"Apa kalian sebelumnya mempunyai hubungan?" Lalisa bertanya pelan pada keduanya.

Sehun tidak menjawab, dia menundukkan kepalanya, mengalihkan pandangan dari Jennie maupun Lalisa.

Jennie menatap Lalisa. "Seseorang yang waktu itu aku ceritakan padamu, seorang pria yang dekat denganku, pria yang aku cintai, dia ada di sampingmu saat ini," ungkap Jennie.

Lalisa terhenyak. Jennie dan Sehun? Mereka sudah saling mengenal? Bahkan mungkin sebelum ia dan Sehun menikah. Lalu kenapa Sehun lebih memilih untuk menikah dengannya dibandingkan menerima perasaan Jennie yang jauh lebih tulus bahkan dibandingkan dengan dirinya yang sempat menolak Sehun mentah-mentah saat itu.

"Ja ... jadi, pria yang eonni maksud waktu itu adalah Sehun?" tanya Lalisa memastikan, dibalas dengan anggukan pelan dari Jennie.

"Kalian sudah saling mengenal sebelumnya? Sebelum kita menikah?" Lalisa bertanya, kali ini pada Sehun.

"Ya."

Jawaban Sehun membuat Lalisa semakin yakin, ia penghancur antara hubungan Sehun dengan Jennie.

Lalisa meraih tangan Jennie yang kini berada di atas meja. "Eonni, eonni maafkan aku, aku tidak tahu jika pria yang kau maksud adalah Sehun. Selama ini ... Aku menjadi penghalang diantara kalian berdua, maafkan aku, eonni."

Sehun tercengang mendengar penuturan Lalisa. Apa yang dia katakan?

"Lalisa, tidak seperti itu," sangkal Sehun.

"Tidak, Sehun. Kau meninggalkan eonni karena untuk menikahiku? Apa kau tidak memikirkan perasaannya?"

Jennie memegang jemari Lalisa, lalu menggeleng saat Lalisa menatap ke arahnya.

"Tidak Lalisa, jangan salahkan Sehun. Sehun tidak bersalah, justru aku yang salah di sini. Aku tidak seharusnya berada diantara kalian."

"Tapi, eonni ...."

Jennie kembali menggeleng. "Aku memang salah sejak awal. Aku menghalangi Sehun untuk menikah denganmu. Aku selalu bergantung pada Sehun, aku selalu ingin Sehun berada setiap saat bersamaku."

"Sehun mencintaimu, Lisa. Aku minta maaf karena selama ini selalu meminta Sehun untuk menemuiku, tidak peduli jika saat itu kau sangat ingin menghabiskan waktu dengannya," lanjut Jennie.

Lalisa ikut menitikkan air mata
"Eonni, tapi seharusnya kau yang bersama dengan Sehun, bukan aku."

Sehun tidak tahan dengan apa yang Lalisa ucapkan. Merendahkan diri di hadapan Jennie, bermaksud untuk kembali menyatukannya dengan Jennie dan membiarkan hubungan mereka berdua rusak.

"Lisa. Jangan berkata seperti itu. Apa maksudmu?"

"Harusnya aku yang bertanya padamu, apa maksudmu meninggalkan Jennie karena hanya untuk menikah denganku?"

"Karena aku mencintaimu," jawab Sehun cepat.

"Iya, Lisa. Sehun benar-benar mencintaimu, kau bahkan tahu dia lebih memilihmu dibandingkan denganku. Aku ini tidak ada apa-apanya dibandingkan denganmu, Lisa."

"Eonni ...."

"Sudah. Tujuan Sehun mempertemukan kita memang untuk menjelaskan semuanya, 'kan? Sekarang semuanya sudah jelas, kau tidak perlu memaksa Sehun untuk kembali padaku. Dia telah melabuhkan hatinya padamu, dia telah memilihmu untuk menjadi tempat pulangnya. Jangan menyia-nyiakan perasaan seseorang yang teramat tulus padamu. Jangan paksa Sehun untukku, aku yakin aku akan menemukan pria selain Sehun."

Jennie tersenyum dibalik uraian air matanya.

"Sehun, jaga baik-baik Lalisa. Jangan sampai kau mengecewakannya. Terima kasih karena telah menjelaskan yang sebenarnya padaku, aku lega setelah mengetahui semuanya."

Sehun menatap iba pada Jennie. Dalam hati kecilnya, ingin sekali ia mengusap air mata Jennie, tentunya sebagai seorang teman dan sahabat.

"Lisa, jangan pikirkan aku. Ini semua memang sudah seharusnya terjadi. Lain kali kita bisa bertemu lagi, 'kan? Aku pergi sekarang, Kai sudah menungguku diluar."

Jennie mengusap punggung tangan Lalisa perlahan, lalu tersenyum tipis. Kemudian ia menatap Sehun yang berdiri tepat di samping Lalisa, menatapnya sedikit lebih lama. Setelah ini mungkin ia tak akan pernah melihatnya lagi.

Jennie menyampirkan sling bag pada pundaknya. Lalu membungkuk pada Sehun dan Lalisa sebagai tanda perpisahan, saat melewati Sehun, Jennie mendengarnya berbisik.

"Jeongmal mianhaeyo, Jennie," bisik Sehun sambil menatapnya.

Jennie tersenyum maklum. "Gwenchanayo."

Jennie akhirnya benar-benar keluar dari kafe, meninggalkan Lalisa dan Sehun berdua.

Sepeninggal Jennie, Lalisa kembali duduk. Sehun pindah posisi duduknya menjadi di hadapan Lalisa.

"Jangan berpikiran buruk. Aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Aku meninggalkan Jennie karena memang kita tidak mempunyai hubungan lebih selain dari seorang sahabat. Aku tahu soal Jennie yang mencintaiku, tapi aku tidak bisa menerimanya, karena aku ... mencintaimu.

"Aku melakukan ini karena aku mencintaimu. Kau sudah mengetahuinya, aku memilihmu menjadi pelabuhan terakhirku, aku memilihmu sebagai tempatku pulang. Aku sudah menentukan pilihanku sendiri. Jangan paksa aku untuk memilih orang lain selain dirimu. Jangan menyakiti perasaanmu sendiri hanya karena kau kasihan pada seseorang. Kau bisa menghancurkan dua hati sekaligus, hatimu dan hati seseorang yang telah mencintaimu dengan tulus."

Sehun menggenggam kedua jemari Lalisa.

"Jangan menyalahkan dirimu, kau bukanlah seorang penghancur dalam hubungan seseorang. Karena ini memang sudah seharusnya terjadi."

Lalisa memejamkan kedua matanya, lalu mengembuskan napas pelan.

"Maafkan aku, Sehun. Tidak seharusnya aku memaksamu seperti tadi. Aku hanya merasa bersalah pada eonni," sesal Lalisa.

"Tidak apa-apa. Dia sudah memutuskan untuk melupakanku, pelan-pelan dia akan dapat melakukannya dan mendapatkan pria yang lebih baik selain diriku."

Sehun mendekap Lalisa dengan erat, tak peduli bahwa ini merupakan tempat umum. Mereka bisa saja diperhatikan oleh banyak orang.

"Aku mencintaimu, Lisa. Terima kasih juga karena kau telah mencintaiku kembali dengan tulus," ucap Sehun lirih.

"Aku yang seharusnya berterima kasih. Cintamu sangatlah tulus untukku, maafkan aku yang membuatmu kesal karena perbuatanku."

"Saranghaeyo, Lalisa."

"Nado, saranghaeyo Sehun."

***

SeLisa [END]Where stories live. Discover now