Part 24

15K 1.4K 55
                                    

Di rumah Jansen
Pukul sepuluh malam

Lana melangkah mondar-mandir di kamar Jansen karena tadi dia mendengar suara mobil Jansen. Ternyata suaminya itu pulang lebih awal.

Lana mengintip dari jendela, keningnya berkerut.

"Bukan Jansen. Dia siapa?" tanya Lana saat melihat seorang lelaki keluar dari mobil Jansen.

Lana bergegas keluar dari kamar, rasa ingin tahunya begitu besar. Dia mendekati pintu utama dan membukanya.

"Ah, baru saja aku mau menekan bel."

Lana melongok begitu juga dengan lelaki berjas hitam di depannya.

"Kau siapa?"

"Oh, aku Dimas. Rekan kerjanya Jansen. Boleh aku masuk?" Lana menggeleng.

"Kau bertamu tidak tahu jam. Ini sudah jam sepuluh lewat!" Dimas hanya tersenyum sambil menatap Lana dari bawah sampai atas untuk menilai gadis itu.

Apanya yang jelek? Dia terlihat cantik meski memakai piyama. Dia bahkan lebih cantik tanpa make up.

"Biasanya juga tidak masalah. Apa Loly sudah tidur?" Lana membesarkan matanya.

"Kau mengenal Loly juga?" Dimas mengangguk.

"Jansen juga sahabatku."

"Masuk kalau begitu, ada yang ingin aku tanyakan padamu." Lana berkacak pinggang membuat Dimas geleng-geleng.

Dimas masuk dan Lana mengikutinya dari belakang. Dia membiarkan pintu tetap terbuka.

"Silakan duduk temannya Jansen...." ucap Lana begitu ramah, meski hanya memasang senyum palsu. Dimas duduk, Lana juga.

"Jadi kenapa kau datang malam-malam begini? Di mana suamiku?" tanya Lana tanpa berniat membuatkan minum pada tamunya.

"Lana, Jansen sudah menceritakan banyak hal padaku. Tentangmu."

"Benarkah? Apa pada akhirnya dia suka padaku?" Dimas menggeleng penuh sesal. Dia sangat enggan mengatakan yang sebenarnya. Alasan dia datang bertamu larut malam begini.

"Tapi, apa kau mau aku bantu? Sebenarnya Jansen yang menyuruhku datang ke sini. Makanya aku memakai mobilnya."

"Kenapa dia menyuruhmu?" Lana semakin penasaran, dia pindah tempat duduk menjadi di sebelah Dimas.

"Lana, aku seorang pengacara dan Jansen menyuruhku untuk membuat surat cerai untuk kalian," ucap Dimas penuh sesal.

"Cerai itu sama seperti berpisah?" Dimas mengangguk. "Kalau aku tidak mau bagaimana?"

"Aku juga tidak ingin hal ini terjadi. Jansen ini memang sudah gila. Melakukan semuanya dengan sesuka hatinya."

"Berarti Jansen tidak suka padaku. Berarti dia tidak akan senang kalau aku hamil. Bagaimana ini?" Lana menundukkan kepalanya, menahan air matanya agar tidak jatuh.

"Masih ada kesempatan membuat Jansen suka padamu. Masih ada harapan."

"Dia suka Andrea saja!"

"Dari mana kau tahu Andrea?" Lana mengusap sudut matanya dan mengangkat wajahnya.

"Kira-kira kalau aku dandan sedikit, Jansen suka tidak?" tanya Lana mengalihkan pembicaraan.

"Kurasa tidak, karena kau sudah cantik Lana! Masalahnya ada pada Jansen. Dia belum bisa melupakan mantan istrinya itu!" Dimas menutup mulutnya rapat-rapat karena keceplosan.

"Jadi, Jansen punya mantan istri juga? Aku pikir dia menikah denganku saja. Aku sangat sedih mendengarnya," desah Lana pelan.

"Ah, abaikan ucapanku yang tadi. Lana, bagaimana kalau saat Jansen pulang nanti, kau pura-pura tidak peduli padanya? Biasanya seseorang akan merasa kehilangan dan akan memikirkan-" "Tapi aku ingin memeluknya!" Lana memotong ucapan Dimas.

I Will Still Love YouWo Geschichten leben. Entdecke jetzt