Part 28

15.3K 1.5K 46
                                    

Lana menatap kamar pembantu di rumah Jansen dengan kening berkerut. Rasanya tidak seperti kamar pembantu pada umumnya.

"Ini terlalu bagus. Apa aku ke rumah kosong di belakang rumah Jansen saja? Kurasa begitu, karena tempat itu terjauh dari kamar Jansen." Lana melangkah gontai menuju pintu belakang.

Dia memeluk dirinya sendiri saat kulitnya bersentuhan dengan angin malam yang dingin. Semakin dekat, Lana sama sekali tidak ada keraguan untuk tidur malam ini di rumah itu.

"Aku kangen ibu Diamond dan ibu Lyan. Mereka pasti bersenang-senang di sana." Lana berdiri mematung saat sudah ada di depan pintu rumah kecil itu. Dia membuka pintu yang ternyata tidak di kunci.

"Gelap." Lana meraba-raba dinding untuk mencari saklar lampu. Saat sudah menemukan saklar lampu, Lana menekan sehingga ruangan itu sedikit mempunyai penerangan yang remang-remang.

"Sepertinya ini bukan rumah. Tidak ada kamar di sini dan ini lumayan berdebu. Oh, apa itu?" Lana menatap kain putih yang digunakan sebagai penutup sesuatu.

Dia mendekat dan langsung menarik kain putih tersebut.

"Ini lukisan." Lana mengerutkan keningnya. Dia tidak mengenal perempuan di lukisan itu.

Lana mengangkat lukisan yang lumayan besar itu, dia melemparnya ke lantai. Dia melihat ada bingkai foto yang besar.

"Oh, ini Jansen. Siapa wanita ini?" Lana semakin penasaran karena wajah wanita di foto hampir sama dengan di lukisan.

"Apa dia Andrea? Kurasa begitu. Ini pasti foto pernikahan mereka. Ternyata Andrea cantik, wajar Jansen suka." Lana tersenyum kecut.

Lana menatap sekeliling ruangan itu, dia melongok barengan dengan jatuhnya cairan bening dari pelupuk matanya.

Dia baru menyadarinya, bahwa di seluruh dinding ada foto seorang wanita di tempel di sana.

"Wajahnya sama semua. Ini Andrea, wanita yang dicintai Jansen." Lana menunduk, tangannya yang gemetar menyentuh perutnya yang masih rata.

Dengan menguatkan diri, Lana melangkah menuju meja yang ada di ruangan itu. Dia melihat ada beberapa album foto.

Lana meraih tiga album, lalu dia duduk di lantai. Dia membuka album foto dengan jantung yang berdebar tak karuan.

Dibukanya terus, dengan cepat, dan tangan kirinya menutup mulutnya.
Karena tidak tahan, Lana melempar album foto itu ke sembarang arah.

Di setiap foto yang ada, Jansen tampak tersenyum manis dan begitu bahagia bersama Andrea.

Lana membaringkan tubuhnya di lantai yang berdebu. "Apa aku pergi saja dari sini? Tapi aku takut Amora menyiksaku. Kalau dia tahu aku hamil, pasti dia langsung marah besar." Lana menatap jari manisnya. Dia melepaskan cincin pernikahannya dengan Jansen.

"Kenapa kau menikahiku kalau kau sudah punya Andrea? Padahal kau tidak suka padaku. Kenapa?" Lana meletakkan cincin itu di lantai.

"Besok aku akan ke rumah sakit jiwa itu," desahnya pelan, dia memejamkan matanya.

★∞★

Keesokan harinya, Jansen seperti biasa pergi ke kantor setelah dia mengantar Loly ke sekolah.

Tadi dia sama sekali tidak melihat Lana.

Mungkin dia masih tidur.

Jansen menghentikan mobilnya saat melihat mini market khusus menjual perlengkapan bayi.

Seketika dia memikirkan ucapan Lana tadi malam.

I Will Still Love YouOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz