14 ● Afraid

5.2K 1.1K 89
                                    


"Apakah... apakah cincin yang Tuan gunakan adalah milik Tuan?"

Mulutku seolah tak bisa ditahan lagi, ingin rasanya aku memaki diri sendiri karena memberikan pertanyaan paling bodoh yang mungkin akan membuat Baekhyun bingung.

Alih-alih terkejut, Baekhyun malah mengangkat tangannya tepat di depan dada dan memandangi sebentar cincin yang melingkar di jarinya tersebut.

"Tidak, aku menemukannya di mobil beberapa waktu lalu." Ia mengangkat wajahnya sambil melepaskan cincin tersebut, lalu menyodorkan ke arahku. "Milikmu?"

Aku terkesiap, tak menyangka kalau Baekhyun akan memberi respon selembut itu. Hingga beberapa detik kemudian aku tersadar dan segera mengulurkan kedua tangan untuk menerima cincin darinya.

Kuangguk-anggukkan kepalaku senang—tak ingin membohongi perasaan. "Terima kasih Tuan, saya sudah mencarinya sejak beberapa hari lalu," gumamku.

Aku buru-buru memakainya, lega rasanya cincin ini bisa kembali. Meskipun sebenarnya aku tidak masalah bila Baekhyun terus menggunakannya, hanya saja kalau suatu hari nanti Yejin merasa risih oleh cincin ini, pasti ia memaksa Baekhyun untuk membuangnya.

Selama beberapa saat aku bisa merasakan bahwa Baekhyun tengah mengamati cincin  yang melingkar di jariku, ia mengerutkan dahi sebelum akhirnya mengeluarkan suara untuk kesekian kalinya. "Aku berpikir itu cincin pernikahan ketika menemukannya, tapi setelah tahu kaulah pemiliknya, bukankah itu aneh?"

Aku tergagap, tak menyangka kalau Baekhyun akan berpikir sekritis ini hanya gara-gara sebuah cincin. Kuatur suara juga emosiku agar tidak kehilangan kendali untuk meyakinkannya.

"Saya membeli cincin ini beberapa tahun lalu karena menyukai bentuknya, mungkin kebetulan saja kalau dilihat memang mirip dengan cincin pernikahan," dustaku.

Namun, nampaknya Baekhyun masih tak mempercayai argumenku, ia menyipitkan mata. "Tapi bukankah ukiran dan hiasan seperti itu harus dipesan sebelumnya?" Ia berhenti sejenak, saat itu pula aku memasang tampang polos, seolah tak tahu apa yang sedang ia bicarakan hingga kemudian ia kembali menyahut, "lupakan, aku sudah terlalu melantur. Well, masuklah kalau kau mau, kau pasti lelah," ucapnya lalu berbalik menjauhiku.

Tunggu dulu, apa barusan ia mengatakan kepeduliannya padaku? Atau hanya sebagai formalitas saja?

Setelah menunggu Baekhyun menghilang di balik pintu, aku segera masuk ke kamar. Kunyalakan kembali alat komunikasi yang membuatku terhubung dengan organisasi. Baru saja kudekatkan alat tersebut ke telinga, teriakan Siwon langsung menyerbu dan hampir membuatku melompat hingga terjatuh dari ranjang.

"MIA! KE MANA SAJA KAU? APA KAU GILA MEMATIKAN ALAT INI?!"

Aku menyipitkan sebelah mata dan berbisik, "Bisakah kau lebih tenang sedikit?" protesku, "Besok kami akan pergi ke Jepang, bawa alatnya ke bandara, aku akan menemui kalian di toilet sebelum jam keberangkatan, bagaimana?"

"Serius? Aku mengkhawatirkanmu setengah mati dan kau datang seolah tak ada apapun yang terjadi lalu langsung mengatakan intinya tanpa mengucapkan terima kasih. Baiklah, aku akan melakukan apa yang kau mau."

Aku terkikik pelan, "Maafkan aku," gumamku tulus padanya, bagaimanapun Siwon adalah partner kerja sekaligus teman yang sangat baik. "Baekhyun melindungiku hari ini, aku melihat sifatnya yang lama kembali muncul meskipun hanya setitik kecil."

Siwon terdiam, dia memang tidak begitu profesional dalam hal percintaan.

"Aku takut perasaanku padanya tak bisa dibendung lagi, kebersamaan kami yang terhalang oleh Yejin membuatku tak bisa menampik rasa cemburu yang selalu datang tanpa permisi. Aku takut suatu hari nanti mereka menyadarinya."

"Aku yakin kau bisa melakukannya dengan baik, Mia. Sekarang katakan apa yang terjadi padamu tadi, aku harus melaporkannya pada atasan kita," ujar Siwon lagi.

Aku mengangguk meskipun ia tak bisa melihatnya, perlahan kuceritakan semua kejadian yang kualami hari ini sedetail mungkin, bahkan saat Suho menangkapku di ruangannya tadi, aku tak ingin menyembunyikan apapun dari organisasi, toh mungkin serangkaian kejadian hari ini bisa menjadi petunjuk tersendiri bagi mereka.





Pagi ini keadaan di mansion dan paviliun cukup sibuk karena rencana kami untuk pergi ke Jepang. Nampak beberapa orang tengah mengatur koper-koper besar di dalam mobil, sosok Katrina juga terlihat beberapa kali memberikan arahan pada mereka, yah, wanita itu memang satu-satunya pekerja yang paling dipercaya oleh Suho sehingga tak heran bila Katrina selalu sibuk, meskipun aku yakin bila Katrina memiliki perasaan lebih pada bos-nya tersebut.


 Nampak beberapa orang tengah mengatur koper-koper besar di dalam mobil, sosok Katrina juga terlihat beberapa kali memberikan arahan pada mereka, yah, wanita itu memang satu-satunya pekerja yang paling dipercaya oleh Suho sehingga tak heran bila K...

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.




Aku bukanlah gadis feminim yang suka mengenakan dress seperti Jisoo. Aku memilih celana jeans hitam, kaus putih dan jaket kulit hitam sebagai outfit. Berbeda jauh dengan Jisoo, ia kelihatan anggun dengan dress krem yang membalut tubuh indahnya.

"Aku belum pernah ke Jepang sebelumnya, bagaimana denganmu?" tanya Jisoo tiba-tiba. Kami memang tidak terlalu akrab karena aku sering mendapati tatapan bertarung darinya yang dilontarkan padaku—dalam artian, Jisoo menganggap kami sedang berkompetisi untuk menjadi yang terbaik di mata Suho.

Aku menggeleng kaku. "Aku tidak memiliki cukup waktu untuk pergi ke sana," jawabku seadanya.

"Oh ya? Aku penasaran apa pekerjaanmu sebelum bergabung dengan Suho?"

Oke, apakah dia sedang menginterogasiku sekarang? Atau dia sedang mencari kelemahanku?

Aku mengangkat kedua pundak bersamaan. "Terakhir kali aku bekerja sebagai sekretaris di salah satu perusahaan yang baru saja bangkrut." Untunglah aku tidak ketinggalan informasi di televisi.

"Astaga, aku tidak tahu kalau kau ad—"

Aku tidak lagi fokus mendengar perkataan Jisoo, mataku langsung bergerak begitu mendapati siluet Baekhyun berjalan keluar mansion. Ia mengenakan kemeja putih dan celana hitam, wajahnya nampak bersinar hari ini. Ia juga sempat mengobrol dengan salah satu pekerja yang barusan mengangkat koper. Ia tidak menjadi sosok pria dingin hari ini, aku melihatnya berbincang sambil tertawa dengan pekerja itu.

Ya Tuhan...

Dia begitu tampan...

Aku merindukan ekspresi bahagianya...

Ia terlihat begitu lepas...

Seperti Baekhyun yang kukenal selama ini...


Tak bisa kuelak lagi, melihat Baekhyun tertawa otomatis membuatku melebarkan senyum

Oops! Questa immagine non segue le nostre linee guida sui contenuti. Per continuare la pubblicazione, provare a rimuoverlo o caricare un altro.




Tak bisa kuelak lagi, melihat Baekhyun tertawa otomatis membuatku melebarkan senyum. Ia seolah menjadi magnet bagiku, apa yang dilakukannya akan berakibat pada perbuatanku. Ya, Baekhyun adalah sebab, sementara aku adalah akibat. Kami tak akan pernah bisa terpisahkan meski banyak hal berusaha menghancurkan.

OBLIVIATE - BaekhyunDove le storie prendono vita. Scoprilo ora