Extra Part

21.4K 747 19
                                    

Satu bulan kemudian

Jansen menahan napasnya saat dokter sudah selesai memeriksa kesehatan Lana. Sementara Lana sedang memperbaiki pakaiannya di brankar rumah sakit.

"Bagaimana, Dok?" tanya Jansen pada wanita paruh baya yang memeriksa Lana. Sebut saja dia Melati. Dokter yang biasa memeriksa kesehatan mereka.

"Sepertinya kali ini penantian Anda telah berakhir. Selamat, Lana mengandung. Usia kandungan Lana masih 3 minggu yang mana usia kandungan yang seumur jagung ini harus dijaga sebaik-baiknya. Baik dari segi makanan, pikiran, dan juga gerak-gerik. Apa lagi Lana pasti akan melewati masa trimester, pasti emosinya sering naik turun."

Jansen mengangguk sambil tersenyum senang. Dia bangkit berdiri dan membalikkan badannya. Menatap Lana yang duduk di brankar. Jansen mendekat, dia langsung memeluk Lana dengan erat.

"Akhirnya, Sayang...." Jansen mengecup puncak kepala Lana berkali-kali.

"Hamil?" tanya Lana tidak yakin. Jansen mengangguk, dia tersenyum senang. Memeluk lana penuh sayang.

"Ada adik bayinya?" tanya Lana masih tidak percaya. Jansen melepas pelukannya, dia membingkai wajah Lana menggunakan kedua tangannya. Lalu mengecup bibir Lana membuat Lana terkejut.

"Iya, Lana. Akhirnya, ya...." Lana mengangguk, dia tersenyum lebar. Lana berdiri dibantu oleh Jansen, lalu mereka mendekati dokter Melati.

"Terima kasih, Dokter." Lana memeluk Jansen dengan manja.

"Kalau begitu, kami permisi dulu, Dok." Dokter Melati mengangguk sambil ikut tersenyum. Dia tahu betul bagaimana penantian Jansen dan Lana.

Jansen dan Lana akhirnya pergi dari rumah sakit. Sepanjang perjalanan keluar dari rumah sakit, sampai di dalam mobil, Lana terus bergelayut manja pada Jansen.

Mungkin karena efek hamil. Sepertinya akan banyak hal lagi nantinya. Aku sudah siap, batin Jansen dengan mantap.

"Lapar?" tanya Jansen saat mereka sampai di rumah. Lana menggeleng sambil menguap.

"Ngantuk," rengek Lana, Jansen tersenyum lebar. Dia menggandeng Lana masuk ke dalam rumah. Bahkan sampai ke kamar, Jansen juga masih menggandeng Lana.

Lana langsung berbaring begitu melihat tempat tidur. Dia langsung menutup mata sambil tersenyum. Jansen duduk di tepi ranjang, menatap Lana yang sudah tertidur. Bahkan napas Lana sudah teratur.

"Terima kasih, Lana. Kali ini aku akan menjagamu dengan baik. Aku tidak akan mengecewakanmu lagi." Jansen mengelus pipi Lana yang tanpa beban. Lalu dia menatap perut itu dengan penuh cinta. Dia membungkukkan badannya, lalu mengecup perut Lana yang masih rata.

"Ayah akan menjaga kalian dengan baik, Nak. Ayah berjanji." Jansen mengelus perut Lana.

"Ayah...." Loly masuk ke dalam kamar Jansen, putrinya itu barusan saja bangun dari tidur siangnya.

"Iya, Nak?" Loly mendekat dan merangkak naik ke tempat tidur. Lalu tidur di sebelah Lana.

"Ayah, tadi Loly mimpi ketemu dengan adik bayi. Laki-laki," ucap Loly dengan matanya yang tertutup rapat.

Jansen ikut berbaring di sebelah Lana, lalu dia mengelus kepala Loly sampai putri kecilnya itu tertidur lagi.

"Kalian berdua memang menggemaskan." Jansen mencium bibir Lana sambil tertawa salah tingkah.

★∞★

"Jadi Lana hamil?" tanya Diamond dengan semringah di wajahnya. Lana mengangguk malu-malu. Dia terus memeluk Jansen sejak beberapa saat yang lalu. Lana juga tidak tahu kenapa dia menjadi suka menempel pada Jansen, apa lagi dia sangat suka mencium aroma tubuh Jansen.

"Iya, Bu. Hamil." Lana menahan tawanya. Sekarang mereka sekeluarga berkumpul di rumah Diamond.

"Berarti nanti Loly punya adik? Yeeyyy, akhirnya Loly punya adik. Ibu benar-benar keren. Ayah juga!" Loly mengacungkan ibu jarinya tinggi-tinggi ke hadapan ayah dan ibunya. Dia sedang duduk di pangkuan Lyan.

"Lana jangan terlalu cape, ya Nak. Jangan banyak pikiran juga, nanti itu bisa berpengaruh buruk pada kandunganmu." Diamond menatap Lana penuh kasih sayang.

"Iya, Bu...." Lana menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya.

"Aku harap tidak ada masalah lagi. Maaf karena aku tidak bisa berbuat apa-apa saat kalian ada masalah," ucap Lyan yang merasa bersalah pada Jansen dan Diamond.

"Tidak apa-apa, Ly. Memang seharusnya kau tidak perlu terlibat dalam hal ini. Aku tahu ini sangat berat untukmu." Lyan menghela napasnya, dia membiarkan Loly turun dari pangkuannya. Membiarkan gadis kecil itu menonton acara televisi kesukaannya.

"Lana, pokoknya kau tidak boleh ke mana-mana tanpa Jansen. Tolong jangan keras kepala, ya Nak. Kau tidak ingin keguguran lagi kan?" Lana mengangguk saja mendengar ucapan Lyan.

"Jansen, bawa Lana ke kamar ya. Sepertinya dia sudah mengantuk." Jansen mengangguk, dia menarik Lana ke pangkuannya, lalu bangkit berdiri. Dia pun membawa Lana ke kamar.

"Ly, aku sungguh tidak habis pikir pada Jendra. Dia meninggalkan banyak rahasia." Diamond menekan pangkal hidungnya karena kepalanya yang mulai pusing. Sebulan terakhir ini dia sudah mencoba mencari putri Dania, tapi belum membuahkan hasil.

"Aku tahu, tapi semua sudah terjadi. Kita hanya perlu berdoa, berserah kepada Sang Pencipta agar kehidupan kita dimudahkan. Soal putri Dania, aku akan membawanya padamu." Lyan menyentuh tangan Diamond.

"Maksudnya?"

"Aku tahu di mana dia. Nanti, saat sudah waktunya dia akan menemui kalian. Itu janjinya." Diamond menatap Lyan penuh tanya. Mencerna ucapan wanita itu.

"Kau tahu di mana dia? Dari mana kau tahu? Kenapa kau tidak memberitahu padaku? Astaga!" Diamond mulai gelisah, dia menggigit bibir bawahnya dengan pelan.

"Bukan aku yang tidak mau, tapi ini adalah amanah, Diamond. Sabar saja...." Lyan menepuk bahu Diamond beberapa kali, dia tersenyum penuh keyakinan pada sahabatnya itu.

Maaf karena aku menyembunyikan soal putri Dania pada kalian, bahkan pada dunia. Aku yang membesarkan dan merawatnya sejak kecil. Ini demi kebaikan kita semua, dan ini amanah dari Jendra. Maafkan aku, Diamond. Suatu saat kau akan mengerti kenapa aku melakukan semua ini.

★∞★

Okey, sudah selesai ya.

Soal Amora nanti ada kok di cerita baru. See you again, Gaesss.

Terima kasih atas dukungan kalian buat cerita ini♥
Ig: naomiocta29

I Will Still Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang