28. Mendadak Insecure

2.3K 172 38
                                    

"Percaya diri adalah kunci menyelamatkan hati yang iri dan cara mensyukuri sempurnanya pemberian Sang Ilahi"
~Sendu Merindu~

"Wah ...."

Aku tak henti berseru terpesona memasuki gedung perusahaan tempat Kak Fikri bekerja. Gedung tinggi pencakar langit yang nyaris semuanya berdinding kaca. Ah, pantas saja Kak Fikri bisa kaya. Ia ternyata bekerja di perusahan besar seperti ini. Tunggadewa Grup. Perusahan kontruksi baja, properti, makanan ringan dan minuman, yang kini juga melebarkan sayap pada tambang batu bara di Sumatera Selatan. Entah apa jabatan suamiku di perusahaan ini. Namun, aku yakin dia duduk di kursi tinggi, karena sejak tadi para karyawan akan menundukkan kepala sambil menyapanya amat sopan. Persis seperti bawahan pada atasan.

"Pagi Pak Dewa ...."

Aku mengerutkan dahi melihat dua karyawan perempuan berpakaian ketat dengan riasan wajah berlebihan mengucap salam, menatap penuh binar pada Kak Fikri. Bingung, aku melirik Kak Fikri yang hanya mengangguk pelan. Memasang wajah dingin tak main-main. Namun, entah siapa yang mereka panggil Pak Dewa?

"Kak," ucapku menarik perhatiannya. Sebab, sejak turun dari mobil tadi Kak Fikri terlihat seperti orang lain. Misterius dan amat dingin.

Ia menoleh. "Kenapa?" tanyanya. Tak menghentikan langkah, juga tak melepaskan tautan tangan kami berdua. Aku bahkan agak risih saat diperhatikan oleh para karyawan yang ada, juga melempar tatapan sinis tak main-main padaku. Seolah aku amat tak pantas berada di samping kak Fikri. Meski aku merasa sekarang, iya.

Lebih-lebih lagi, aku semakin dibuat bingung saat kami berdua memasuki lift, seseorang yang akan masuk urung saat melihat Kak Fikri. Menunduk pula sambil berucap maaf sopan. Aku bahkan mengernyit heran melihat lift lain yang dipadati karyawan. Padahal, kan mereka bisa masuk bersama kami..Sebenarnya, siapa suamiku ini?

"Kakak CEO perusahan ini, ya?" tanyaku. Sebab, jabatan itulah yang kini terdengar masuk akal di kepalaku. Jabatan paling tinggi seperti di cerita fiksi. Bukankah perangai CEO dingin di dalam cerita persis seperti Kak Fikri saat ini? Suka menindas dan bersikap seenaknya. Namun, mampu menarik perhatian wanita.

"CEO?" Ia mengangkat salah satu alisnya menatapku. Aku mengangguk membenarkan.

"Ya. Jabatan paling tinggi seperti di novel-novel."

"Apa saya terlihat seperti pesuruh?"

"Hah?" Aku mengedip bodoh. Bingung dengan ucapannya. Pesuruh? Ah, dia pasti salah dengar. Berdehem, aku menatapnya. "Bukan perusuh, tapi CEO. Benar Kakak CEO?"

Ia mendengkus, menggelengkan kepala. Ditariknya pelan pinggangku menempel padanya saat lift telah sampai di lantai 17. Ah, aku harus terbiasa dengan sentuhan Kak Fikri, meski kini wajahku terasa panas karenanya.

Lagi-lagi, para karyawan yang bekerja di lantai 17 ini langsung berdiri dan menundukkan kepala saat kami--ah, Kak Fikri melewati mereka. Melihat sikap mereka semakin membuat asumsiku tentang Kak Fikri yang seorang CEO perusahaan semakin kuat. Aku yakin suamiku bukan karyawan biasa. Bahkan, pradugaku semakin kuat saat ia membawaku memasuki ruangan yang di atas pintu masuknya bertuliskan kata CEO. Namun, aku kecewa saat melihat seorang lelaki duduk tenang di meja besar bersama laptopnya.

"Wah, siapa gadis cantik ini, Ri?" tanya lelaki tampan itu saat ia mendongakkan kepala, dia menatapku.

Dahiku menyipit memerhatikan wajah lelaki itu, merasa pernah melihat dirinya. Namun, entah di mana. Lama mengingat, aku menganggukkan kepala saat sadar dia lelaki yang sama kulihat di rumah Kak Fikri di malam setelah pernikahan waktu itu. Dia bangkit dari kursinya, mendekat padaku dan Kak Fikri, mengamati wajahku.

SYIFAWhere stories live. Discover now