SIDE STORY; KAI - JENNIE

405 22 0
                                    

Tahun-tahun setelahnya....

Kai memutar knop pintu berwarna putih di hadapannya. Begitu pintu terbuka, pria itu terdiam sejenak di tempatnya berdiri. Seolah menguatkan perasaannya sendiri sebelum memasuki tempat tersebut.

Langkahnya terayun pelan, jemari miliknya menyentuh benda-benda di sana dengan perlahan. Seolah tiap sentuhannya mampu membuka memori yang telah tersimpan selama bertahun-tahun.

Kai berhenti dan mendudukkan dirinya di atas sofa. Rasanya, ia tak mampu berjalan dan masuk lebih dalam. Sekarang saja dadanya terasa begitu sesak.

Dirinya meraih remot televisi dan sengaja menyalakannya dengan volume pelan. Mencoba membuat kehidupan diantara senyap yang menyelimutinya.

Pria yang berprofesi sebagai dokter itu kembali melangkahkan kakinya. Kali ini, ia menuju ke kamar. Dimana terdapat kenangan-kenangan yang begitu banyak tersimpan di sana.

Ranjang dengan sprei berwarna putih dan selimut abu-abu itu tak banyak berubah. Sofa bulat berwarna coklat yang berada di sudut ruangan, rak buku berukuran kecil yang tidak diisi sepenuhnya dengan buku. Juga, sebuah meja belajar yang tak terlalu berfungsi. Yang lebih banyak digunakan untuk menulis buku harian milik wanita yang menempati kamar ini.

Kai menarik gorden berwarna abu-abu yang terdapat di samping tempat tidur. Cahaya sore menyeruak masuk, menyinari celah-celah kamar yang gelap. Pria itu lantas terduduk pada bingkai jendela yang cukup luas.

Pandangannya terpaku pada lalu-lalang manusia dan kendaraan di luar sana. Hiruk-pikuk jalanan berbanding terbalik dengan suasana apartemen ini. Kai mendesah, rasa sesak itu masih saja bercokol di hatinya.

Langkahnya kembali terayun, kali ini mendekat pada meja belajar berwarna hitam. Dirinya duduk pada kursi yang ada di sana. Perlahan tangannya terulur, meraih sebuah album yang hampir usang dimakan usia.

Ia membuka lembar demi lembar foto di dalamnya. Ada foto Jennie yang masih belia. Tersenyum sumringah menghadap ke arah kamera. Kai ikut tersenyum melihatnya.

Kemudian, foto Jennie dan dirinya ketika Kai baru saja mendapat pekerjaan di rumah sakit. Dirinya memakai jas putih di sana.

Lalu, ada foto Jennie dengan Sehun. Foto lelaki yang dulu sempai Jennie cintai begitu dalam. Mengingat hal itu, Kai tersenyum tipis. Selanjutnya, ada potret Jennie bersama Lalisa. Dua sahabat yang bertemu karena sebuah takdir.

Jika diingat kembali, kisah mereka semua sedemikian pelik. Dunia pun seolah begitu sempit ketika semesta menakdirkan mereka semua dalam satu skenario cerita. Kai menggeleng, tak habis pikir dengan kisah hidupnya.

Lembar demi lembar setelahnya, masih dipenuhi dengan foto Jennie. Foto-fotonya di rumah sakit. Fotonya ketika tengah menjalani pengobatan, dan lain-lainnya. Hingga akhirnya Kai terhenti pada sebuah foto yang diambil tepat dua tahun lalu. Foto pernikahannya dengan Jennie.

Ya. Pada akhirnya, Kai-lah yang menjadi penyempurna separuh hidup Jennie. Kai-lah yang menjadi pelabuhan terakhirnya. Kai yang menjadi tempatnya pulang dan bercerita. Pada akhirnya, Kai yang menerima Jennie dengan seutuhnya.

Jemari Kai mengusap lembut foto tersebut. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk senyum. Namun, matanya justru berembun, air mata tiba-tiba saja menyeruak dari balik kelopaknya.

Kai terisak pelan. "Bogoshipo, Jennie."

Pria itu mengusap air matanya. Ia lantas tertawa pelan. "Maaf, Jennie, aku malah menangis."

Kai kembali membalik album tersebut. Fotonya bersama Jennie ketika mereka honeymoon. Foto ketika mereka mengunjungi Lotte World. Foto saat berada di sungai Hann. Foto di Namsan Tower, dan masih banyak foto lainnya.

SeLisa [END]Where stories live. Discover now