6 ● Conversation

5.9K 1.1K 44
                                    

Aku menunggu kabar terbaru dari Siwon sambil berjalan mengelilingi paviliun. Sebenarnya memasukan hal pribadi pada kegiatan yang dilakukan oleh agen termasuk pelanggaran, hanya saja aku tak punya pilihan lain, toh Siwon juga tidak keberatan membantuku.

Aku memintanya untuk pergi ke kelab malam tempatku kemarin singgah bersama Suho, siapa tahu cincin pernikahanku jatuh di sana. Yah, walau kemungkinan untuk menemukannya memang kecil, tapi apa salahnya berusaha?

"Nona Hailey?"

Suara rapuh seorang wanita membuatku terkejut bukan kepalang, aku hampir saja melompat karenanya. Untunglah aku cepat menguasai diri dan menyadari bahwa tidak ada bahaya mengintai—untuk sementara ini.

"Oh, Bibi Song," ucapku sambil mengelus dada.

Wanita berumur lima puluh tahunan itu menghampiriku, di pinggangnya melingkar celemek bewarna abu-abu.

"Apa ada yang bisa saya bantu?" tanyanya.

Aku baru menyadari bahwa posisiku tepat di halaman depan dapur. Mungkin Bibi Song menyandari gurat kebingungan di wajahku sehingga langsung menghampiri seperti tadi. Omong-omong, Bibi Song sudah bekerja di keluarga Suho selama lebih dari dua puluh tahun, tentu saja hanya sebagai pembantu. Tapi kuyakin beliau mengetahui pekerjaan Suho selama ini.

Bibi Song adalah orang yang baik dan penyayang, aku mengetahuinya sejak pertama kali datang kemari. Aku bisa membaca sifatnya hanya dengan melihat respon saat pertama kali menyambutku. Hanya saja yang aku tak mengerti, kenapa Bibi Song bertahan di tempat seperti ini?

Hei, apakah aku harus mencari informasi darinya?

"Saya kehilangan cincin dan sedang mencoba mencarinya," ujarku sambil memasang raut penuh kebingungan. "Saya yakin seharusnya berada di sekitar paviliun ini, atau mungkin di mansion utama."

Aku melemparkan pandangan ke rumput, meskipun aku yakin cincin itu tidak berada di sini, setidaknya aku harus mendapatkan informasi mengenai tempat ini dari Bibi Song. Seperti dugaanku, Bibi Song ikut memasang matanya tajam-tajam dan membantuku mencari cincin itu. Senyumku mengembang, pembicaraan kecil sepertinya tak akan mengganggu Bibi Song.

"Tiga bulan lalu saya berniat mendaftar menjadi asisten Tuan Kim namun pendaftaran sudah di tutup. Saya senang bulan ini berhasil mendapatkan posisi ini," ucapku berbasa-basi. "Sepertinya menyenangkan bekerja di sini, bukankah begitu, Bibi?"

Bibi Song tidak meresponku dan terus melanjutkan kegiatannya. Well, aku tidak akan berhenti sampai mendapatkan informasi.

"Omong-omong, di mana asisten Tuan Kim yang dulu? Bukankah tiga bulan lalu mereka juga mendaftar seperti saya? Apakah mereka semua naik tingkat?"

Kali ini Bibi Song menengok, kerutan di wajahnya menandakan bila pertanyaanku cukup serius. Ia menunduk sebentar. "Sejauh ini saya tidak pernah melihat asisten Tuan Kim naik tingkat kecuali Nona Guadalupe." Bibi Song bangkit dan membersihkan kedua telapak tangannya dari tanah dengan menggosok-gosokkannya. "Tidak ada cincin di sini, saya akan menemani Nona mencarinya di mansion utama," gumamnya yang lebih kedengaran sebagai pengalih pembicaraan.

Tidak masalah, setidaknya aku mendapatkan satu kata kunci. Tidak ada asisten Suho yang naik tingkat kecuali Katrina Guadalupe, itu artinya yang lainnya entah dipecat, entah menghilang tanpa jejak atau dilenyapkan.

Kami akhirnya menginjak lahan mansion utama. Aku sempat bercerita bila kemarin membantu Suho ke kamarnya serta kecurigaanku akan terjatuhnya cincin tersebut di kamar Suho pada Bibi Song. Sebenarnya aku berharap bisa masuk ke kamar itu lagi, namun Bibi Song sudah mendahuluiku dengan mengatakan bahwa tidak ada yang boleh masuk ke sana tanpa seizin Suho. Jadi kami memutuskan untuk mencari cincin tersebut di halaman, dan bila tak juga ditemukan, pilihan terakhirnya, Bibi Song akan meminta bantuan Katrina agar mau membantuku.

Bibi Song mencari di sisi utara mansion, sementara aku di selatan. Berpura-pura adalah hal yang harus kulakukan saat ini. Selama beberapa saat aku bersikap seolah tengah mencari sesuatu agar tidak menimbulkan kecurigaan, namun tiba-tiba pandanganku terarah pada kolam ikan yang cukup luas. Di atasnya melintang sebuah jembatan kayu.

Aku hendak menuju ke sana, tiba-tiba kakiku menginjak sesuatu hingga berbunyi. Rasa-rasanya ada yang berbeda dari rumput di bawahku. Aku berjongkok, mencoba mencari tahu apa yang ada di balik rerumputan hijau ini.

Kusapukan tanganku untuk memisahkan rumput-rumput tersebut, samar-samar mataku melihat sesuatu bewarna coklat tua yang menyerupai tanah, namun ketika dipegang rasanya seperti besi.

Di sampingnya terdapat benda berbentuk kotak berukuran sepuluh centi. Aku hampir saja menyentuh dan membukanya, namun seseorang kembali menegurku sambil berteriak.

"Apa yang kau lakukan?!"

Lagi-lagi aku mengenal suara itu. Baekhyun menghampiri dan menarik tanganku dari atas tanah. Ia menyeretku untuk berdiri tepat di hadapannya. Baekhyun menatapku penuh kebencian, aku sendiri tidak tahu mengapa. Apa aku membuatnya kesal? Kenapa sejak awal pertemuan kami dia selalu bersikap seperti itu? Kasar dan tidak mempedulikan orang lain!

"Saya... saya mencari cincin yang hilang, Tuan," ujarku terputus-putus. Suaraku memang menunjukan ketakutan, tapi tidak dengan mataku yang terus menatapnya tanpa terputus. Sungguh, aku begitu merindukan Baekhyun sampai lupa untuk memandang ke bawah. Aku tidak bisa mengendalikan diriku karena rasa rindu yang menumpuk ini.

Selama beberapa saat Baekhyun membalas tatapanku, mata marahnya berubah lembut meskipun hanya beberapa detik sampai akhirnya melepaskan lenganku dari cengkeramannya.

"Kau seharusnya tidak bersikap mencurigakan seperti itu, kalau Suho melihat dan merasa curiga padamu, dia tidak akan segan-segan melenyapkanmu," ucapnya lagi.

Apa dia khawatir padaku? Maksudku, kenapa Baekhyun berkata demikian? Bolehkah aku merasa sedikit percaya diri sekarang?

Aku berusaha menutupi senyum yang mengembang tanpa bisa dikendalikan dengan menundukkan wajah. "Baiklah Tuan, saya akan berhati-hati mulai sekarang," balasku cepat.

Meskipun begitu aku semakin penasaran pada benda yang ada di bawah rerumputan tadi. Sepertinya malam ini aku harus bekerja ekstra, tidak mungkin Baekhyun menahanku seperti tadi kalau tidak ada yang istimewa dari benda di bawahku, bukan?

Terlebih lagi mengenai lupa ingatan yang dialami Baekhyun. Sudah tiga tahun berlalu dan dia bahkan tidak memiliki sedikitpun memori yang kembali mengenai diriku, bukankah itu tidak masuk akal? Pasti ada hal lain di balik semua ini.

Sesuatu yang membuat Baekhyun benar-benar kehilangan memorinya. Tunggu, mungkinkah mereka melakukan pencucian otak? Dan yang lebih membuatku heran adalah kenapa mereka mengambil Baekhyun? Apa hubungannya Baekhyun dengan mereka?

Ketika aku hendak mengangkat wajah dan berniat pergi, kedua mataku tak sengaja melirik lengan kiri Baekhyun. Mataku hampir membulat sempurna saat mendapati cincin yang kucari melingkar indah di jari kelingkingnya.

Sungguh, aku yakin seratus persen bahwa cincin yang ada di jari Baekhyun adalah milikku. Walaupun kami menikah dan mendapatkan cincin yang sama, tapi cincin milikku memiliki dua garis melingkar, sementara milik Baekhyun hanya satu.

"Ada apa?" Kali ini Baekhyun kembali melontarkan pertanyaan padaku, ia mundur selangkah, memberikan ruang yang cukup longgar antara kami.

Ya, aku paham. Baekhyun pasti merasa aneh karena ekspresiku berubah sangat cepat saat hendak mengangkat wajah, tapi ia tidak menyadari alasan perubahanku dan masih membiarkan lengannya begitu saja.

Cepat-cepat aku menggeleng sebelum Baekhyun semakin curiga. "Tidak Tuan, saya hanya teringat pada sesuatu," ujarku lantas menghela napas panjang. "Saya permi—"

DORR!

DORR!

Oh shit!

Kenapa aku harus mendengar suara tembakan lagi?

Apa masalahnya sekarang?

OBLIVIATE - BaekhyunNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ