Part 22

15.1K 1.4K 20
                                    

Lana menarik selimut untuk menutupi kepalanya saat ada yang berusaha membangunkan dia dari tidur nyenyaknya.

"Nona, kau harus bangun!" Gadis berambut hitam itu menarik selimut Lana. Memang setelah Raya bekerja di rumah Jansen, mereka menjadi sangat akrab dan Lana juga punya teman selain Loly. Berhubung Lyan dan Diamond sedang berlibur ke luar negeri, jadilah hampir setiap hari mereka membicarakan banyak hal.

"Tapi aku masih mengantuk, Raya!"

"Aku ingin mengajakmu ke suatu sempat." Lana membuka matanya dengan lebar-lebar. Dia langsung bertatap muka dengan Raya.

"Ke mana? Kau, kan tahu kalau aku tidak diberi izin keluar dari rumah." Lana duduk dan menatap Raya dengan sendu.

Raya tersenyum tipis, dia menyentuh tangan Lana.

"Kita bisa pergi diam-diam. Hei, kalian sudah menikah hampir sebulan dan suamimu itu masih saja mengurungmu di rumah. Apa kau tak mau periksa ke rumah sakit? Siapa tahu saja kau sudah hamil." Lana tersenyum, dia menatap Raya tidak yakin.

"Ayolah, lagi pula aku mulai curiga! Karena pembalutmu tidak berkurang, kan? Kau belum datang bulan, kan? Selain itu, kaujuga akhir-akhir ini lebih lahap makan, dan yang paling aneh lagi, kau sering mengendus kemeja suamimu!"

"Ah, aku lupa. Kau bahkan lebih tahu. Baiklah, lagi pula suamiku sedang bekerja di luar kota, besok baru akan kembali." Raya mengangguk saja. "Tapi aku akan menjemput Loly dulu ke sekolah," lanjutnya dan Raya kembali mengangguk lagi.

Lana turun dari tempat tidur, lalu dia masuk ke dalam kamar mandi. Raya yang dia tinggalkan sendiri di kamar hanya bisa menghela napas.

"Sudah hampir sebulan menikah, tapi perlakuan suaminya tetap dingin. Seolah Lana tidak ada dalam hidupnya. Awas saja kau, Jansen!" Raya mengepalkan kedua tangannya. Semakin kesal lagi karena Jansen jarang sekali menghubungi Lana.

"Kalaulah nanti seandainya Lana hamil, kira-kira bagaimana reaksi suaminya, ya? Benar, Lana itu terlalu baik untuknya. Lana juga pantas bahagia, kan? Kalau saja dia memberi izin pada Lana keluar dari rumah, aku sangat yakin banyak pria yang bertekuk lutut padanya." Raya bersungut-sungut sendiri sampai tidak menyadari Lana sudah keluar dari kamar mandi.

"Raya...."

"Ah, apa?" tanya Raya terjingkat kaget. Lana hanya menggeleng. Raya bangkit berdiri, dia menyentuh bahu Lana. Menatap Lana lekat-lekat.

"Lana, percaya padaku kalau aku tidak pernah berniat jahat padamu. Mungkin setelah nanti aku membawamu ke suatu tempat, kau akan mengerti kenapa aku ada di sini." Lana tersenyum.

"Nanti kalau benar aku hamil, pasti Jansen akan senang. Loly juga pasti sangat senang karena dia punya adik. Aku jadi tidak sabar." Raya menggenggam tangan Lana, lalu menarik majikannya itu keluar dari kamar.

"Lana, kita lewat pintu belakang saja, oke?" Lana mengangguk. Dia ikut saja saat Raya mulai melangkah menuju belakang rumah karena dia percaya pada gadis itu. Percaya Raya tidak akan menyakitinya.

Saat sudah ada luar pekarangan rumah, Raya mengajak Lana naik ke sebuah mobil hitam milik keluarga Jansen. Lana lagi-lagi patuh saja.

"Ray, jam segini Loly belum pulang. Dia pulang jam dua belas nanti."

"Oh ya, aku tahu. Bagaimana kalau kita langsung ke suatu tempat saja?" Lana mengangguk.

"Ray, kau yabg membawa mobilnya?"

"Tentu saja, lagi pula Jansen sudah memberi izin." Raya mengerlingkan sebelah matanya pada Lana. Dia pun menghidupkan mesin mobil, lalu melajukan mobil tersebut.

★∞★

Di sebuah rumah sakit
Pukul sembilan pagi

"Raya, kenapa kau mengajakku ke sini?" Raya hanya diam saja, dia terus melangkah sampai mereka tiba di depan sebuah ruangan. Raya masuk ke dalam ruangan tersebut.

"Lana, ayo masuk. Aku akan mengenalkan seseorang padamu." Lana mengangguk, dia mengikuti langkah Raya yang mendekati ranjang rumah sakit.

"Dia siapa?" tanya Lana saat melihat seorang anak kecil berbaring lemah di tempat tidur.

"Namanya Grace. Dia satu-satunya keluargaku yang tersisa. Umurnya delapan tahun, Lana."

"Oh, dia sakit apa?"

"Kau tak perlu tahu, tapi yang pasti ... perawatannya di sini membutuhkan banyak biaya. Ah, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat lagi." Lana tersenyum. Raya membawa Lana keluar dari ruangan itu.

"Kita periksa perutmu dulu, siapa tahu saja ada adik bayinya." Raya mempercepat langkahnya menuju dokter kandungan yang ada di rumah sakit tersebut.

Raya mengambil nomor antrean, sementara Lana duduk di kursi tunggu.

"Lana, nanti kalau namamu di panggil, kau masuk saja, oke? Aku ke ruangan Grace sebentar." Lana mengangguk sambil mencengkeram ujung bajunya.

"Sebenarnya aku tak yakin, tapi aku sangat berharap. Kalau nanti benar aku hamil, sikap Jansen padaku pasti berubah menjadi lebih baik. Aku juga tidak sebatang kara lagi."

Lana terus menunggu sampai akhirnya namanya di panggil.

Sementara di tempat yang sama, Raya melangkah mondar-mandir sambil melihat ke layar ponselnya.

Dia mengumpat dalam hati karena melihat sebuah foto yang dikirimkan mata-matanya.

"Sekarang aku mengerti kenapa keluarga Andrea membunuh keluarga Jansen. Sebenarnya ini bukan urusanku, tapi aku kasihan pada Lana. Dan dia masih mencintai wanita yang sudah meninggal itu? Apa dia tidak memikirkan perasaan Lana?"

"Ternyata kau di sini! Aku sudah selesai." Ucapan itu membuat Raya memekik tertahan.

"Lana, bagaimana hasilnya? Apa sudah keluar?" Lana menyerahkan satu lebar kertas hvs pada Raya. Raya langsung menerima dan membacanya dengan teliti.

"Aku tidak percaya hasilnya keluar secepat ini. Selemat, Lana!" Kening Lana berkerut karena tadi dokter yang memeriksanya juga mengatakan selamat tanpa mengatakan penjelasan apa pun.

"Kau hamil. Yah, sesuai harapanmu." Lana mengangguk saja.

"Aku akan memberitahu tahu Jansen."

"Nanti saja setelah kita menemui seseorang."

Lana menggeleng, rasanya dia ingin pulang saja untuk memberitahu Jansen tentang kabar gembira ini. "Aku tidak mau! Aku mau pulang!" Jerit Lana tiba-tiba membuat Raya ternganga.

"Jangan gegabah, kita bertemu seseorang dulu."

"Siapa, hah? Siapa?" Lana menunduk, menahan air matanya agar tidak terjatuh.

"Ibunya Andrea!" Kontan saja Lana mengangkat kepalanya, dia menatap Raya dengan pilu. Dia penasaran, tapi takut terlampau sakit hati mengetahui fakta yang sesungguhnya.

★∞★

Semoga suka!

Vote dan komen kalau suka ya :) tinggalkan cerita ini kalau nggak suka :)

30 Agustus 2017
Ig: Naomiocta29

I Will Still Love YouWhere stories live. Discover now