Part 6: Pangeran Jayantaka

3.6K 55 2
                                    

Masih ingat dengan wanita cantik yang membunuh kakeknya Sena di gunung galunggung? Wanita berwajah cantik yang dijuluki si Selendang Maut ini setelah dikalahkan dengan mudah oleh Mbah Tuyul, kemudian pergi turun kearah kaki gunung dengan perasaan dongkol dan kesal karena gagal mendapatkan bola pelangi.
Dalam perjalanan, wanita yang aslinya bernama Istari ini terhenti langkahnya, ketika dari kejauhan, ia mendengar bunyi sesuatu beradu keras. Karena merasa tertarik, Istari mendekati arah bunyi itu.
Setelah dekat dengan sumber bunyi itu, Istari melihat dua orang sedang bertarung sengit. Seorang kakek tua bersenjata dua trisula melawan seorang pria berusia setengah baya berbadan tinggi memakai pedang.
Istari dengan diam diam menonton pertarungan sengit itu dari jarak yang cukup dekat. Kedua orang yang bertarung itu tampaknya bukan orang sembarangan karena dari tebasan dan gerakan senjata mereka menimbulkan angin kencang yang kuat sebagai tanda senjata mereka dialirkan tenaga dalam yang kuat.
"Srriiiiiingggg,....!!!!" Sinar kilau pedang bergerak sangat cepat kearah dada kakek tua yang bersenjata trisula. Gerakan pedang yang digerakan pria setengah baya itu sangat cepat sekali menusuk kearah dada si kakek. Si kakek tidak panik melihat senjata lawan menusuk kearah dadanya. Si Kakek menyilangkan kedua trisulanya didepan dadanya untuk menangkis pedang lawannya.
"Traaaanggggggg!!!!" Bunyi keras terdengar ketika dua trisula beradu dengan pedang. Tampak kedua trisula itu bergetar keras setelah bentrok dengan pedang dan kemudian dengan cepat, sikakek meloncat kebelakang untuk menghindari tendangan kaki lawannya yang tiba tiba sudah mengarah kakinya.
Istari mengetahui si kakek tua itu seorang pesilat dari gunung lawu yang dijuluki si Trisula Hitam Gunung Lawu. Sementara Istari tidak mengenal lawan si kakek trisula hitam.
Si kakek setelah berhasil menangkis serangan pedang dan menghindari tendangan lawan, kini berbalik menyerang lawannya dengan menggerakkan trisulanya menebas kearah kepala dan trisula lainnya menebas arah perut lawan.
"Srriiiiiinnggggg.....!!!" Tebasan trisula kearah kepada lawan berhasil dihindari lawan dengan menggerakkan kepala kebelakang.
"Traaannngggg...!!!" Tebasan trisula ke arah perut berhasil ditangkis dengan pedang dan tiba-tiba dengan sangat cepat, si pedang digerakkan berbelok menusuk kearah dada si kakek.
Kecepatan gerak pedang sangat cepat sekali. "Shuuuutttt......!!!"
Kakek trisula hitam sempat bergerak menghindar kesamping... tapi tetap sipedang masih sempat merobek kulit dada si kakek. "Craaaassshhhhh"...!!!!"
Darah segar keluar membasahi baju hitam si kakek.
Belum sempat si kakek terkaget karena dadanya terkena goresan pedang lawannya, pedang lawan sudah bergerak cepat menusuk kearah perutnya.
Si kakek secepat mungkin melompat kesamping sambil menangkis pedang lawan dengan satu trisulanya.
"Traaanggg...." satu trisula yang dipakai si kakek menangkis pedang lawannya terpental keatas karena tenaga dalam yang mengalir dipedang lawan lebih kuat dari trisulanya.
Si kakek yang makin melemah karena luka tusukan didadanya, gerakannya semakin melambat dan kewaspadaannya semakin berkurang.
Pedang lawan semakin cepat bergerak menyerang si kakek, yang dengan susah payah dihindari dan ditangkis dengan sisa satu trisula yang masih dipegangnya.
"Wuussshhh..... trrraaaangggg... wusshhhh... trraaaaannggg!!!" Bunyi benturan pedang dan trisula semakin terdengar keras.
Garis serangan pedang terlihat semakin cepat dan kuat menyambar nyambar disekeliling tubuh si kakek sementara garis gerakan trisula semakin lama semakin melemah. Badan si kakek tampak semakin basah dengan darahnya yang menetes dari luka dadanya.
Melihat gerakan si kakek trisula hitam semakin melemah dan melambat, si pria berpedang semakin mempercepat serangannya dan akhirnya pada suatu kesempatan, pedangnya dapat menembus pertahanan kakek trisula hitam dan dengan secepat kilat, pedangnya kembali berhasil merobek lengan kanan si kakek.
"Craasssssss.....!!!!" Darah segar kembali mengucur dari lengan sikakek yang memegang trisula sehingga trisulanya kembali terjatuh ke tanah.
Menyadari semua senjatanya sudah lepas dari tangannya... akhirnya si kakek menyerah.

"Hmmmmhh.... pangeran memang hebat, aku mengaku kalah... bola pelangi ini menjadi milikmu!!" Kata si kakek trisula sambil mengambil sebuah bola pelangi dari kantong bajunya dan melemparkannya kearah si pangeran.
Bola pelangi melayang kearah si pangeran dengan cepat.
Tiba tiba sebuah benda melesat cepat kearah bola pelangi yang melayang itu.
Benda itu ternyata selendang Istari yang dilempar kearah bola pelangi yang sedang melayang, dan dengan kemampuan tenaga dalamnya Istari dapat mengendalikan selendangnya untuk membelit bola pelangi dan kemudian ditariknya bola pelangi dengan selendangnya dan melayang kearah Istari.

Pengemis Dan Anak LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang