51

484 57 69
                                    

*Backsound diatas nemenin kalian baca, ok?:)*

*Vote dulu yaa biar gak lupa:(*

---

Mungkin Tuhan menyimpan indahnya kisah kita nanti saat kita berdua berada di sana, bukan saat kita di dunia ini.

---

Orang-orang yang rata-rata berpakaian hitam itu berdiri mengitari gundukan tanah yang berada di hadapan mereka.

Tatapan mereka pun berbeda-beda. Ada yang menatap dengan tatapan kosong, penuh luka, kesedihan, dan masih ada yang terang-terangan menangis tak kuasa menahan air mata.

Mereka semua masih tak percaya, perempuan itu meninggalkan mereka tadi malam dengan seribu kesedihan yang tak kunjung hilang.

Orang yang paling terpukul saat ini adalah Iqbal. Iqbal masih menatap gundukan tanah itu dengan mata yang menampung air matanya yang akan segera turun.

Yang berada di sana hanyalah tertinggal Iqbal, Daffa, Vanya, David, dan Jason yang masih memakai kursi roda.

Semua terdiam dengan perasaan yang sama. Sebuah kehancuran dan kesedihan menghampiri mereka dengan waktu yang bersamaan.

Semuanya terjadi begitu cepat. Perempuan itu akhirnya menutup matanya dengan tenang disana.

Isakan tangis Iqbal akhirnya terdengar. Perempuan itu adalah prioritas utama di hidupnya. Ia sangat menyayangi perempuan itu melebihi dirinya sendiri.

Dan sekarang ia ditusuk dengan seribu penyesalan.

"Seharusnya ini semua gak terjadi," ucap Iqbal sambil menjongkokkan dirinya disamping gundukan tanah dengan bunga-bunga yang masih segar di atasnya.

Iqbal mengelus nisan yang bertuliskan nama perempuan itu.

Terlintas di kepalanya ingatan tentang perempuan itu. Pada saat perempuan itu tertawa karena leluconnya, pada saat mereka berdua bersama, dan masih banyak lagi tentang mereka.

Ia tak percaya semua itu akan menjadi kenangan manis yang akan pahit jika diingat kembali.

"Ini semua salah gue," ucap Iqbal sambil menunduk.

"Stop it bang! ini semua bukan salah lo. Ini semua takdir," ucap Vanya lirih.

"Ini semua jelas salah gue!" bantah Iqbal tanpa mengubah posisinya.

"Harusnya gue lebih menjaga dia," ucap Iqbal.

"Harusnya gue luangin waktu buat dia."

"Harusnya gue lebih mengerti dia."

"Dia udah tenang disana, lo harus Ikhlas bang!" kata david.

"Kenapa harus dia yang pergi bukan gue?!" tanya Iqbal tanpa ada yang menjawab.

"Tapi disini gak ada yang salah!" lirih Vanya lagi dengan setetes air mata yang mengalir di pipinya. Ia sebelumnya belum pernah melihat Iqbal sehancur ini.

"Lo gak liat? Gara-gara gue, Deeva sekarang jadi seperti ini!" seru Iqbal.

"Dia nyoba bunuh diri tadi malam gara-gara gue!"

Ritirarsi Per Amore [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang