Aku menjalani tiga tahun belakangan dengan penuh pengorbanan, menahan rasa sakit juga kekecewaan demi Baekhyun yang telah pergi. Tidak, ia tidak pergi meninggalkanku begitu saja, melainkan dimanipulasi sedemikian rupa hingga melupakan segalanya.
Mel...
Fête des Lumières atau bila diterjemahkan menjadi Festival Cahaya. Salah satu festival yang selalu diadakan setiap tahunnya di Lyon pada awal bulan Desember selama empat hari.
Sama halnya dengan tahun baru, meskipun sama, tetap saja ada hal menarik untuk diulas setiap tahunnya. Begitupula dengan Fête des Lumières. Aku memang baru tinggal di Lyon selama tujuh bulan dan untungnya aku mendapat pekerjaan sejak satu setengah bulan yang lalu. Pekerjaan yang cukup menyenangkan, aku bisa berkeliling kota sekaligus mendapat uang.
Ya, aku adalah seorang jurnalis. Beruntung selama sekolah menengah atas aku mendapatkan pelajaran bahasa Perancis. Well, aku harus berterima kasih pada guruku. Tentu saja hal itu tidak cukup. Dulu, saat aku pertama kali tiba di sini, aku harus kembali belajar bahasa Perancis hingga bisa benar-benar lancar seperti sekarang, barulah aku mencari pekerjaan yang cocok dan beruntung aku bisa mendapatkannya.
Ribuan orang telah memadati tempat ini sejak tadi, beberapa kali aku memotret bentuk-bentuk indah dari pancaran cahaya yang terpaparkan di setiap gedung. Orang-orang di sekitarku nampak begitu menikmati pemandangan. Banyak dari mereka yang datang bersama pasangan, keluarga maupun teman.
Aku tersenyum simpul, membayangkan betapa menyenangkannya jika bisa mengajak keluargaku kemari. Sayangnya hal itu tak mungkin terjadi, mengingat mereka semua telah pergi hingga memaksaku kabur ke tempat ini.
Rasanya aku tak bisa berhenti untuk mengambil gambar di setiap sudut kota ini, tak lupa kupotret wajah-wajah bahagia pengunjung yang sedang menonton Fête des Lumières. Kurasa, mereka adalah orang-orang beruntung yang seharusnya bersyukur karena bisa menikmati festival indah ini. Andai aku juga bisa seperti mereka.
Aku kembali melangkah sembari terus mengabadikan setiap moment yang terjadi. Semakin malam, semakin aku merasakan kebisingan yang cukup mengganggu. Akhirnya kuputuskan untuk memasang earphone di salah satu telinga dan memutar La Vie En Rose. Salah satu lagu romantis berbahasa Perancis yang aku sukai.
Tepat di depanku terdapat kerumunan orang, beberapa di antaranya adalah jurnalis—sama sepertiku—namun kurasa mereka sedang meliput seseorang, mungkin artis.
Tunggu, apakah aku juga harus ikut dalam kerumunan mereka?
Aku berpikir sejenak, mendapatkan berita yang sama dengan orang lain pasti tidak terasa menyenangkan dan terkesan mainstream, jadi kuputuskan untuk melanjutkan perjalanan.
Namun, baru tiga kali kakiku melangkah, tak sengaja kedua mataku menangkap sesosok wanita bermantel bulu yang tengah menengok ke belakang. Tidak, wanita itu tidak sedang memandangku, melainkan seseorang yang sedang berdiri di ujung jalan.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Gadis itu tersenyum tipis dan segera membalik badannya, kemudian berlari ke arah pria yang barusan kusebutkan. Aku tak kuasa untuk berhenti menatapnya, kuamati gadis itu. Ia mengeluarkan kamera dan alat perekam dari dalam mantelnya—Hei! Apakah dia juga seorang jurnalis sepertiku?
