin lo tersiksa!"

Anisah bungkam.

Excel mengetahui segalanya. Karena nyatanya memang Excel memang tak mampu mengggantikan posisi Alam dan Zahra. Karena memang Excel adalah Excel. Bukan Alam, bukan juga Zahra.

Gadis itu membisu. Suara angin yang berhembus di antara pepohonan di depan kantin membuat pipinya yang terkena air mata terasa perih. Excel menatapnya iba. Ia terlelah.

"Tolong belajar terima mereka lagi. Gue emang gak akan sungkan - sungkan bakal ngehancurin mereka, kalo lo disiksa lagi. Tapi setelah gue pikir ulang. Buat apa semua itu Nis!" Jelasnya lagi.

Anisah terdiam seribu bahasa. Ia benar - benar terbungkam penuh atas semua kalimat Excel. Memang benar menghancurkan mereka memang membuang waktu saja. Dan tanpa sadar membuat kita terus memperhatikan mereka. Dan mengartikan bahwa kita masih peduli.

The Love In The Pain [COMPLETED]Where stories live. Discover now