DUA PULUH TUJUH

1.4K 159 5
                                    

Happy reading

***

Jennie berjalan terburu-buru ke arah mobil berwarna hitam di parkiran kafe. Ia menutup mulutnya dengan sebelah tangan, menghalau isakan tangis yang lolos begitu saja. Saat masuk ke mobil, Kai menatapnya dengan pandangan iba.

Kai segera memeluk Jennie, menepuk pelan punggungnya, mencoba untuk menenangkan perasaannya.

"Sudah tenangkan dulu dirimu, kau bisa bercerita padaku setelah lebih tenang," ucap Kai.

Jennie masih terisak dalam dekapan Kai. Mencurahkan segala perasaan yang ia rasakan. Entah itu sakit, kecewa, dan perasaan lainnya yang membuncah memenuhi dadanya.

Pelukannya pada Kai Jennie lepaskan, kemudian mengusap kedua pipinya yang basah karena air mata yang terus mengalir. Jennie menyandarkan tubuhnya dan memejamkan matanya.

"Ternyata suami Lalisa itu Sehun," ujar Jennie setelah beberapa saat terpejam.

Kai tidak menyahut, masih menunggu Jennie melanjutkan ceritanya.

"Kau benar tentang perkataanmu kemarin. Seseorang yang kau maksud 'bagian hidup spesial' dari orang yang ku kenal itu benar-benar nyata."

"Maksud Sehun saat itu yang menyuruhku untuk menjauh ternyata karena ini, dia sudah menikah dengan Lalisa dan dia tidak memberitahuku sebelumnya. Tiba-tiba saja dia menjauh, menghilang, dan kembali lagi hanya untuk menyuruhku melupakannya begitu saja."

"Dia memang bukan pria yang baik untukku. Dia sudah menetapkan pilihannya pada Lalisa. Aku tidak bisa merebutnya begitu saja, mereka terlihat bahagia."

"Aku akan melakukan apa yang Sehun katakan. Aku akan melupakannya, percuma saja jika aku mengharapkannya, dia tidak mengharapkan ku kembali."

Kai tersenyum kecil, Jennie telah bersikap dewasa dengan menerima kenyataan ini. Dia tidak menuntut Sehun untuk kembali padanya.

"Hmm, kau bersikap apa yang sudah seharusnya kau lakukan. Usaha yang bagus."

Kai mengusap puncak kepala Jennie, lalu menyandarkannya pada pundak miliknya. Merengkuhnya untuk kembali menenangkan perasaan Jennie yang masih terguncang.

"Kau masih menginginkan Lalisa, Kai?" celetuk Jennie.

"Tidak."

"Jinjja?"

"Hm."

"Yakin?"

Kai mendengus, kemudian mengembalikan kepala Jennie yang sebelumnya menyandar pada pundaknya.

"Ya! Sudah jangan bahas itu lagi, aku juga sudah tidak mengharapkannya. Dia sudah jadi milik Sehun."

Kai mulai menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.

"Nasibku dengan nasibmu sama ternyata. Oh ya, bawa aku ke restoran. Aku belum sempat makan tadi. Kebenaran yang menyakitkan membuatku sangat lapar."

Kekehan terdengar dari mulut Kai, dia segera membelokkan mobilnya ke arah kanan dan memberhentikannya di salah satu restoran ternama di Korea.

"Aku yang traktir," ucap Kai.

"Yeah! Ini baru kebenaran yang menyenangkan," seru Jennie.

Keduanya segera masuk ke dalam, dan memilih tempat duduk untuk mereka makan malam.

***

Aroma masakan menyeruak melewati indera penciuman Sehun, pagi ini ia bangun lebih siang dan belum beranjak sedikit pun dari tempat tidur. Tempat di sampingnya sudah kosong sejak tadi, Lalisa sudah bangun terlebih dahulu dibandingkan dirinya.

SeLisa [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ