CHANCE - Chapter 42

4.9K 197 0
                                    

"Apa kau lelah, sweetheart?" Tanya Andrew sembari merangkulkan tangannya di pinggang Jessi mencoba mendekatkan tubuh perempuan itu padanya. Jessi mengalungkan tanganya di leher suaminya. Ya, kini mereka telah sah menjadi suami istri. Betapa bahagia nya Jessi ketika semua impian nya menikah bersama laki-laki yang ia cintai sudah menjadi kenyataan. Ditambah laki-laki itu mencintainya balik.

"Aku baik-baik saja." Jessi mengelus rahang Andrew yang ditumbuhi oleh bulu-bulu halus yang menambah ke tampanan pria satu ini, "Aku sangat bahagia, Andrew." Jessi tersenyum lebar sembari memeluk tubuh Andrew tidak begitu erat, ia mengingat perut nya sudah membesar.

"Aku juga, sayang. Aku juga tidak menyangka akan segera menjadi seorang Ayah." Andrew mencium kening Jessi, "Pasti dia akan setampan dirimu."

"Tentu." Ucap Andrew percaya diri. Jessi terkekeh mendengar kepercayaan diri suami nya itu. Ia mendorong pelan tubuh Andrew dan menatap manik mata hijau milik Andrew, "Apa kau menyesal menikah denganku?"

Rahang Andrew mengeras tidak suka dengan pertanyaan Jessi, "Pertanyaan semacam apa itu? Jika aku terpaksa, untuk apa aku jalani? Kau ingat saat dulu aku tidak yakin bersamamu? Aku begitu brengsek, Jessi. Dan sekarang aku menyesal. Ya, aku menyesal karena dulu menyia-nyiakan mu dan anak kita."

Andrew tampak begitu sedih. Ia membayangkan jika saja anak nya masih hidup, tentu ia sudah lahir. Astaga.

"Sstt.. Jangan lagi membahas hal itu, ingat? Aku tidak ingin kau sedih. Dan aku juga tidak ingin bersedih lagi mengingat kejadian itu. Kita buang jauh-jauh memori itu, sayang. Sekarang sudah ada kau dan aku. Dan juga anak kita didalam sini." Jessi membawa tangan Andrew untuk memegang perut besar nya. Sungguh, kehamilan Jessi sangat besar.

Andrew menunduk sehingga kepalanya berada di depan perut Jessi. Ia mengecup perut Jessi dengan sangat lama, membuat Jessi tersenyum hangat melihat moment singkat nya ini.

"Ah!"

Andrew menatap Jessi tak percaya, "Apakah dia menendangmu?" Jessi mengangguk terharu. Ia meneteskan air mata bahagia nya, "Ah, sayang. Kenapa kau menangis?" Andrew mengusap air mata Jessi.

"Aku bahagia, Andrew. Sangat bahagia!" Seru Jessi. Ia menangis di dada Andrew, "Maafkan aku yang dulu pernah menyakitimu, sayang. Aku janji, setelah ini tidak akan ada yang dapat menyakitimu, oke? Aku tidak akan menyakitimu lagi, sayang. Kau sekarang adalah bagian dari hidupku. Jangan pernah pergi meninggalkan aku lagi, ingat itu." Andrew mencium bibir Jessi.

Jessi mendorong tubuh Andrew saat merasakan anaknya kembali menendang perut nya, "Hey, anakku. Apa kau cemburu Daddy mencium Mommy mu, hm?" Tanya Andrew di hadapan perut Jessi.

Jessi terkekeh pelan melihat Andrew mengajak anak mereka berbicara. Kembali lagi anak mereka menendang perut Jessi, "Dia kembali menendang."

"Hei hei.. Apa kau tak kasihan pada Mommy mu? Lihat dia baru saja menangis, kau malah menendang perut Mommy mu." Andrew mengelus lembut perut Jessi sembari tertawa kecil.

"Tumbuh dengan sehat, my babies. Jangan membuat Mommy mu kelelahan karenamu. Cepat lahir agar kau bisa bermain dengan Mommy and Dad." Bisik Andrew.

Dan setelah itu, Andrew dan Jessi terus saja bercanda gurau bersama anak mereka yang masih di dalam kandungan.

***

"Apa kau akan tetap tinggal di Korea?" Tanya Laura. Leon mengangguk pelan sembari membereskan semua pakaiannya. Selama pernikahan Andrew dan Jessi, ia tinggal di mansion nya yang berada di New York. Laura datang kesini karena permintaan Peter yang begitu merindukan pamannya itu.

"Lagi pula untuk apa lagi aku disini? Kehidupanku sudah berbeda. Aku sudah memiliki keluarga, Laura."

"Ya.. kau bisa membawa Yuri untuk tinggal disini, Leon. Apa kau tidak memikirkan kami, hah? Kasihan Peter dan aku jika keponakanmu ini tiba-tiba saja meminta untuk mengunjungimu."

"Kau bisa langsung ke Korea jika begitu, Laura."

Laura memukul kepala Leon kesal, "Korea? Kau pikir hanya beberapa langkah saja dari sini? Kau gila?!"

Leon tak mengubris ucapan Laura barusan. Ia ingin saja tinggal di New York dan membawa Yuri kesini. Tapi... Ia tidak bisa. Tidak sebelum ia bisa melupakan Jessi dari hidupnya.

"Aku harus pergi. Bye! Jaga keponakan ku dengan baik, Laura. Jika tidak, kau yang akan aku marahi."

Laura memutar bola matanya, "Tentu saja aku akan menjaga nya. Dia kan anakku!" Leon terkekeh pelan kemudian mencium kening Peter yang sedang tertidur di kamar nya.

Leon menghampiri Yuri yang sudah menunggu nya di kamar bawah. Ia dan Yuri tidur di kamar yang berada di lantai satu dikarenakan kondisi Yuri yang tidak memungkinkan untuk naik turun tangga.

"Kau sudah siap?" Tanya Yuri ketika Leon masuk kedalam kamar. Leon mengangguk dan membawa tas milik Yuri, "Ayo." Ajak Leon dan langsung mendorong kursi roda yang Yuri gunakan.

Mereka akan segera menuju bandara dan akan tiba di Korea beberapa jam lagi.

***

Jessi mendapat kabar jika Leon dan Yuri sudah kembali ke Korea tadi siang. Jessi tak memarahi laki-laki itu lagi karena pergi tanpa pamit padanya. Ia juga sudah bahagia melihat Leon yang telah menikah walau diam-diam dari mereka semua.

Akhirnya ia dan Andrew telah hidup bahagia setelah apa yang mereka alami dulu, semua kejadian itu biarlah menjadi pembelajaran untuk kedepan.

Andrew yang tak boleh egois pada Jessi, ia menjadi lebih sabar dan tidak terlalu keras pada Jessi. Ia tau di waktu-waktu kehamilan ini Jessi menjadi sangat emosional. Terkadang bisa saja ia menangis tiba-tiba dan membuatnya kalang kabut.

Seperti sekarang, Jessi yang tengah duduk di balkon kamar, tengah menangis sembari memeluk perut nya yang membesar.

Andrew menghampiri istrinya itu dan memeluk dari belakang, "Kenapa menangis?" Tanya Andrew lembut, "Aku hanya tidak sabar untuk menjadi Ibu, Andrew." Ucap nya pelan. Ia masih sesegukan karena memangis sejak tadi.

"Aku juga seperti mu, sayang. Tapi ingat kau jangan sering menangis, kondisimu akan menurun nanti. Dan kasihan anak kita nanti pasti ikut bersedih melihat Mommy nya menangis seperti ini." Jelas Andrew. Andrew mencium puncak kepala Jessi lembut membuat perempuan itu merasa nyaman di posisi seperti ini.

"Aku sangat beruntung memiliki kalian di hidupku, terutama kau."

Andrew tersenyum lebar di belakang Jessi, "Me too, sweetheart. I'm so lucky to have you in my life. I love you."

"I love you too, jerk." Jessi tertawa kecil sembari memutar tubuhnya menghadap Andrew dan mencium bibir Andrew dengan lembut.

Laki-laki itu membalas ciuman Jessi dengan lembut tanpa menyakiti bibir perempuan itu. Ciuman mereka semakin panas dan semakin lama sehingga nafas Jessi terengah-engah.

"Kau selalu dominan dalam berciuman, Andrew." Ucap Jessi terengah-engah. Andrew membekap wajah Jessi, "Karena kau selalu membuat ku bergairah untuk mencium bibirmu itu." Andrew menyentuh bibir Jessi dengan ibu jari nya.

To Be Continued.

-

Maaf ya part ini pendek :(

-

©Next ➡ Chapter 43©

CHANCE [END] #Wattys2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang