Diamond mengembuskan napasnya. "Aku pikir Lana marah, ternyata dia sakit perut." Diamond mengusap air matanya, dia kembali melanjutkan masakannya yang sudah hampir selesai.

Meski benar Lana putriku, aku akan berpura-pura tidak tahu agar tidak ada lagi yang mengincar dia. Aku akan berusaha melindungi kesayanganku ini. Kalau pun bukan putri kandungku, aku akan tetap menyayanginya. Dan aku harus berhati-hati pada Jansen karena sepertinya dia sudah tahu semuanya.

"Ahh...." Diamond terkejut saat ada tangan melingkar di perutnya.

"Ibu melamun." Lana menyembunyikan wajahnya di punggung Diamond. Bermanja-manja pada wanita di pelukannya ini.

"Haha, iya. Kau harus makan sekarang karena ini sudah selesai." Lana mengangguk dengan cepat.

"Aku sayang pada Ibu. Seandainya aku punya ibu, pasti aku dimasakin makanan setiap hari. Sayang sekali, aku tidak punya ibu." Lana menundukkan kepalanya. Dia menyentuh tangan Lana, dia terharu mendengar ucapan Lana barusan.

"Kalau begitu, kau bisa menganggap aku ibumu. Aku juga bisa memasak makanan setiap hari khusus untukmu, Lana."

"Benarkah, Bu?" Lana melepas tangannya, dia pindah menjadi di sebelah kiri Diamond. Diamond mengangguk.

"Terima kasih, Bu. Aku sangat senang...."

"Selesai makan, aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Kau mau, kan?" Lana menggeleng.

"Aku tidak mau, Bu. Aku takut bertemu Amora lagi. Oh iya, apa Ibu mau aku tunjukkan sesuatu?" Lana menatap Diamond dengan sedih. Entah kenapa dia banyak berharap pada Diamond, dia ingin Diamond tahu semua tentang apa yang sudah dia alami selama tinggal di hutan.

"Iya, tapi kau harus makan dulu, ya." Lana menggeleng. Dia menarik tangan Diamond menuju kamar Loly. Saat sudah di dalam kamar, Lana mengunci pintu dari dalam.

"Apa Ibu mau melihat punggung dan perutku? Entah kenapa ... tiba-tiba saja aku ingin Ibu mengelusnya." Lana menahan air matanya. Dia mendekati jendela dan membuka gorden. Diamond mengikutinya dari belakang.

Lana melepaskan bajunya, memperlihatkan punggungnya pada Diamond.

"Astaga, Lana!" pekik Diamond yang terkejut melihat punggung Lana yang banyak sekali bekas. Ada seperti bekas cambukan dan luka bakar.

"Lana, ini kenapa, Nak?" tanya Diamond yang tak kuasa menahan air mata.

"Di pukul. Haha, tapi sudah sembuh, Bu." Lana membalikkan badannya, memperlihatkan perutnya pada Diamond. Diamond menggeleng.

"Siapa yang melakukan ini padamu?" Diamond menyentuh perut Lana, tepat pada bekas luka bakarnya.

"Amora. Setiap hari Amora marah-marah dan menghukumku. Kalau aku bertanya, dia memberi pukulan. Kadang pakai cambuk, ikat pinggang, kadang pakai kayu. Dia juga sering menamparku sampai telingaku terasa tuli." Lana tersenyum. Dia meraih ponselnya, dia membuka galeri untuk memperlihatkan foto Amora pada Lana. Dia ingin memastikan yang dimaksud Lana itu Amora yang sama atau tidak.

"Lana, apa ini Amora?" Lana membesarkan matanya. Dia merampas ponsel Diamond, tubuhnya mulai gelisah, dan dengan gerakan cepat ... Lana membanting benda persegi itu ke lantai.

Lana memakai baju kembali, dia menatap Diamond sambil menggelengkan kepalanya.

"Pergi dari sini! Aku tidak mau diberikan pada Amora lagi! Pergi, Bu! Kau pasti hanya berpura-pura baik padaku!" Jerit Lana dengan kuat yang terdengar sampai ke kamar Jansen.

"Tidak, Lana! Aku tidak pernah berpikiran jahat padamu, Nak. Kau putriku, sudah pasti aku akan melindungimu, Sayang...." Diamond mendekati Lana, dia meraih tangan Lana yang dingin ke dalam genggamannya.

Saat tak ada penolakan dari Lana, dia langsung memeluk Lana dengan erat.

"Jangan takut, aku akan menjagamu. Aku akan mengurus Amora dan membalaskan semuanya! Ya Tuhan, putriku...." Diamond kembali menangis, semuanya seperti mimpi baginya. Tanpa dicari tahu, Lana sudah jelas putri kandungnya.

"Lana, buka pintunya!" Jerit Jansen dari luar kamar, Lana hanya diam saja.

"Jangan bicara apa pun pada Jansen, ya." Lana tidak menjawab, dia juga tida membalas pelukan Diamond. Dirinya masih dilanda ketakutan dan trauma.

"Aku akan menjagamu sebisaku, tidak ada lagi yang bisa menyakitimu. Aku akan membalaskan penderitaanmu, Nak."

"Lana, kau baik-baik saja di situ?"

"Ya, aku baik-baik saja, Paman!" jerit Lana.

Aku tak bisa percaya pada ibu ini. Dia pasti suruhan Amora, atau jangan-jangan ibunya Amora? Mereka pasti sekongkol untuk menyakiti aku lagi.

★∞★

Semoga suka!
Vote dan komen kalau suka :) tinggalkan cerita ini kalau nggak suka (:

29 Juli 2017
Terima kasih!
Ig: Naomiocta29

I Will Still Love YouWhere stories live. Discover now