CHANCE - Chapter 4

Start from the beginning
                                    

"Kau mau makan?"

Aku menggeleng lemas. Aku tidak nafsu makan saat ini. Bahkan Peter saja belum sadarkan diri padahal ini sudah lima jam ia tidak siuman.

"Makan lah, Jessi. Jika kau seperti ini bagaimana kau bisa menjaga Peter? Tidak lucu jika kau menjaga orang sakit dalam keadaan sakit, iya kan?" ucapnya sedikit memberi nada lelucon dibelakangnya. Aku sedang tidak mood untuk bercanda dengannya, "Tidak terimakasih. Kau saja." jawabku. Aku menaruk daguku disebelah Peter yang masih menutup matanya. Nafasnya sangat teratur.

"Baiklah kalau begitu." Leon pergi entah kemana. Mungkin ia lelah karena aku terus menolak permintaan nya untuk sekedar mengisi perutku yang masih kosong sejak pagi.

-

A N D R E W 'S  P O V

Aku mencoba untuk mencari kepuasan malam ini. Tidak ada salahnya jika aku mencari wanita yang telah memuaskan ku kemarin malam. Siapa namanya? Sungguh aku mudah sekali lupa nama wanita yang sudah tidur denganku.

Disini aku tidak menangkap kehadiran wanita itu. Kemana dia? Apa dia sedang melayani laki-laki lain? Setidaknya aku bisa tunggu sebentar lagi hingga batang hidungnya terlihat olehku.

"Sedang ingin dilayan?" Tiba-tiba seorang wanita berwajah asia datang menghampiri ku, "Tidak." jawabku. Seketika bibir wanita itu mengerucut, "Ayolah, aku bisa melayanimu dengan baik. Pelayanan blowjob ku sangat hebat, asal kau tau." bisiknya.

Aku tak menginginkannya. Aku menginginkan wanita itu. Ya, hanya wanita itu!

"Apa kau tidak mengerti ucapanku?" aku menatap wanita itu dengan tajam, "Jangan munafik. Kau pasti menginginkanku, kan?" tanya nya sekali lagi. Aku memutar bola mataku acuh, "Minggirlah. Aku tidak menginginkan mu."

"Shit." umpatnya. Aku tidak perduli dengan kata sialan itu yang ia lontarkan untukku, tapi betapa kesalnya aku tidak mendapatkan sosok wanita itu disini?! Dimana dia?

Dan bodohnya aku melupakan nama wanita itu. Aku mengusap wajahku gusar, "Bodoh!"

Dengan segera aku pergi meninggalkan tempat ini. Tempat para jalang berkumpul. Dimana pun bahkan aku tidak menemukan dirinya, "Dimana dia?!"

Dengan laju aku mengendarai mobil ku pergi menjauhi temat ini.

***

James menjelajahi setiap inci wajah wanitanya atau dapat ku katakan itu adalah jalangnya. Di kantorku?! Astaga! Seperti tidak ada tempat lain untuk menjamah wanita itu. Bodoh!

"Ah James.." desah wanita itu. Aku memutar bola mataku, "Apa kalian tidak memiliki kamar yang pantas untuk bercinta, huh?"

"Berisik sekali. Kau menganggu kami." bisik James. Sialan!

"Ayolah, Andrew. Apa kau tidak ingin di posisi James, huh?"

"Tidak terimakasih." jawabku ketus. Wanita itu bahkan sama sekali tidak menarik untukku. Kenapa James sangat buruk dalam memilih jalang yang pantas untuk memuaskan nya? Bodoh sekali.

"Ayo sayang, kita lanjutkan di sofa. Itu akan lebih menyenangkan!" ucap James girang. Sungguh tolol aku memiliki teman seperti nya. Aku menggelengkan kepalaku karena sudah lelah menanggapi kegilaan James hari ini.

Aku lebih baik memilih pergi dari kantor ini, "Jangan biarkan siapapun masuk ke ruanganku. Jika ada sesuatu yang penting tinggalkan saja di mejamu." ucapku pada Olivia sang sekretarisku.

"Baik, pak. Saya mengerti." ucapnya sopan.

Aku pergi menuju sebuah cafe hanya untuk menenangkan otakku sejenak. Semua pekerjaan ini membuat kepalaku pusing. Aku butuh penenang saat ini.

"Mau pesan apa?" tanya seorang pelayan cafe disini, "Kopi hitam." pintaku.

"Dengan atau tanpa gula?"

"Tanpa, please."

"Baiklah, ada lagi?"

"Tidak."

"Kopi hitam tanpa gula satu. Tunggu sebentar."

Seketika pelayan itu pergi untuk mengantarkan pesananku. Semua permasalahan dalam hidupku tampaknya tidak pernah berhenti. Baru kemarin aku bercerai dengan istriku. Istri sialanku yang membuat aku bahkan tidak percaya akan perempuan. Menurutku mereka sama saja. Penggoda rendahan dengan begitu banyak tipu muslihat. Sekali saja terperangkap, maka kau akan tersakiti jauh dari apa yang bisa kau bayangkan.

Sejak saat itu aku tidak lagi percaya cinta. Cinta hanyalah tipu semata yang bisa membodohimu hingga kau tidak sadar jika kau sedang disakiti.

Terkadang aku menyesal dengan perjodohan itu. Tapi aku sudah terlanjur mencintainya walau akhirnya aku tau dia tidak lah mencintaiku. Dia masih mencintai laki-laki lain dibelakangku. Dan alhasil ia berhasil melukai serta membuat diriku trauma akan perempuan dan cinta.

To Be Continued.

-

Jangan lupa vote, comment and share ya!! Love you all😘

-

©Next ➡ Chapter 5©

CHANCE [END] #Wattys2019Where stories live. Discover now