Part 4

28.7K 3.2K 52
                                    

Di tengah hutan
Rantauprapat

"Lana, bangun...." Suara lembut dan tepukan di wajah Lana membuat mata itu bergerak-gerak dan beberapa saat kemudian matanya terbuka.

Lana menyesuaikan pandangannya dengan sekitar, keningnya berkerut saat melihat Lyan berjongkok di dekat kepalanya.

Lana duduk, ternyata dia ketiduran di atas boneka beruangnya.

"Ibu?"

"Ya, maaf ya Lana kalau tadi aku pergi. Itu karena aku kesal. Kau berbohong dan aku tidak suka hal itu." Lana memaksakan senyumnya.

"Tak apa-apa, Bu." Lana berdiri saat Lyan juga berdiri. Dia mengikuti arah pandang mata Lyan yang mengarah ke satu ruangan di rumah mini Lana.

Lana dengan cepat berlari mendekati gorden, dia merentangkan tangannya sebagai tanda Lyan tidak boleh masuk.

"Kenapa, Lana? Ada apa di dalam situ?" Lana menggeleng.

"Tidak boleh masuk! Pokoknya tidak boleh!" Jeritnya menjadi-jadi.

Lyan mendekati Lana, dia mengelus pipi Lana yang tirus.

"Lana, tadinya aku tidak penasaran ada apa di dalam kamar itu. Tapi karena kau menghalangi, aku jadi penasaran."

"Tapi, Bu ... baiklah...." Lana menurunkan tangannya, memberi izin pada Lyan.

Lyan menyibakkan gorden, dia mengeluarkan ponselnya dari saku untuk menyenter isi kamar itu. Karena sama sekali tidak ada cahaya masuk untuk menerangi kamar Lana.

"Astaga! Apa ini?" Lana hanya diam, tapi air matanya mulai berjatuhan.

"Lana, kayu dan rantai ini milik siapa?" Lana menggeleng. Lyan menyenter pergelangan tangan Lana, mulutnya langsung menganga.

"Lana, kau di pasung?" Lana mengangguk.

"Kenapa? Siapa yang melakukannya padamu?"

"A ... aku tidak tahu, Bu...." Lyan memeluk Lana, tidak tega melihat Lana.

Dia pasti sangat menderita.

"Sejak kapan?"

"Entahlah, Bu. Sudah sejak lama kurasa. Bibi bulan lalu melepaskannya. Setelah itu, aku tudak bisa berdiri dengan benar. Bibi menopangku. Bibi juga mengajakku berjemur di luar. Katanya, supaya warna kulitku tidak pucat."

"Astaga, Nak. Siapa yang tega melakukan ini padamu? Bukan hanya diasingkan, tapi juga di pasung. Sungguh kejam orang yang melakukan semua itu." Lyan melepas pelukan mereka, Lana dengan cepat mengusap wajah Lyan dari air mata.

"Tak apa, Bu. Lagi pula aku sudah terbiasa. Aku harus tetap bersyukur." Lyan menggeleng. Dia kembali menatap isi kamar kecil itu.

"Kau tidak gila! Tapi, yang melakukan semua itu padamu yang gila! Tidak punya perasaan!"

"Tak apa, Bu. Pasungnya di lepas saja sudah untung. Mungkin aku memang gila," ucap Lana dalam tangisnya membuat Lyan juga semakin menangis.

"Lana, aku ini seorang janda. Suami dan putriku sudah tiada. Mereka tewas di depan mataku sendiri. Mereka di bunuh seseorang yang kini berada di rumah tahanan. Lana, maukah kau tinggal denganku? Aku janji akan merawatmu dengan baik-baik. Aku tidak akan membuatmu sedih dan menderita. Mau, ya?"

Lana tersenyum.

"Terima kasih, Bu. Tapi aku tidak bisa ikut dengan Ibu. Aku tidak mau di jual lagi. Aku mau menunggu bibi datang. Rumahku di sini, meski tidak ada orang di sekitar sini, tapi aku merasa nyaman dan aman, Bu."

"Jangan menolakku, Lana. Kau tahu betapa hancurnya hatiku saat ini? Bagaimana tidak hancur? Keadaanmu sungguh tak bisa kuterima. Lana, kau pantas mendapatkan hidup yang normal. Kau bisa menikah dengan Jansen." Lyan menggenggam tangan Lana. Dia terpaksa membawa-bawa nama Jansen supaya Lana mau.

"Aku memang suka padanya, tapi aku tak berniat untuk menikah, Bu. Karena aku tahu, semua orang tidak ada yang bisa menerima aku apa adanya. Lagi pula, aku tidak cantik. Haha...."

"Lana, kau cantik. Sangat cantik."

"Sudahlah, Bu. Ibu pulang saja. Aku mau di sini saja."

"Aku akan membawa Jansen ke sini!" Lyan melepaskan tangan Lana. Dia tetap bersikeras untuk membawa lana pergi.

Saat Lana hendak berbicara, dia menarik tangan Lyan menuju tempat persembunyian yang dibuatkan bibi Lana.

"Tetap di sini. Mereka datang. Jangan keluar sebelum mereka pergi."

"Memangnya kenapa?" Lana menutup mulut Lyan. Lalu dia keluar dari kamar itu.

"Dari mana saja seminggu ini, hah?!" Suara yang begitu kuat itu membuat Lyan terkejut.

"Kau sudah berani melawan, ya? Kau dilepaskan bukan untuk kelayapan!"

Plak....

Suara tamparan itu begitu kuat.

"Lana, itu hukuman karena kau sudah berani melawanku!"

"Maaf, Amora...." Lana tidak memberontak saat Amora menarik tangannya menuju kamar tempat di mana Lana di pasung. Amora mnghidupkan lampu semprong agar ruangan itu sedikit terang.

Bahkan tidak berusaha melawan saat Amora memasung Lana lagi.

"Dengar, Lana! Wanita tua kesayanganmu itu sudah aku bunuh! Jadi tidak ada lagi yang bisa melepaskan kau dari rantai ini!" Lana menundukkan kepalanya, tidak berani mendongak karena takut Amora melihat air matanya.

Setelah Amora selesai memasung Lana, dia pergi dari rumah Lana.

Lyan keluar dari persembunyiannya, sejak tadi dia sudah tidak tahan bersembunyi.

"Lana, siapa yang tadi itu? Kenapa kau mau-mau saja diperlakukan seperti ini, hah?" Lyan mengguncang bahu Lana.

"Lana...." bisik Lyan, dia membingkai wajah Lana.

"Amora. Aku tidak tahu dia siapa. Tapi, kalau dia datang ke sini, dia akan marah-marah dan memukulku. Kadang di cambuk di punggung." Lyan memeluk Lana, entah kenapa dia tidak terima Lana diperlakukan seperti itu.

"Aku akan melepaskanmu, aku akan membawamu dari sini. Kau harus diselamatkan, Lana. Kau tak boleh menolakku!" Lyan menghapus air mata Lana. Lalu dia berusaha mencari kunci untuk membuka pasung Lana.

"Kuncinya di gantung di sana, Bu...." ucap Lana dengan pelan. Dia benar-benar parah.

"Di mana? Oh, itu?" Lyan mendekati kayu di dekat gorden, lalu mengambil kunci itu. Dia dengan cepat melepaskan Lana, takut kalau wanita yang tadi datang lagi.

Setelah terbuka, Lyan langsung memapah Lana berdiri.

"Aku takut, Bu. Bagaimana kalau Amora datang lagi? Dia pasti marah besar, dia pasti menambah hukumanku."

"Kalian tidak akan bertemu lagi. Rumahku aman dan banyak penjaganya. Lagi pula, Jansen bisa menjagamu." Lana mengangguk saja.

"Kau tidak akan menderita lagi. Oke?" Lana mengangguk lagi. Mereka berdua pun pergi dari hutan.

Bagaimana kalau nanti Amora menemukanku? Aku tidak mau lagi ketemu dengan dia, batin Lana sambil terus berjalan dengan cepat bersama Lyan.

★∞★

Oke, di sini Lana sangat menyedihkan. Aku senang membuat cerita ini, semoga kalian juga senang bacanya.
Semoga suka :)
Vote dan komen kalau suka, tinggalkan kalau nggak suka :)

2 Juli 2017

I Will Still Love YouWhere stories live. Discover now