Part 8

25.5K 2.2K 86
                                    

"Tante ke mana saja? Seminggu menghilang begitu saja. Tante sengaja ya?" Lyan tersenyun simpul, dia memberikan amplop besar berwarna cokelat pada Jansen.

"Buka saja amplop itu." Jansen membuka amplopnya dengan cepat, penasaran dengan isi amplop tersebut.

Jansen mengeluarkan beberapa kertas dan juga foto dari dalam amplop.

"Ini riwayat hidup siapa? Amora?"

"Ya, Amora yang menyiksa Lana. Dia juga yang mengasingkan Lana. Lihat fotonya, kuharap kau tidak terkejut meski itu kejutan untukmu!" Lyan menatap Jansen dengan lembut.

Jansen menatap foto di tangannya dan mulutnya langsung ternganga.

"Bagaimana? Kaget?" Lyan menepuk bahu Jansen dua kali.

"Dari mana Tante mendapatkan ini semua?" Jansen mulai emosi.

"Aku mencari tahu tentang dia karena penasaran. Yah, dia menampar Lana dengan kuat pada saat itu dan aku tak suka. Memang dia tidak bisa berubah. Jansen, hati-hatilah sekarang, dia ada di sekitarmu juga! Wanita busuk dan tidak bertanggungjawab itu!"

"Padahal aku sudah jauh-jauh pindah ke sini. Aku pikir dia belum menemukanku." Lyan mengangguk.

"Jadi, di mana Lana?"

"Ah, dia sedang bermain dengan Loly. Tante tahu, mereka seperti seusia saja. Lalu, apa hubungannya Lana dan wanita bajingan itu?"

"Kenapa kau bertanya? Apa kau penasaran?" Lyan mencolek perut Jansen.

"Ah, aku hanya ingin tahu. Karena, tadi Lana langsung lemas. Katanya sih dia melihat Amora."

"Benarkah? Jansen, kau tak boleh lagi membawa Lana pergi keluyuran. Aku tahu kau ingin melakukan pendekatan serius dengan Lana, tapi di rumah saja." Lyan menahan tawanya melihat perubahan ekspresi wajah keponakannya itu

"Lana mengatakan kalau dia melihat Amora di  dekat indomaret. Setelah itu, dia langsung gemetaran dan ketakutan."

"Hmm, siapa yang tidak ketakutan kalau jadi Lana? Dia diasingkan di tengah hutan. Di pasung dan juga di siksa. Jansen, Lana itu putriku sekarang. Jadi aku harus melindunginya dari Amora!"

"Jangan sampai Amora bertemu dengan Loly. Hah, dia itu, kan gila!" Lyan mengangguk setuju.

"Kenapa dunia ini jadi terasa sempit, ya?"

"Entahlah, Jansen. Yang pasti kau harus menikahi Lana secepatnya."

"Aku ingin mencari tahu soal Amora. Kenapa dia bisa mengenal Lana?"

"Aku juga tidak tahu. Saat kutanya pada Lana, dia juga tidak tahu."

Jansen mengerutkan keningnya. "Tan, apa jangan-jangan Lana hanya berpura-pura? Maksudku, dia ingin menipu atau menguras harta kita." Lyan mencubit perut Jansen.

"Mulutmu kalau ngomong jangan sembarangan. Aku melihat sendiri bagaimana lana di pasung. Nanti akan aku cek punggungnya untuk melihat bekas cambukan yang Lana bilang."

"Hah, yang benar saja, Tante. Gadis itu pasti hanya mengada-ada. Heran...." Jansen geleng-geleng sambil memegangi keningnya.

"Dasar! Awas saja kalau kau berani macam-macam pada Lana." Lyan menendang kaki Jansen.

"Dasar, Ibu tiri!" Lyan tersenyum lantas pergi dari hadapan Jansen. Dia sudah tidak sabar lagi bertemu dengan Lana. Seminggu tak bertemu ternyata menumbuhkan rasa rindu di hati wanita paruh baya itu.

Jansen diam-diam mengikuti langkah Lyan, penasaran dengan apa yang akan tantenya itu lakukan.

"Lana!" Jerit Lyan saat dia melihat Lana dan Loly sedang bermain di kamar Loly.

"Ibu!" Jerit Lana sambil berlari mendekati Lyan. Lyan merentangkan tangannya, siap memeluk Lana.

Lana langsung memeluk Lyan dengan erat. Mereka berdua terlihat seperti anak dan ibu yang saling melepas rindu.

"Kangen, Bu."

"Iya, Sayang. Ibu juga kangen." Lyan melepas pelukan mereka dan dia mengecup kening Lana. Jansen yang melihat itu langsung cemberut.

"Dasar! Setelah kau merebut perhatian putriku, sekarang kau juga merebut perhatian tanteku!" Lana tidak merespons.

"Bibi, gendong!" Pekik Loly kegirangan. Lyan mengangguk dan menggendong Loly.

"Apa Loly senang?"

"Sangat senang, Bi. Loly senang sekali punya Ibu seperti Ibuku ini. Ibu sangat baik dan tidak pernah marah. Ayah saja yang suka marah-marah." Loly menjulurkan lidahnya pada Jansen membuat Jansen semakin cemberut.

"Dasar, Loly. Sudah ada ibu lupa sama Ayah, ya?" Loly menggeleng.

"Loly tetap sayang pada Ayah. Loly sayang sekali pada Ayah." Loly mengangkat tangannya agar Jansen menggendongnya.

Jansen mengembuskan napasnya pelan. Dia menerima Loly dari gendongan Lyan. Jansen mengelus kepala Loly saat menyadari mata putrinya itu berkaca-kaca.

"Hehe, Loly jangan nangis, ya. Ayah hanya bercanda," kata Jansen, tapi Loly hanya diam saja. Tidak seperti biasanya yang suka bicara dan suka menimpali ucapan Jansen.

"Mungkin Loly mengantuk, Ayah," ucap Lana, Loly mengangkat wajahnya dan menatap Lana. Dia mengedipkan sebelah matanya dan bodohnya Jansen yang tidak menyadari sandiwara Loly.

Lyan mengulum senyumnya. Sementara Jansen mulai panik karena Loly memasang wajah cemberutnya. Yah, Jansen selalu panik kalau Loly mulai merajuk karena susah di bujuk. Apa lagi Loly yang belum pernah mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari seorang ibu, hal itu tentu saja membuat Jansen merasa bersalah.

"Iya, Loly mungkin mengantuk, Nak." Jansen mengangguk, dia melangkah mendekati ranjang Loly. Membaringkan Loly dengan lembut.

"Maaf, ya Loly. Ayah tidak marah lagi, kok. Jadi Loly jangan cemberut, ya."

"Loly marah, Ayah! Pokoknya Ayah harus menikah dengan Ibu!" Jansen menutup mulutnya rapat-rapat, dia menatap Lana dengan sinis. Dia semakin tidak suka pada gadis itu.

Ini pasti suruhan gadis itu. Sialan! Geram Jansen dalam hati.

"Ah, Loly. Ng, aku—" Jansen berdiri, lalu dia keluar dari kamar Loly.

"Aduh, sepertinya dia marah padaku."

"Biarkan saja. Hehe...." Lyan mengelus kepala Lana, dia juga menarik tangan Lana menuju ranjang Loly.

"Nanti Ayah pasti mau, Bu. Ayah hanya malu-malu."

"Loly pintar sekali berpura-pura. Jangan begitu lagi, ya." Loly mengangguk, dia memeluk lengan Lana.

"Iya, Bu. Loly janji. Nanti Loly minta maaf pada ayah, hehe...." Lana mengangguk, dan mereka bertiga saling berpelukan.

Sementara itu, Jansen berdiri mematung di depan jendela kemarnya. Dia menatap cincin di jari manis kanannya. Rahangnya juga mengeras.

"Awas kau, Lana. Berani sekali kau mempengaruhi putriku! Kau aku menerima ganjarannya!" Geram Jansen dengan serius. Tangannya mengepal dengan kuat, dia menatap lurus keluar jendela.

★∞★

Jadi, Amora itu adalah.....

Semoga suka!
Vote dan komen kalau suka :) tinggalkan kalau nggak suka (:

Terima kasih!
10 Juli 2017

I Will Still Love YouWhere stories live. Discover now