CHANCE - Chapter 6

Start from the beginning
                                    

Oke. Oke. Oke, semoga bukan dia!

"Um, baiklah. Ini dia.. Jessica!!"

Seketika mataku rasanya ingin keluar saat menatap wanita itu berekspresi kaget. Ya! Jessica! Itulah namanya. Betapa bodohnya aku melupakan nama wanita itu dengan gampang.

"Tunggu dulu, aku tidak menjualnya." ucap wanita paruh baya itu. Aku menyandarkan pundakku kembali saat mendengar itu.

"Ah sial! Padahal aku ingin sekali membeli wanita itu."

"Sungguh? Dasar wanita bodoh! Seharusnya ia menjual jalang itu."

"Ayolah! Aku akan membelinya!"

Semua laki-laki disini memaki bahkan berteriak untuk segera menjual Jessica saat ini juga. Tidak boleh, ini tidak boleh terjadi.

"Fuckin' bitch! Aku sudah membawa uang banyak!!" teriak James.

Wajah Jessi terlihat bingung lalu menunduk. Semua orang teriak dengan hebohnya. Aku hanya diam dan tidak tau harus berbicara apa. Saat semua orang sibuk dengan lelangan ini.

"Aku akan membelinya."

"Maaf tuan, tapi dia tidak-"

"Akan kubayar 20000 dollar." ucapku mantap. Semua orang menatapku dengan terkejut. Tentu membuat Jessi kaget dan seakan tak percaya.

"Wow, baiklah tuan. Apakah ada yang bisa melebihi tuan.. Siapa kalau boleh tau?" Tanya wanita itu.

"Andrew Styles." jawabku santai. James bahkan terkejut menatapku, "Kau serius? Oke. Itu milikmu, aku mengalah." Ucap James mengalah.

"Baiklah tuan Andrew. Apakah ada yang bisa melebihi dari 20000 dollar?"

Semua terdiam. Bahkan mereka tak segan berbisik-bisik menyebutkan nominal yang aku tawarkan untuk Jessi.

"Oke, sudah kuputuskan. Tuan Andrew adalah pemilik sah dari Jessica. Silahkan jemput wanitamu, sayang!" Aku tersenyum miring saat berjalan naik keatas panggung.

Jessi terus menatapku tanpa melepas tatapan nya, "Akhirnya aku menemukanmu." ucapku berbisik padanya.

***

J E S S I C A 'S  P O V

Aku milik laki-laki itu? Yang benar saja. Dia memang tampan. Kaya. Wow bahkan sangat kaya saat ia membeli ku seharga yang sangat fantastik! Baiklah aku sudah seperti jalang sungguhan saat acara malam itu.

"Aku harus ke apartemenku." ucapku canggung sembari melirik Andrew yang sedang menyetir mobil hitam nya.

"Tidak. Kau pulang kerumahku."

"Aku gak bi-"

"Ingat, kau sudah menjadi mililkku. Aku sudah membayarmu dengan sangat mahal, jadi jangan membantah."

Sial. Siapa dia? Kalau tau akan jadi seperti ini, aku lebih memilih untuk tidak di lelang. Terresa dasar wanita mata duitan!

Aku hanya diam tanpa kata. Lebih baik menurut dari pada nasibku lebih terlantar dibanding kemarin-kemarin. Saat aku sedang menatap jalanan, ponselku berdering. Disana memaparkan nama Leon sebagai si pemanggil.

"Ada apa, Leon?" tanyaku.

"Kau lagi dimana?"

Aku melirik sebentar ke kaca spion yang ada di depanku, "Um, diluar. Ada apa? Apa kau membutuhkan aku?" Jujur aku masih khawatir akan keadaan Peter saat ini. Aku yakin Leon dan Laura pasti sibuk bekerja dan sangat butuh aku di rumah sakit untuk menjaga Peter. Toh memang ini adalah giliranku untuk menjaga bocah itu.

"Aku ada meeting siang ini, apa kau bisa datang kerumah sakit untuk menjaga Peter?"

Aku tak yakin bisa hari ini untuk datang kesana. Namun apa boleh buat, "Ya aku bisa. Sebentar lagi aku akan menuju kesana." ucapku.

"Baiklah, Jes. Hati-hatilah dijalan."

Aku menutup telfon kami berdua. Saat aku melihat Andrew, rahang nya bahkan sudah mengeras seperti menahan kekesalan, "Kau tidak akan kemana-mana hari ini, Jes."

"Seriously?! Bahkan kau bukan siapa-siapaku, Andrew."

"Aku harus bekerja hari ini dan ada seseorang yang sangat membutuhkan kehadiranku saat ini." jelasku. Ia hanya diam tanpa kata. Membisu seperti orang bodoh. Aku lah yang seperti orang bodoh berbicara namun tidak ditanggapin.

"Jika kau tidak memperbolehkanku, maka aku akan loncat dari mobil mu."

"Coba saja."

"Baiklah."

Aku membuka pintu mobil, namun sial. Andrew telah mengunci nya secara otomatis. Aku menatapnya kesal tak tentu arah. Aku pikir dia adalah sosok yang wow, namun ya.. Dia sangat menyebalkan. Aku bahkan menyesal telah bertemu dengannya.

"Aku. Harus. Pergi, Andrew.." pintaku untuk yang terakhir kalinya.

"Berjanjilah kau akan kembali padaku."

Janji? Apakah harus? Huft, baiklah, "Aku janji padamu. Jadi bisakah kau menurunkan aku disini sekarang?"

"Kenapa harus disini? Aku bisa mengantarmu ke tujuanmu." aku menelan saliva ku melihat kelakuan Andrew yang terlalu posesif padaku. Bahkan kami baru bertemu hanya beberapa hari saja. Tapi kenapa ia seperti sudah sangat lama kenal denganku?

"Baiklah, antarkan aku kerumah sakit." Ucapku dengan diakhiri hentakan nafas berat agar ia tau aku sedang kesal padanya.

To Be Continued.

-

Jangan lupa vote dan comment ya. Jadilah pembaca yang aktif, jangan jadi pembaca yang hanya menikmati tanpa memberikan feedback🙏 Semua author mengharapkan feedback dari kalian semua para readers🤗

-

©Next ➡ Chapter 7©

CHANCE [END] #Wattys2019Where stories live. Discover now