36. Dia Yang Sempurna

2K 157 37
                                    

"Cinta sejatinya membuat bahagia, bukan malah memberi luka"
~Sendu Merindu~

"Syifa ...."

Aku menolehkan kepala, tertegun melihat Kak Al berdiri tak jauh dariku dengan wajah lelah. Penampilannya amat kusut berantakan. Dadaku berdenyut melihatnya. Dia kakakku?

Dia menggersah, tersenyum tipis. "Aku kembali Tuan Putri," ucapnya serak sambil merentangkan tangan. Menatapku amat lekat.

Aku terpaku. Bergetar tubuhku menatapnya, ragu untuk menghampirinya.

"Syifa ...," lirihnya berucap, seolah benar tengah menungguku menghampirinya. Aku bahkan meringis melihat tatapan sendunya.

"Kakak merindukanmu, Syifa. Sangat ...."

"Kakak ...," ucapku melirih, melangkahkan tungkai lebar dan memeluk tubuhnya erat. Menangis terdesu di dadanya. Aku ingat semuanya. Dia memang Kakakku yang dulu pergi. Dia memang Kakakku yang dulu pernah juga membullyku. "Kakak."

"Maafkan Kakak, Fa. Maaf," ucapnya serak. Berubah terisak. Aku semakin terisak saat ia balas memeluk tubuhku tak kalah erat. Membagi rindu juga sesak. "Kamu ingat Kakak?"

Aku mengangguk. "Aku ingat semuanya."

"Maafkan Kakak pernah membully kamu, Fa. Maaf. Maaf juga karena Kakak pernah meninggalkanmu."

Aku melepas pelukan, menatap dirinya dengan senyuman terluka. Sungguh, aku tidak menyangka jika lelaki arogan setampan dirinya adalah kakakku. "Aku nggak peduli, Kak. Aku nggak pernah sekalipun membenci Kakak, walau pernah membullyku. Sedari awal aku selalu merasa aneh dan rindu saat Kakak beberapa kali menepuk kepalaku saat itu. Aku nggak pernah bisa membenci Kakak sekalipun aku ingin."

"Terima kasih, Fa" ucapnya. Ia mengusap air mata di pipiku, aku pun ikut mengapus air mata di pipinya. Aku bahkan menurut saja saat ia menuntunku dan mendudukkanku di kursi tunggu rumah sakit. Ia berjongkok di depanku, menggenggam tanganku erat. "Aku selalu merindukan kamu, Fa. Sangat."

Aku mengangguk. "Aku juga."

"Aku nggak akan pernah tahu kamu Syifa adikku kalau bukan karena aku melepas jilbab kamu. Ada tanda lahir di tengkuk kamu yang nggak sengaja aku lihat. Penasaran, aku mencari tahu identitas kamu minta bantuan Papa. Akhirnya, aku mendapatkan fakta kamu memang adikku yang aku cari. Tapi, karena kesalahanku aku jadi malu mengaku diri sebagai Kakak, terlebih takut kamu membenciku. Karena itu, aku memutuskan pindah sekolah. Aku takut bertemu kamu, Fa."

Aku baru tahu fakta ini. Kupikir dia pindah sekolah karena terlibat kenakalan remaja yang telah simpang siur di sekolah kala itu. Ternyata ...,

Aku terkesiap saat dia merebahkan wajahnya di pahaku. Aku tersenyum haru mengelus rambutnya. Ingat saat kecil dia sering melalukan ini pada padaku Apalagi, saat dia tidak bisa tidur. Aku kembali menitikkan air mata saat mendengar dia kembali terisak.

"Aku nggak pernah menyangka bahwa kita akan dipertemukan kembali di Almahera. Aku nggak pernah ingin membongkar jati diriku takut kamu kembali pergi. Tapi, aku malah hancur saat mengetahui kamu menikah dengan Fikri. Aku benar-benar merasa gagal menjadi seorang Kakak sekaligus pengganti Abi untukmu, Fa. Aku nggak pantas jadi Kakak."

Dadaku kembali berdenyut. Aku menoleh pada pintu ruang UGD di sampingku. Kak Fikri ada di sana. Aku tidak tahu apa yang kini terjadi padanya. Aku menghela napas pendek, "Aku mungkin yang paling bodoh di sini, Kak. Dipermainkan sampai hancur seperti ini. Bisakah Kakak beritahu aku siapa sebenarnya Kak Fikri? Agar aku bisa mengambil jalan terbaik setelah ini, perceraian atau malah bertahan. Aku nggak sanggup terluka lagi mencintainya. Cinta seyogyanya membuat bahagia, bukan malah membuat luka."

SYIFAWhere stories live. Discover now