39. Extra Part 1

2.4K 151 19
                                    

Kilas balik suara Fikri setelah penculikan

"Saya mohon, Ay ... saya mohon ...," racauku gemetar, tak pernah berhenti sejak tadi. Menatap pilu pintu kaca ruang UGD yang kini tertutup rapat, seolah benar tak ingin aku tahu apa yang telah terjadi di dalam sana. "Saya mohon, Ay. Jangan memilih pergi meninggalkan saya sendiri."

Tak sanggup berdiri, aku luruh di lantai dingin rumah sakit. Tak kuasa menerima kesakitan yang tak henti menyakiti dadaku saat ini. Rasanya aku ingin mati. Tak bisa membayangkan jika ketakutan terbesar yang sejak tadi terbayang mengerikan di kepalaku akan Tuhan realisasikan saat ini. Aku tak sanggup kehilangan gadis serupa malaikat yang telah merenggut hatiku hingga tak bersisa. Aku tak sanggup kehilangan dirinya.

"Apa yang telah kamu lakukan, brengsek?!"

Aku mendongak kaku. Mengernyit dahiku melihat Al--pewaris dari rekan kerjaku, kini menatapku berang. Aku tak tahu hubungan apa yang telah terjalin antara dirinya dan istriku. Entah siapa sebenarnya dirinya. Dan, mengapa pula lelaki itu terlihat sama terlukanya sepertiku. Namun, meski aku ingin marah, aku lebih memilih mengabaikan lelaki muda itu. Terlebih, karena aku telah kehilangan daya upaya kerena wanitaku tengah sekarat di dalam sana. Raga pun kini ikut tak berdaya.

"Aku bersumpah, Fikri. Kalau sampai Syifa kenapa-napa di dalam sana, akan kubuat kamu mati!" ucapnya.

Aku menipiskan bibir, menatap lelaki itu berang. Bahkan, entah mendapat kekuatan dari mana, aku sanggup berdiri kembali dengan amarah yang berganti mengusai diri. "Kamu nggak berhak bertingkah seolah Syifa wanitamu. Dia istri saya. Wanita saya."

Al berdecak sinis. "Aku berhak atas Syifa, Fikri. Aku Alvindra, Kakak kandung Syifa."

Aku terbungkam, mendadak ngeri mendengar pengakuan lelaki itu. Bukan. Bukan aku takut pada kuasa lelaki itu yang sudah jelas aku lebih segalanya. Hanya saja, fakta itu membuatku takut lelaki itu akan memisahkanku dan Syifa, mengingat apa yang telah ia lakukan padanya.

"Aku nggak akan membiarkan adikku hidup bersama monster sepertimu lagi, Fikri. Akan kupastikan adikku pun akan lebih memilih melihat kotoran daripada wajahmu sekalipun. Akan kupastikan itu," ucapnya, seakan membawa palu godam yang kini menghantam dadaku. Amat keras.

"Ceraikan adikku!"

"Kamu!" sahutku, kalap. Menarik kerah pakaian lelaki muda itu. Ingin melampiaskan semua amarah dan ketakutan di dadaku. Tak peduli jika lelaki itu adalah kakak iparku. Ah, persetan! Aku tak peduli dengan sikap sopan santun. Aku monster? Ya, aku adalah monster. Tak pernah merasakan segala emosi kecuali pada Syifa. Tak pernah menyukai sentuhan dengan wanita lain, kecuali dengan Syifa. Hanya Syifa satu-satunya orang yang mampu membuatku seperti manusia. Bukan iblis atau monster yang seringkali orang lain lihat dari diriku.

"Saya yang akan membuat kamu hancur jika sampai kamu berani memisahkan saya dan Syifa. Saya nggak peduli dengan siapa kamu bagi istri saya," ucapku. Mendorong kasar lelaki itu. "Dia milik saya."

"Kamu mencintainya?"

Aku tertegun. Cinta? Apa aku mencintainya Syifa? Ah, ya, tentu saja. Hanya Syifa yang kuharapkan bisa hidup bersamaku sampai hari tua. Hanya pada Syifa aku berani menyerahkan seluruh hatiku sampai tak bersisa. Saat Syifa terluka seperti ini, aku pun ikut terluka karenanya. Bahkan, rasanya aku ingin mati segera.

"Kamu mencintai adikku?" tanyanya lagi.

Aku mengangguk, tak ingin membohongi semua perasaanku. "Ya, adikmu telah berhasil merenggut hati saya. Saya nggak pernah menginginkan gadis lain seperti saya gila menginginkan adik kamu. Kalau keinginan saya memiliki adik kamu seutuhnya bisa disebut cinta, maka saya katakan saya mencintai adik kamu. Saya mencintainya bahkan sejak kali pertama kali bertemu. Saya mengaku kalah kalah jika menyangkut adikmu, Alvindra. Saya sangat mencintainya," ucapku, membuat dia terpaku.

SYIFAWhere stories live. Discover now