"Jennie!"

"Apa?!" Jennie menatap Kai nanar.

Kai mengacak rambutnya frustrasi, membujuk Jennie untuk melakukan pengobatan demi menyembuhkan penyakitnya merupakan hal yang sulit. Jennie merupakan wanita yang berpendirian teguh, sekali dia mengatakan 'tidak', tidak akan pernah berubah menjadi 'iya'.

"Aku tidak mau berobat Kai, biarkan saja aku seperti ini," lirih Jennie.

"Tapi kau sudah semakin parah, Jennie." Ucapan Kai berubah lembut.

Jennie menggeleng, kemudian menggenggam kedua jemari Kai.

"Biarkan aku seperti ini saja, Kai. Aku tidak mau melakukan pengobatan, lebih baik aku menghabiskan waktu bersamamu."

Kai menghela napasnya pasrah, dia tidak bisa memaksakan kehendak Jennie. Baik sebagai seorang dokter, atau bahkan sebagai sahabatnya.

"Tapi kau harus berjanji padaku, kau tidak akan pernah kembali ke tempat itu lagi," mohon Kai.

Jennie mengangguk pelan. "Aku berjanji, terima kasih karena kau memenuhi permintaanku."

"Apapun untukmu."

"Kai, aku ingin menelepon Sehun," pinta Jennie.

Dengusan pelan terdengar, Jennie tersenyum geli melihat tingkah Kai seperti itu. Kai kemudian memberikan ponsel hitam milik Jennie yang sebelumnya tergeletak di atas nakas.

***

Pelukan seseorang dari belakang membuat Lalisa sedikit terkejut saat sedang mencuci piring pada wastafel.

"Sehun," tebak Lalisa.

Sehun yang memeluk erat Lalisa tertawa kecil, lalu menggesek-gesekkan hidung mancungnya pada ceruk leher Lalisa, membuatnya geli.

"Sehun geli, hentikan!"

"Tidak, aku suka seperti ini."

"Tapi ini geli, Sehun. Cepat hentikan, kalau tidak pekerjaanku tidak akan selesai," gerutu Lalisa.

"Tapi kurasa semalam kau lebih geli dari ini," sangkal Sehun dengan nada yang menggoda.

Mendengar itu, Lalisa refleks mengusap wajah Sehun dengan telapak tangannya yang penuh dengan busa sabun cuci piring.

"Sehun! Bicara apa kau ini!" dengus Lalisa.

"Lisa ... kau membuat wajahku penuh busa," protes Sehun.

"Aku tidak peduli." Lalisa kembali melumuri wajah Sehun dengan busa yang masih menempel di tangannya.

Sehun juga ikut mengambil busa dari wadah dan melumurkannya tepat pada wajah Lalisa.

"Sehun!!!"

Sehun tertawa melihat wajah Lalisa penuh busa, dibarengi dengan ekspresinya yang kesal. Hal itu selalu menjadi kesenangan tersendiri bagi Sehun.

"Kemari," titah Sehun.

Lalisa mendekat pada Sehun dengan wajah cemberut.

Sehun langsung memutar tubuh Lalisa hingga membelakanginya dan menghadap pada wastafel, lalu membasuh kedua tangan Lalisa dengan posisi Sehun yang memeluknya dari belakang.

"Tanganmu harus tetap bersih, tidak boleh kotor."

Tidak ada sahutan, Lalisa terdiam dengan jantung yang berdetak tidak beraturan. Pipinya memanas, ribuan kupu-kupu seakan beterbangan di perutnya.

Tengkuknya terasa berat, Sehun mendaratkan kepalanya di sana. Embusan napas Sehun terasa hangat menerpa leher Lalisa.

"Wajahmu juga harus bersih." Sehun mulai mengusap pipi Lalisa yang penuh busa dengan air bersih.

Lalisa memejamkan matanya, berusaha menetralkan detak jantungnya yang tidak beraturan. Tangannya kemudian menadahkan air dari keran, dan mulai membasuh wajah Sehun di samping wajahnya.

"Wajahmu juga," lirih Lalisa.

Sehun memejamkan matanya, menikmati sentuhan lembut tangan Lalisa pada pipinya. Kedua tangan Sehun melingkar pada pinggang Lalisa, memeluknya erat.

"Keringkan wajahmu," titah Lalisa, lalu melepaskan dirinya dari pelukan Sehun dan berjalan ke arah meja makan.

Setelah mengambil handuk, Sehun kemudian duduk di samping Lalisa dan mengusap wajah Lalisa menggunakan handuk tersebut.

"Tidak geli, 'kan?"

Lalisa mendelik. "Apa maksudmu?"

Tawa Sehun menggema, tangannya masih sibuk mengelap wajah Lalisa.

"Kukira semua hal yang aku lakukan padamu membuatmu geli," goda Sehun.

Lalisa melepaskan tangan Sehun dari wajahnya. "Sudah kering."

"Tadi kau membuatku geli, tapi sekarang tidak," lanjutnya.

"Geli tapi kau suka," goda Sehun sambil tersenyum jahil.

Lalisa menepuk keras lengan kekar Sehun yang terekspos karena memakai baju pendek.

"Michyeoseo!"

Tawa Sehun kembali menggema, kali ini lebih keras.

"Iya, iya ... cukup."

Dering ponsel menghentikan aksi Lalisa yang memukuli lengan Sehun.

"Ponselku," ucap Sehun, lalu bangkit dan berjalan mengambil handphonenya yang tersimpan di sofa ruang tengah.

"Jennie," gumamnya.

Sehun segera mengangkatnya, dan berbicara dengan Jennie.

"Hah?! Rumah sakit?"

Sehun bergegas mengambil kunci mobil serta jaket di dalam kamar. Setelah itu, ia menghampiri Lalisa.

"Lisa, aku ada keperluan sebentar. Nanti aku akan menghubungimu. Jaga diri baik-baik chagiya."

Sehun mengecup kening Lalisa sekilas dan keluar dari apartemen.

"Memangnya ada keperluan apa malam-malam seperti ini," gumam Lalisa.

Lalisa bangkit dari kursi lalu berjalan ke kamar dengan wajah yang ditekuk, ditinggal pergi oleh Sehun seperti ini membuatnya bosan.

***

SeLisa [END]Where stories live. Discover now