« Part 33 - The Love in The Pain »

176 9 4
                                    

"Karena pergi adalah salah satunya pilihanku dalam kehidupan ini."

❤ The Love in The Pain ❤

Rintik hujan sudah reda sejak tadi. Namun tak menghentikan Aisyah untuk khawatir pada cucu satu - satunya yang tak kunjung tertangkap raganya.

Tangan perempuan tua itu saling bertaut, memberi sebuah kekuatan satu antar satunya. Kekhawatiran yang besar terselip dalam netra kalemnya.

"Kenapa Ibu disini?"

Ia menoleh pelan saat pertanyaan itu menelisik indra pendengarannya. Sebelum akhirnya ia menghela nafas kasar. "Anakmu kemana?"

"Alam? Mungkin sedang latihan basket," jawabnya tak acuh.

Aisyah membelalakan matanya. "Basket?"

"Iya Bu! Dia ingin menjadi altet basket. Itu ungkapnya sebelum keluargaku hancur berantakan!" Laki - laki itu mengambil koran, lalu duduk disamping Aisyah. Dan membacanya.

"Kamu yang menghancurkannya."

Gibran menghentikan aksinya.

"Saya? Bukankah anak Ibu yang menghancurkannya."

"Ya, mana ada maling mau dituduh maling," sarkas Aisyah pelan namun tak menghilangkan kesan khawatirnya pada Alam yang tak kunjung datang.

"Sudahlah Bu! Kita sepakat memulainya dari nol lagi. Melupakan luka dan segalanya."

"Iya, melupakan segalanya. Sampai bahkan kamu lupa sama anakmu sendiri."

Gibran hanya memalingkan wajahnya kasar. Netranya kembali fokus ke koran yang dari tadi ia baca. Membuat Aisyah acuh, lalu kembali memandang hujan. "Hujan? Apa iya ia latihan basket?"

"Biarlah di berbuat sesukanya."

Aisyah menghembuskan nafasnya kasar. Mega mendung belum beranjak, namun air sejuta druk yang turun sudah mulai surut.

Apa yang terjadi dengan Alam?

Dimana dia sekarang?

Baik - baik kah dia?

Semoga dia tidak apa - apa?

Semua pertanyaan itu mengisi benaknya. Mengganjal penuh pikirannya. Yang makin banyak, setiap detik konstan bergerak.

Hingga akhirnya...

Kriet...

Aisyah dan Gibran menolehkab wajahnya pelan pada pintu yang terbuka. Diatas sana ada Yunita yang sama juga mengalihkan pandangannya pada pintu.

Detik seolah berhenti, ketika langkah kakinya menjejak.

Seragam lusuhnya yang sudah basah tertimpah hujan. Jangan lupakan bekas darah yang mengalir penuh di kain putih itu. Rambutnya basah, dan acak - acakan.

Langkah kakinya tertatih, dengan pandangan mata kosong.

Aisyah segera berdiri, lalu berlari kecil menuju cucunya yang baru saja datang. "Kemana saja kamu Alam? Nenek khawatir!"

The Love In The Pain [COMPLETED]Where stories live. Discover now