Part 48

14.8K 646 18
                                    

Di rumah tahanan
Pukul 14.21 WIB

Diamond, Jansen, dan Lana sudah menunggu Dania lima menit yang lalu di kursi yang sudah disediakan untuk tamu atau pengunjung. Lana menggenggam erat tangan Jansen begitu juga dengan Jansen. Sejak tadi pagi saat Lana mengetahui Jansen dan Diamond akan pergi ke penjara tempat Dania ditahan, Lana bersikeras ingin ikut. Mau tidak mau Jansen membiarkan Lana ikut. Sementara Loly di rumah bersama Lyan.

Diamond mengangkat wajahnya saat Dania datang dan duduk di hadapan mereka. Mata Dania hanya tertuju pada satu objek di depannya, yaitu Lana.

"Hai...." sapa Lana dengan ramah, lalu Lana menyembunyikan wajahnya di punggung Jansen karena Dania hanya diam.

"Semua salahku," ucap Diamond yang membuat tatapan Dania beralih pada adiknya itu.

"Aku yang membuat kau seperti ini, Kak. Maafkan aku. Aku yang merusak semuanya, aku yang membuat kau menderita selama ini. Aku yang telah merebut kebahagiaanmu." Dania tersenyum tipis karena merasa geli mendengar Diamond memanggilnya ‘Kak’ setelah sekian lama.

"Tapi Lana putri kandungku. Aku tahu kau marah besar padaku, pada Jendra. Tapi, kumohon maafkan kami." Diamond menunduk lesu, air mata mulai menetes.

"Semua salahku...." Dania mengerutkan keningnya, tidak suka melihat Diamond menangis.

"Bukan salahmu. Aku yang sengaja menyembunyikan semuanya padamu. Meski kau dengan tidak sengaja merebut kebahagiaan yang kumiliki dulu, lelaki yang sangat kucintai. Salahku karena saat itu tidak mau mengenalkan Jendra padamu karena aku takut kehilangan dia. Tapi tanpa kuduga, aku sudah kehilangan dia. Hah, sudahlah! Semua sudah berlalu. Hapus air matamu atau aku tidak akan memaafkanmu seumur hidupku." Diamond mengangguk, dia mengusap air matanya dengan cepat. Namun gagal, tetap aja dia tidak bisa berhenti menangis.

"Tidak mau berhenti," katanya sambil tertawa. Dania hanya mengangkat bahunya. Lalu kembali fokus pada Lana yang juga menatapnya. Diamond menyadari itu dan tangisnya semakin pecah.

"Kumohon, Lana itu putriku...." Dania kembali mengerutkan keningnya.

"Apa maksudmu?" Dania menghela napasnya dengan kuat.

"Kau tahu, aku hanya punya Lana. Aku juga baru menemukan Lana, jangan ambil dia."

"Hah, kenapa kau masih saja polos? Diamond, aku tidak pernah mengatakan kalau Lana putriku. Benar kan?" Diamond mengusap air matanya.

"Benar, jadi siapa yang kau maksud?" Dania menatap Diamond dengan tatapan kosong.

"Saat itu aku mengandung anak Jendra. Saat aku melahirkan, aku memberikannya pada Jendra. Tapi sepertinya dia menyembunyikan hal itu juga padamu. Lalu di mana putriku? Apa Jendra membuangnya? Astaga! Dia benar-benar keterlaluan! Untung saja sudah kubunuh!" Terlihat jelas kemarahan di wajah Dania. Sementara Diamond mengembuskan napas leganya. Tapi dia benar-benar tidak menyangka kalau almarhum suaminya meninggalkan banyak rahasia.

"Aku akan mencari putrimu," ucap Diamond yang tidak ada jawaban dari Dania.

Dania bangkit berdiri dan membalikkan badannya. Kontan saja Lana juga berdiri dan berlari mendekati Dania. Lalu memeluk Dania dari belakang.
Diamond dan Jansen juga berdiri dan mendekati Lana, takut kalau Dania berbuat hal tak terduga pada Lana.

"Terima kasih karena ibu sudah menolongku. Meski aku tidak hamil lagi," ucap Lana dengan sangat pelan. Dania mengangguk, lalu melepaskan diri dari Lana, lalu dia pergi.

"Lana...." Jansen menyentuh bahu Lana, Lana langsung memeluk Jansen.

"Badanku kaku dan dingin. Aku takut kalau dia sakit," ucap Lana. Diamond mengerutkan keningnya, dia menatap punggung Dania yang mulai menjauh.

"Aku akan menebus semua kesalahan yang sudah kami lakukan padamu." Diamond menatap sedih Dania yang sudah menghilang dari pandangannya.

Akhirnya Jansen membawa Lana dan Diamond pergi dari rumah tahanan itu.

★∞★

Lana menyisir rambut Loly dengan pelan, dia juga memasangkan pita di rambut Loly. Loly baru saja selesai mandi.

"Ibu semakin gendut," ucap Loly sambil terkekeh pelan. Lana hanya tersenyum lebar.

"Gantian, ya Bu. Sekarang Loly yang nyisir rambut Ibu." Lana mengangguk saja. Loly berdiri dan mengambil sisir dari tangan Lana, lalu menyisir rambut Lana dengan pelan-pelan.

"Ibu semakin cantik. Pasti ayah sangat suka pada Ibu. Iya, kan Bu?" Lana tertawa pelan mendengar ocehan Loly. Merasa gemas pada putrinya itu.

"Kata ibu guru, orang cantik itu akan semakin terlihat cantik kalau hatinya baik. Cantik luar dan dalam, Bu. Loly pikir Ibu juga seperti itu. Loly sayang sekali pada Ibu." Loly memeluk leher Lana. Lana mengangguk.

"Aku juga sayang pada Loly. Loly sangat baik dan tidak cengeng. Loly juga pintar dan rajin belajar, bahkan Loly anak yang penurut. Nanti kalau Loly sudah punya adik, Loly bisa mengajari adiknya hal-hal yang baik-baik. Oke?" Loly mengangguk.

Loly melepaskan pelukannya dari leher Lana saat Jansen masuk ke dalam kamar.

"Ayah datang. Loly tidak mau mengganggu." Loly pun berlari keluar dari kamar orangtuanya.

Lana menatap Jansen dari kaca yang ada di meja rias. Dia bangkit berdiri sambil menatap Jansen malu-malu.

"Loly benar, kau terlihat semakin gendut dan cantik." Jansen menarik Lana ke pelukannya. Pujian dari Jansen tentu saja membuat Lana grogi dan merona.

"Besok jadwal kita periksa kesehatan," ucap Jansen, Lana hanya mengangguk. Jantung Jansen berdebar saat mengingat Lana belum datang bulan di bulan ini. Tapi dia tidak bisa senang dulu, karena dokter pernah mengatakan padanya kalau belum datang bulan, itu bukan berarti hamil, tapi bisa saja karena stres.

"Wangi," ucap Lana. Dia berjinjit demi mengecup ceruk leher Jansen.

"Lana-ku yang nakal," bisik Jansen. Dia mengecup puncak kepala Lana. Lalu menarik dagu Lana agar mendongak padanya. Saat Lana sudah mendongak, Jansen langsung mengecup bibir Lana.

"Aku mencintaimu." Lana tersenyum lebar.

"Meskipun nanti aku gendut, apakah kau tetap mencintaiku?" Jansen menaikkan sebelah matanya, sok berpikir membuat Lana bergumam tidak jelas.

"Aku mencintaimu bukan dari fisik, tapi dari kemurnian hatimu, Lana." Lana meloncat ke pelukan Jansen. Jansen menangkap Lana dan membiarkan Lana ada di gendongannya.

"Terima kasih. Padahal dulu kita sering bertengkar. Kupikir itu karena aku tidak cantik. Meski waktu itu aku lumayan cantik, tapi......" Lana tak lagi melanjutkan ucapannya karena Jansen sudah mencium bibirnya penuh dengan perasaan.
Jansen membawa Lana ke tempat tidur dan mereka larut dalam buaian cinta sampai tidak mendengar kalau Loly memanggil untuk makan malam.

“JANGAN PERNAH TAKUT JATUH CINTA DAN JANGAN PERNAH TAKUT UNTUK TERLUKA. BAHKAN SESAKIT APAPUN YANG PERNAH KAU RASAKAN, SUATAU SAAT NANTI ITU AKAN BERGANTI MENJADI HAL YANG MANIS. INGAT, TUHAN TIDAK TIDUR.”

★∞★

S E L E S A I

Ahhh, kita akhiri saja ya. Tunggu aja nanti ada sesuatu yg baru soal melanjutkan cerita ini. Soal anak Dania.

Ekstra part nyusul ya.
Terima kasih♥

I Will Still Love YouWhere stories live. Discover now