(20) Kebahagiaan dan Kekecewaan

6K 314 0
                                    

Sudah direvisi

***


Hari ini Raani dan Zakki mendatangi toko perhiasan yang telah ditandangi Baiti dan Putri dua minggu yang lalu. Mereka tidak hanya berdua melainkan bersama Aleeta yang sejak tadi menekuk wajahnya. Bagaimana tidak, sejak dia mengatakan akan menjawab setelah UAS atas khitbah yang diberikan Faisal. Laki-laki itu tak menampakkan dirinya hingga saat ini, bahkan menerima kabarnya melalui WA pun tidak.

Sebenarnya laki-laki itu niat tidak mengkhitbah dirinya, bukankah UAS-nya sudah selesai dan itu artinya dia akan menjawab khitbahnya. Tapi, laki-laki itu seakan hilang ditelan bumi. Menyebalkan sekali.

Apalagi mengingat pada saat Zakki menghubungi dirinya dengan ponsel milik Aleeta untuk mengabari jika penyelidikan dan penuntutan terhadap Indah yang mencelakakan Aleeta dibatalkan. Kenapa dibatalkan? Ya, itulah seorang gadis baik hati---Aleeta---saat tahu abi dan kakaknya akan menuntut Indah, gadis itu memohon dan membujuk abinya agar tidak memperpanjang masalah. Zakki hendak protes saat itu tapi bujuk rayu yang Aleeta lemparkan pada abinya, membuat pria paruh baya itu menyerah dan Zakki menyimpan rasa kesal pada sang adik.

Saat Zakki menghubunginya melalui ponsel Aleeta, Faisal tidak mengangkatnya bahkan di-riject dan saat Zakki menggunakann ponselnya sendiri, laki-laki itu mengangkatnya. Rasa sakit menjalari hati Aleeta, kenapa Faisal seperti itu padanya?

"Ya, Bu. Dua minggu yang lalu orang tua kami sudah memesan cincin." Suara Zakki menyadarkan Aleeta jika mereka sudah memasuki toko perhiasan.

"Oh, iya. Cincin emas putih yang diukir nama Raani dan Zakki ya? sebentar saya ambilkan." Tak butuh waktu banyak, cincin yang sudah dipesankan oleh kedua orang tua mereka sudah berada di depan mata.

Mata Raani memindai cincin emas putih yang terkesan sangat simple namun elegan. "Wah, cantik banget!" serunya kagum. Zakki tersenyum dan mengangguk menyetujui pendapat calon istrinya itu.

"Ummi dan mama enggak salah pilih ya, aku juga suka," timpal Aleeta yang menampilkan wajah kagumnya.

"Sabar ya kamu nanti dapat juga kok, tunggu Faisal ya. Enggak lama kok dia mondok," goda Zakki tanpa sadar menurunkan mood Aleeta yang berusaha dia naikkan.

***

Faisal melipatkan pakaian yang baru saja diambil dari jemuran lalu dia pasukkan ke dalam tasnya. Besok waktunya dia pulang sekaligus untuk mengetahui jawaban dari khitbah yang dia berikan pada Aleeta. Masalah diterima atau tidaknya, dia sudah pasrah. Gadis itu tidak mencintainya akan lebih baik memang jika dia menolaknya.

"Semoga antum diterima ya, Fais. Ana selalu mendoakan antum." Sebuah tepukan dia dapatkan dan sosok sahabat sekamarnya ini sudah duduk di sampingnya.

"Syukron jiddan, Ris. Semoga aja."

"Yaudah Fais. Ana mau setor hafalan dulu. Tadi antum dicari ustadz Alem, mau ngajak lomba tilawah mungkin."

Faisal terkekeh dan menyahut, "Antum kira ana sebagus itu buat diikuti lomba tilawah?"

"Ah antum selalu merasa rendah, Fais."

Faisal tertawa. Berada di pondok membuat moodnya kembali normal, hatinya damai, pikiran pun tenang. Saat galau melandah, dia segera saja meraih al-quran dan membaca serta menghafal kalam Allah itu. Seketika galaunya terobati. Maasyaallah sekali memang.

***

Malam hari setelah melaksanakan sholat maghrib berjama'ah bersama keluarganya, Aleeta izin ke kamar terlebih dahulu, dia tidak nafsu untuk menyantap makan malam. Pikirannya kembali terpusat pada satu nama; Faisal.

Raani & Aleeta ✔(TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang