CHANCE - Chapter 24

4.5K 212 0
                                    

Author's POV

Jessi benar-benar takut, tidak tau harus melakukan apa sekarang. Apa benar ia sedang hamil? Pertanyaan itu terus saja mengganggu pikirannya saat ia tiba di apartemen nya. Ia hanya bisa menangis terus menerus sembari memeluk perut yang masih rata itu.

"Sayang, kalau kau memang ada didalam perut Mama, bertahan ya, sayang. Papa tidak bermaksud untuk berbicara seperti itu padamu." Ucap Jessi sembari mengelus perut nya. Ia harus mengecek sendiri apakah benar ia hamil atau tidak. Sejauh ini Andrew tidak pernah menghubungi dirinya. Seakan laki-laki itu menghilang ditelan bumi.

Jessi menghapus air matanya dan bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit. Namun saat ia membuka pintu, Leon sudah berdiri dan hendak menekan bel.

"Leon?"

"Hai! Kau mau pergi kemana?" tanya Leon heran. Laki-laki itu menyipitkan matanya saat menyadari kalau mata Jessi sedikit sembab, "Kau menangis?" tanya Leon lagi sebelum pertanyaan pertama dijawab oleh Jessi.

"Tidak, hanya sedang tidak enak badan saja. Jadi mood ku sedikit hancur." jawab Jessi berbohong. Leon tau jelas Jessi tidak pandai berbohong, "Kau bisa jujur padaku, Jessi."

Tak dapat menahan tangis nya, ia langsung memeluk Leon dengan erat. Menangis di dada Leon untuk melepas semua beban pikiran nya saat ini. Leon juga membalas pelukan Jessi dengan begitu erat, mengelus puncak kepala Jessi agar perempuan itu merasa tenang. Leon menggiring Jessi untuk duduk tanpa melepas pelukan mereka.

"Kau mau bercerita?"

"Aku hamil."

Tubuh Leon menegang saat mendengar pengakuan Jessi barusan, "Kau hamil? Apa kau sudah memastikannya?" Jessi menggeleng pelan lalu menatap mata Leon dengan penuh harapan, "Aku takut, Leon."

"Takut kenapa?" Leon mengelus rambut Jessi, "Aku, aku takut karena Andrew tidak mau menerima anak ini." Leon terdiam sejenak, "Kau sudah yakin jika itu anak nya?"

"Aku tidak yakin, bahkan aku belum tau dengan mata kepalaku jika aku hamil. Karena kemarin aku bertemu dengan Andrew dan aku tiba-tiba saja mual. Aku pingsan dan saat aku terbangun, dia bilang padaku jika aku hamil." tangis Jessi pecah seketika dan kembali memeluk Leon. Seakan Leon bisa menjadi sandaran untuknya saat ini.

Leon merasakan sakit yang saat ini Jessi rasakan. Ketika melihat perempuan yang kalian cintai, pasti akan dapat kalian rasakan betapa pedih perasaan mereka saat ini. Begitu pula dengan Leon, disaat Jessi menangis di pelukannya karena laki-laki brengsek seperti Andrew, itu membuat ia seakan ingin menghajar Andrew detik itu juga.

"Jadi kau tadi ingin mengecek kandunganmu?" Jessi mengangguk pelan dan menjauhkan tubuhnya dari Leon ketika ia sudah sedikit mereka baikan.

"Ayo, kita periksa kandunganmu. Aku akan menemanimu." Leon merangkul tubuh Jessi untuk bangun. Ia dan Jessi bergegas kerumah sakit untuk mengecek kondisi Jessi.

Di mobil Jessi hanya diam dan terus melamun. Leon yang melihat itu merasa iba dan sakit secara sekaligus. Ia tak tau harus melakukan apa sekarang, "Jessi?" Ketika namanya dipanggik, perempuan itu menoleh dengan air muka yang begitu sakit.

"Kita sudah sampai, ayo." Leon keluar terlebih dahulu dan membukakan pintu mobil Jessi.

Mereka masuk kedalam dengan pikiran yang entah kemana-mana. Jessi menebak apakah ia benar-benar hamil atau Andrew hanya membuat berita tidak jelas saja?

"Dok, tolong periksa teman saya ya." ucap Leon pada seorang dokter cantik yang di papan namanya bernama, Dr. Meggie Louwis.

"Baiklah, ayo nona saya periksa."

Leon menunggu proses pemeriksaan Jessi selesai di kursi yang berada didepan ruang pemeriksaan. Pikiran Leon saat ini sedang hancur, dimana dia takut jika Jessi benar-benar mengandung anak dari Andrew, lalu mereka menikah? Pupus sudah harapan Leon mendapatkan Jessi.

Sesaat kemudian mereka berdua keluar, wajah Jessi bahkan terlihat kaget dan dapat Leon tebak bahwa perkataan Andrew adalah benar, Jessi sedang mengandung. Itu adalah anak siapa, urusan belakangan.

"Jessi, bagaimana?"

"Aku hamil." ucap Jessi pelan dengan tatapan kosong nya. Ia hancur, benar-benar hancur. Ia tidak memiliki siapa-siapa lagi sekarang. Dan kini, seorang janin tengah tumbuh di perut nya.

"Janin nya sudah berumur hampir empat minggu, Sir." ucap dokter Meggie. Leon mengangguk pelan, "Terimakasih, dok."

"Sama-sama. Ini resep untuk Jessica, itu sekedar vitamin untuk janin dan kesehatan Jessica juga."

"Baiklah, saya akan mengambilnya nanti."

Dan setelah itu dokter Meggie pergi meninggalkan mereka berdua. Jessi sudah terduduk di kursi dimana Leon tadi duduk menunggunya. Leon menghampiri Jessi yang tengah murung itu, mencoba menguatkan bahwa ini semua bukanlah musibah.

"Kenapa semua ini harus datang padaku, Leon? Kenapa?!" geramnya.

Leon merangkul tubuh Jessi erat, "Kau tidak boleh mengeluh. Ingat, sekarang kau tidak sendirian. Didalam perutmu ada anakmu, Jessi. Kau tidak boleh banyak pikiran." jelas Leon.

Jessi mengangguk sembari mengelus perut nya yang tampak rata itu, "Maafkan Mama, sayang. Mama gak bermaksud jahat padamu. Mama selalu sayang denganmu." Leon terharu mendengar ucapan Jessi barusan. Andai saja Jessi mengandung anak nya, ia pasti akan dengan rela dan senang hati bertanggung jawab untuk menikahi Jessi detik ini juga.

Namun apalah daya jika mereka saja tidak pernah berhubungan intim selama ini. Dan ia harus menerima fakta jika anak itu adalah anak Andrew.

***

Andrew menggenggam erat tablet yang ia pegang saat mendengar info dari Bobby kalau Jessi tengah mengecek kandungannya bersama Leon.

"Kenapa kau harus bersama nya, Jessi? Kenapa!" Andrew melempar tablet itu ke meja. Dengan kesal ia mengambil jas miliknya dan bergegas ke apartemen Jessi untuk menunggu serta meminta agar perempuan itu menggurkan kandungannya.

Dia memang menginginkan Jessi, namun mohon digaris bawahi jika ia hanya membutuhkan Jessi dalam hal memuaskan. Bukan mengikat mereka dalam suatu pernikahan. Cukup sekali ia menikah, dan ia tersakiti karena pernikahan itu. Kesialaan yang datang membuat ia trauma karena cinta dan pernikahan.

Sampai sekarang ia tak percaya akan cinta. Dan jika boleh ia jujur, ia masih mencintai mantan istri nya itu. Mantan istri yang pernah meninggalkannya demi laki-laki yang perempuan itu cintai.

Wajar jika saja Andrew sekarang begitu trauma. Ia tak pernah bermain-main jika sudah mencintai satu perempuan, ia akan menjaga perempuan itu dengan nyawa nya jika perlu! Tidak perduli apapun yang menghalangi, ia akan memberikan semuanya untuk perempuan yang ia cintai.

Jessi, perempuan yang baru saja ia kenal dan tinggal bersama. Saat mendengar perempuan hamil, dan tidak dapat dipungkiri bisa saja itu adalah anaknya. Saat ia mengingat permainan mereka terakhir kali, ia tidak menggunakan pengaman. Dan fakta itu membuat nya terpuruk sekarang. Ia tidak menginginkan Jessi mengandung anaknya, apalagi jika ia tidak bisa mencintai Jessi. Ia masih mencintai mantan istrinya yang sudah lama tidak bertemu. Jika ia memiliki sedikit rasa kepada Jessi, ia berharap jika saja mukjizat dari Tuhan akan membukakan hatinya untuk perempuan yang tengah mengandung anaknya.

Buah hati dari hubungan intim mereka. Namun, apalah daya disaat Jessi hamil, ia belum bisa menerima semua fakta ini. Fakta yang membuat dia bingung serta tak tau harus berbuat apa.

To Be Continued.

-

©Next ➡ Chapter 25©

CHANCE [END] #Wattys2019Where stories live. Discover now