"Jika kalian ingin memberitahukan berita bahagia seperti ini, tidak perlu menunggu waktu yang tepat. Memangnya kalian akan terus menyembunyikan ini sampai akhirnya bayi kalian lahir?" omel Hyun Gun.

Lalisa memainkan kedua jemarinya, tidak berani membalas perkataan ayahnya.

"Sudahlah, yang penting kita semua sudah mengetahuinya. Dan Lalisa harus tetap menjaga kesehatannya serta kesehatan janinnya. Sehun, kau menjaga Lisa dengan baik 'kan?" desak Jae Hwa.

Sehun mengangguk cepat.

"Tentu saja. Aku selalu menjaganya dan mengatur pola makannya agar tetap sehat dan teratur."

Keempat orang tua tersebut mengangguk paham.

"Karena usia kandungan Lalisa memasuki empat bulan, berarti waktu persalinan sekitar lima bulan lagi. Sebaiknya Lalisa tinggal di rumahku saja saat mendekati waktu persalinan," putus Jae Hwa.

"Tidak bisa! Dia anakku, harusnya dia tinggal di rumahku saat akan menjalani proses persalinan," tukas Hye Rin.

"Hei, kau kan sudah mempunyai seorang cucu dari kakak Lalisa, sementara aku baru akan mempunyai seorang cucu saat ini. Jadi Lalisa harus tinggal di rumahku."

"Tapi Lalisa tetaplah anakku, dia harus tinggal di rumahku saat menjelang proses persalinan nanti."

Lalisa dan Sehun mengernyitkan kening mereka saat melihat adu mulut antara kedua calon nenek tersebut.

Sementara para suami dari kedua wanita paruh baya tersebut lebih memilih untuk memisahkan diri dan bermain catur pada tempat yang berbeda. Membiarkan para istri mereka berdebat, lalu melihat akhir bagaimana perang mulut antara wanita dengan wanita akan berhasil dan mengetahui siapa pemenangnya. Namun kedengarannya itu mustahil, jika dua wanita telah beradu mulut, hal itu tidak akan pernah berhenti sampai seseorang berusaha melerainya.

Sehun dan Lalisa akhirnya pergi meninggalkan kedua ibunya menuju ke kamar. Tempat yang paling aman dari jangkauan para orang tua tersebut.

Lalisa membaringkan tubuhnya di atas kasur, begitupun dengan Sehun. Lalisa menjadikan lengan Sehun sebagai bantalannya dan menyenderkan kepalanya pada dada bidang Sehun, sementara lengannya memeluk erat pinggang Sehun.

"Mereka semua terlihat sangat bahagia ya," gumam Lalisa.

"Hmm, tentu saja. Siapa orang tua yang tidak bahagia saat mereka akan menjadi seorang nenek dan kakek dan memiliki cucu," balas Sehun.

Lalisa melepaskan pelukannya pada pinggang Sehun dan meraba perutnya yang mulai buncit.

"Kira-kira mereka berdua laki-laki atau perempuan ya," ujar Lalisa menerka-nerka.

"Aku tidak masalah apabila mereka laki-laki ataupun perempuan. Yang terpenting mereka selalu sehat dan terlahir dengan baik, begitu juga dengan ibunya yang satu ini."

Sehun menoel hidung mancung Lalisa dengan gemas.

Lalisa tersenyum. "Aku tidak sabar menanti kehadiran mereka."

Salah satu tangan Sehun yang tadi menoel hidung Lalisa sekarang berpindah menyentuh perut istrinya yang semakin buncit.

"Cepat lahir baby, eomma dan appa  tidak sabar menunggu kehadiran kalian," cicit Sehun dengan suara yang ia buat seimut mungkin.

Lalisa terkikik. "Jangan dipaksakan. Itu tidak sesuai dengan wajahmu."

Sehun mengernyitkan keningnya saat melihat ekspresi Lalisa. "Ugh, kenapa kau terlihat imut sekali sih? Wajahmu membuatku gemas. Can i eat your face?"

Lalisa menatap Sehun datar. "Jangan mulai."

Tawa Sehun menggema. "Tentu saja tidak, chagiya."

Sehun melepaskan tangannya yang dijadikan bantalan oleh Lalisa. Kemudian ia mensejajarkan wajahnya dengan perut Lalisa dan mengusapnya lembut.

"Eomma kalian tidak suka jika appa bicara seperti ini, tapi kalian suka 'kan?" ucapnya masih dengan suara seperti tadi.

Lalisa terkekeh geli melihat tingkah Sehun, tangannya ia gunakan untuk mengusap kepala Sehun yang masih mempertahankan posisinya menghadap pada perut buncitnya.

"Jangan nakal di dalam sana, dan jadilah anak yang baik," lanjutnya, kemudian mengecup lembut perut Lalisa.

Setelahnya ia kembali pada posisinya seperti tadi, berbaring dan menggunakan tangannya untuk dijadikan bantalan tidur Lalisa. Sementara Lalisa kembali memeluk pinggang Sehun dengan erat.

"Ayo tidur, kau harus beristirahat," titah Sehun sambil membelai lembut wajah Lalisa.

"Hmm," gumam Lalisa, lalu memejamkan matanya mencoba untuk tidur.

Sehun menatap wajah cantik istrinya yang terpejam, semakin ia melihatnya, perasaannya pada Lalisa semakin membuncah. Pelan, ia mengecup kening, kelopak mata, lalu hidung Lalisa bergantian. Terakhir, ia mengecup singkat bibir Lalisa.

"Saranghaeyo chagiya," bisik Sehun lalu menutupi tubuhnya dan tubuh Lalisa dengan selimut dan mendekapnya erat.

"Nado, saranghaeyo, Sehunie," balas Lalisa lirih dengan mata terpejam.

Keduanya lalu terpejam dengan tangan yang saling mendekap satu sama lain, seakan tidak ingin terpisah walau hanya sepersekian detik saja.

***

Ini epilognya ya, SeLisa udah bener" selesai.

Gomawo

SeLisa [END]Where stories live. Discover now