CHANCE - Chapter 5

7.4K 347 1
                                    

J E S S I C A 'S  P O V

Akhirnya Peter sudah siuman setelah aku menunggunya lama. Dia memang sedikit pucat, tapi keaktifannya tidak berkurang sama sekali. Aku bisa bernafas lega saat kebawelannya keluar dari mulut kecilnya itu.

"Kau harus makan." Pintaku. Sejak tadi Peter sangat susah untuk makan. Sudah beribu cara aku mencoba memaksa nya untuk memakan setidaknya sedikit saja untuk menjanggal perut nya itu.

"Aku tidak mau makan makanan rumah sakit, Jessi. Tidak ada rasanya." ucapnya dengan santai.

Aku memutar bola mataku, "Jadi kau mau makan apa? Kau sedang sakit jadi wajar makan makanan rumah sakit." jelasku. Peter menutup mulutnya dengan kedua tangannya, "Jika kau tidak ingin makan, aku akan pergi dari sini dan tidak akan menjengukmu lagi." Ancam ku. Wajah Peter seketika terkejut dan membuka kedua tangannya, "Argh, baiklah. Kau selalu memaksaku seperti itu. Aku tidak suka, Jessi." bibirnya mengerucut tidak suka padaku.

Aku tersenyum kemenangan padanya dan segera aku menyuapkan makanan ini padanya. Sementara aku memberi Peter makan, Leon sudah tidak ada disini. Ia harus pergi bekerja dan akan kembali kemari nanti sore.

-

Malam ini aku harus bekerja karena Terresa sudah menanyakan kenapa kemarin aku tidak bekerja. Aku menghentakkan nafas berat saat harus memilih pakaian apa untuk aku kenakan.

"Merah? Navy?" tanyaku pada diri sendiri saat dikedua tanganku memegang dua dress yang akan aku kenakan.

"Sepertinya ini sesuai dengan mood ku hari ini." Aku meletakkan kembali dress navy kedalam lemari bajuku. Dan itu berarti aku akan mengenakan dress merahku ini.

Melihat ke arloji, kini sudah menunjukkan pukul 7 malam. Aku bisa kembali bekerja karena Leon sudah pulang dari kantornya dan bisa menggantikan ku dirumah sakit untuk menjaga Peter. Tentu Leon tidak tau alasan sesungguhnya kenapa aku tidak bisa menjaga Peter malam ini. Jika ia tau, tentu aku sangatlah malu dan kemungkinan Laura pasti akan jijik jika anaknya dijaga oleh seorang jalang. Jalang? Ah apakah aku mengakui itu? Jijik namun faktanya tidak bisa aku singkirkan bahwa aku memanglah seorang jalang.

Aku kembali bersiap-siap dan dengan segera aku pergi ketempat kerjaku. Disini sudah cukup ramai. Tapi tumben sekali partner kerjaku tidak terlihat berjejeran disini. Kemana perginya mereka? Aku melihat ke arlojiku dan seharusnya mereka sudah bersiap-siap untuk menggoda para lelaki yang berlalu lalang disekitaran sini.

Aku masuk keruangan ganti dan yap! Mereka semua ada disini. Saat aku masuk kedalam, wajah mereka semua menatapku dengan terkejut. Ada apa?

"Kenapa kalian semua menatapku seperti memergoki seorang pencuri?" kedua alisku terpaut heran sembari meletakkan tasku di meja rias.

"Tidak ada apa-apa. Tapi apa kau tidak ingat tanggal berapa ini?" ucap Lessa. Aku melihat ke ponselku untuk mengecek tanggal hari ini. Sial!!!

Seketika mataku ingin keluar. Wajahku kini seperti mereka semua. Takut. Cemas. Dan khawatir. Hari ini adalah hari dimana kami semua akan di lelang dengan harga tinggi.

Sejauh ini aku bukannya tidak laku, hanya saja Terresa tidak ingin melepas ku yang merupakan salah satu aset di tempat ini. Sudah banyak yang ingin membeliku dan otomatis aku terlepas dari dunia gelap ini. Tapi belum saat nya. Dan itulah kenapa aku masih ada disini, ditempat sialan ini.

"Kali ini siapa kira-kira yang akan laku?" Tanya Lolita.

Aku mengidikkan bahu, "Siapapun itu kita pasti berharap jatuh ketangan orang yang tepat. Tidak laki-laki peot tua bangka dan bau tanah." sindirku. Dulu pernah jalang disini dibeli oleh laki-laki berumur kisaran 50 tahunan. Itu menjadi kisah sejarah di tempat ini. Tentu saja Terresa menyetujui hal itu karena bayarannya sungguh menggiurkan.

CHANCE [END] #Wattys2019Where stories live. Discover now